Sabtu, 10 Juli 2021

Teman itu cerminan diri seseorang

🌹 *Teman itu cerminan diri seseorang ...* 

✍️Rasulullah صلى الله عليه وسلم memberikan permisalan seorang teman yang baik dengan penjual minyak kasturi dan teman yang buruk dengan tukang pandai besi. Hal ini menunjukkan terdapat keutamaan berteman dengan orang-orang yang shalih, pelaku kebaikan, orang-orang yang memiliki wibawa, akhlak yang mulia, sifat wara’, ilmu serta adab. Sekaligus juga terdapat larangan untuk bergaul dengan para pelaku kejelekan dan kebid’ahan serta siapa saja yang suka mengghibah (membicarakan kejelekan orang lain tanpa sepengetahuannya), banyak melakukan keburukan, kebathilan, serta sifat-sifat tercela lainnya. (Syarah Shahih Muslim, 4/227, Imam Nawawi)

Sudah menjadi fitrah manusia, merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak bisa hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti, bahwa seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang menurut selera nafsunya. Sebab, teman adalah personifikasi diri.
Rasululah صلى الله عليه وسلم menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau:

إِنَّما مثَلُ الجلِيس الصَّالِحِ وَجَلِيسِ السُّوءِ: كَحَامِلِ المِسْكِ، وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحامِلُ المِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ ريحًا طيِّبةً، ونَافِخُ الكِيرِ إِمَّا أَن يَحْرِقَ ثِيابَكَ، وإمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا مُنْتِنَةً.
"Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap” (HR. Bukhari, 5534; Muslim, 2628).

Manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran. Karena itu, Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan. 
Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, 

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani Ash-Shahihah, 927)

Makna hadits di atas adalah seseorang akan berbicara dan berperilaku seperti kebiasaan kawannya. Karena itu beliau Shalallaahu alaihi wasalam mengingatkan agar setiap muslim cermat dalam memilih teman. Seorang muslim harus kenali kualitas beragama dan akhlak kawannya. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh berteman dengannya. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, seorang muslim harus menjauhinya. 
Allah mengisyaratkan mengenai pengaruh dan peranan teman dalam hidup seorang muslim. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” [At-Taubah:119].

Rasulullah صلى الله عليه وسلم على bersabda, 

لا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا، وَلا يَأْكُلْ طعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
"Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa." (HR. Abu Dawud, 4832 dihasankan al-Albani) 

Termasuk dalam larangan mengambil teman adalah berteman dengan pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan munafik. Imam Al-Khathabi رحمه الله berkata, 
“Yang dimaksud dengan jangan memakan makananmu, kecuali orang yang bertakwa adalah dengan cara mengundang mereka dalam suatu jamuan makan. Sebab jamuan makan bisa melahirkan rasa kasih sayang dan cinta di antara yang hadir”. 
Adapun makanan yang memang dibutuhkan oleh mereka, maka tidak apa-apa diberikan. 
Allah berfirman,

وَیُطۡعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسۡكِینࣰا وَیَتِیمࣰا وَأَسِیرًا.
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan." (Al-Insan: 8).

Dan yang ditawan bisa saja adalah orang-orang kafir. 
Demikian juga dalam pergaulan yang sifatnya umum seperti bertetangga, jual beli dan sebagainya, maka hukumnya masuk dalam hukum muamalah, di mana kita boleh bermuamalah dengan siapa saja, muslim maupun non muslim. 

Wallahu a'lam

🍃 Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc

       ✏️📚✒️.🌹..