Pengertian "taat" dalam pembahasan seputar penguasa setidaknya ada dua macam:
1. Taat yang bermakna tidak memberontak. Inilah makna taat pada hadits-hadits yang secara umum menyuruh untuk mendengar dan taat pada penguasa dan larangan mencabut ketaatan. Maksudnya: Jangan memberontak walaupun pemimpinmu demikian dan demikian.
2. Taat yang bermakna MENURUTI PERINTAH penguasa dan tidak melanggar larangan dari mereka. Inilah taat yang bersyarat, yaitu jika perintah tersebut bertentangan dengan syariat maka tidak boleh menjalankan perintah dari mereka atau menjauhi larangan dari mereka.
Ketika seseorang gagal dalam membedakan dua hal ini, maka dia dapat terjatuh pada kekeliruan fatal, yaitu anggapan bahwa jika pemimpin tidak taat kepada Allah alias bermaksiat, maka rakyat tidak wajib taat pada mereka, atau menganggap bolehnya mereka diberontak. Ini adalah paham Ahlul Bid'ah sebagaimana disebutkan oleh Al Atsram, murid Imam Ahmad.
Oleh karena itu, ketika pemimpin tidak menerapkan hukum qishash, maka itu bukan alasan bagi kita untuk mencabut ketaatan kepadanya alias tidak boleh memberontak/menggulingkannya.
Namun ketika konteksnya adalah kita sebagai hakim diperintahkan untuk menjalankan hukum yang seharusnya itu qishash namun diminta memakai hukum lain, maka tidak ada ketaatan pada perintah tersebut. Semoga dapat dipahami dan tidak gagal paham.
Ustadz ristiyan ragil