Sabtu, 31 Juli 2021

Metode Ulama dalam Meraih Ilmuمنهج العلماء في تحصيل العلمRingkasan Kajian bersama Syaikh. ‏Dr. ‏Utsman Khomis Hafidzahullahu Ta'ala ‎(Salah satu Ulama Besar Kuwait)

✍️Metode Ulama dalam Meraih Ilmu
منهج العلماء في تحصيل العلم

Ringkasan Kajian bersama Syaikh. Dr. Utsman Khomis Hafidzahullahu Ta'ala (Salah satu Ulama Besar Kuwait)

Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far, Lc 

Part 2

Diceritakan bahwa Imam Az-Zuhri Rahimahullah Ta'ala menemui Khalifah Abdul Malik bin Marwan, lalu Khalifah bertanya : Anda datang darimana? 
Maka dijawab : Aku datang dari Mekkah
Khalifah bertanya lagi: Siapa Ulama Mekkah saat ini? 
Maka dijawab : Atha bin Abi Robah 
Khalifah bertanya lagi : Beliau dari Bangsa Arab (bangsawan) atau Budak? 
Maka dijawab : Beliau dari kalangan Budak 
Ditanya lagi : Dengan apa dia bisa memimpin (menjadi ulama)? 
Maka dijawab : Dengan Ilmu Agama

Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu." (QS. Al-Hujurat :  13)

Lalu Khalifah bertanya tentang Ulama dibeberapa tempat, disebutkanlah beberapa ulama yang dari kalangan mawali (keturunan budak), semisal Hasan Al-Basri, Thowus bin Kaisan, Yazid BIN Abi Habib dan yang lainnya. 

Lalu sampai pada pertanyaan, siapa ulama kufah? Dijawab : Ibrahim An-Nakhoi
Khalifah bertanya lagi, apakah dari Arab atau Budak? Kalau beliau dari Bangsa Arab. 

Khalifah mengatakan : Di Negeri Kufah ini tidak akan mungkin  Mawali (Budak) memimpin orang Arab. 

Imam Az-Zuhri menjawab : Wahai Khalifah, ini adalah agama Allah, barangsiapa yang menjaga Agama maka dia berhak menjadi pemimpin (ulama). 

Syaikh Utsman Khomis membacakan sebuah Syair :

ما الفخر إلا لأهل العلم إنهم * على الهدى لمن استهدى أذلاء

وقد كل امرئ ما كان يحسنه * والجاهلون لأهل العلم أعداء

ففز بعلم تعش حيا به أبدا * الناس موتى وأهل العلم أحياء

"Kebanggaan hanya untuk mereka yang berilmu, mereka adalah petunjuk bagi siapa yang memintanya".

"Harga diri itu terletak pada tingkah lakunya yang baik. Orang-orang bodoh adalah musuh bagi mereka yang berilmu".

"Raihlah kemenangan dengan ilmumu, niscaya hidupmu akan kekal. Semua manusia akan mati, sedangkan orang berilmu hidupnya abadi".

Berikut ini adalah Metode yang harus dilakukan agar mendapat Ilmu :

1. إخلاص النية لله تبارك و تعالى
-Ikhlas karena Allah Ta’ala 

Banyak di antara Para ulama memulai tulisannya dengan Hadist Nabi Muhammad salallahu alaihissalam : 
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ 
“Amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu hanyalah akan dibalas berdasarkan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya keapda Allah dan Rasul-Nya. Namun barang siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut.”(HR. Bukhari dan Muslim) 

Imam Nawawi memulai Kitab Riyadhus Sholihin, Al-Adzkar dengan hadits ini. 

Abdurrahman bin Mahdi berkata : 
لو صنفتُ كتابا في الأبواب لجعلت حديث عمر بن الخطاب في الأعمال بالنيات في كل باب
 "Kalau aku menulis sebuah kitab dalam bentuk bab-bab, maka akan aku jadikan Hadits niat (yang diriwayatkan Umar bin Khattab) di setiap babnya". 

Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
قالوا: وكيف تصح النية يا أبا عبد الله؟ قال: ينوي رفع الجهل عن نفسه وعن غيره

“Ilmu itu tidak dapat ditandingi oleh amalan apapun bagi orang yang niatnya benar (dalam menuntut ilmu).” Mereka bertanya, “Bagaimana benarnya niat wahai Abu Abdillah?” Beliau menjawab, “Seorang yang menuntut ilmu itu meniatkan untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.”

Artinya adalah untuk :
- Beramal dengan ilmu
- Mendakwakan Ilmu kepada manusia

Abu Yusuf murid Abu Hanifah berkata :
يا قوم، أريدوا بعلمكم الله؛ فإني لم أجلس مجلسا قط أنوي فيه أن أتواضع إلا لم أقم حتى أعلوهم، ولم أجلس مجلسا قط أنوي فيه أن أعلوهم إلا لم أقم حتى أفتضح”
 "Wahai Kaum, Inginkanlah hanya Allah Ta'ala dengan ilmu kalian, karena sesungguhnya aku tidak duduk pada satu majlis sama sekali yang aku berniat didalamnya untuk tawadhu' kecuali aku tidak akan berdiri sehingga mengalahkan mereka, dan aku tidak akan duduk di satu majlis sama sekali yang aku niatkan didalamnya untuk mengalahkan mereka kecuali aku tidak berdiri sehingga aku dilecehkan"

Inilah pentinya sebuah niat yang benar. 

2. تقوى الله سبحان الله 
-Taqwa Kepada Allah Ta’ala 

Imam Syafi'i pernah berkata : 
شكوت إلى وكيع سوء حفظي … فأرشدني إلى ترك المعاصي
وقال اعلم بأن العلم نور … ونور الله لا يهداه لعاصي

“Aku pernah mengadukan kepada Guru ku Imam Waki’ akan buruknya hapalanku,
maka beliau membimbingku untuk meninggalkan maksiat,

Dan beliau mengabarkan kepadaku bahwa ilmu itu adalah cahaya,
dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”

3. العمل بالعلم
-Beramal dengan Ilmu

 Kita belajar sebuah ilmu, maka kita harus berusaha untuk mengamalkan ilmu tersebut. 

Ali bin Abi Thalib berkata : 
"يهتف العلم بالعمل، فإن أجابه وإلا ارتحل"
"'Ilmu itu menghubungi (berbisik) kepada 'amal. Jika 'amal menjawabnya, ia akan bertahan. Jika tidak, 'ilmu akan pergi"."

Di antara petunjuk salaf, Sebagaimana dikatakan oleh Sufyan Tsauri, Ahmad bin Hanbal 
ما علمت السنة إلا أعمل بها 
" Tidaklah aku mengetahui suatu sunnah (ibadah-ibadah sunnah) kecuali aku mengamalkannya"

Imam Syafi'i pernah mengatakan :
ليس العلم ما حفظ، و لكن العلم ما نفع 
"Ilmu itu bukan hanya dihafal, akan tetapi ilmu yang sebenarnya adalah yang bermanfaat (berbuah amal)" 

Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
أصل العلم الخشية, أي خشية الله
"Pokok sebuah ilmu adalah menumbuhkan rasa takut kepada Allah" 

Sufyan Tsauri ditanya:
طلب العلم أحبّ إليك أو العمل؟ فقال: " إنما يراد العلم للعمل، فلا تدع طلب العلم للعمل، ولا تدع العمل لطلب العلم " .
 “Manakah yang paling kamu sukai, menuntut ilmu atau mengamalkannya?”, beliau menjawab: “Sesungguhnya ilmu dituntun agar diamalkan maka janganlah meninggalkan menuntut ilmu untuk beramal dan jangan tinggalkan amal untuk menunut ilmu.” 

4. الصبر و التحمل
- Sabar dalam Menuntut Ilmu

Ibnu Abbas bertaka : 
لما قبض رسول الله صلى الله عليه وسلم قلت لرجل من الأنصار: هلم فلنسأل أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم فإنهم اليوم كثير"،

 فقال: واعجباً لك يا ابن عباس، أترى الناس يفتقرون إليك وفي الناس من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم من فيهم، 

قال:" فتركت ذاك وأقبلت أسأل أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، وإن كان يبلغني الحديث عن الرجل فآتي بابه وهو قائل فأتوسد ردائي على بابه يسفي الريح علي من التراب فيخرج فيراني"، فيقول: يا ابن عم رسول الله صلى الله عليه وسلم ما جاء بك؟ هلا أرسلت إلي فآتيك؟ فأقول: "لا، أنا أحق أن آتيك" قال: فأسأله عن الحديث، فعاش هذا الرجل الأنصاري حتى رآني وقد اجتمع الناس حولي يسألوني، 

فيقول:" هذا الفتى كان أعقل مني 

Ketika Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam telah wafat, saya berkata kepada salah seorang dari kaum Anshor : Kemarilah, mari kita bertanya kepada para sahabat Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, jumlah mereka sekarang banyak.

Lalu orang tadi berkata: 'Aneh sekali kamu ini, Tidakkah kamu tahu bahwa justru merekalah yg membutuhkan kamu. 

Ibnu Abbas berkata : Maka orang tersebut membiarkan panggilanku, sementara saya selalu bertanya dan bertanya. Jika saya memperoleh informasi bahwa ada suatu hadits pada seseorang, maka segera saya datangi pintu rumahnya. 

Kata Ibnu'Abbas : '-Suatu saat- pernah saya menjadikan selendangku untuk bantal di depan pintu rumahnya, angin berhembus sampai debu mengenai wajahku, kemudian ia keluar dan melihatku' , lalu berkata:
'Wahai Anak Paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apa yg membuatmu datang (kesini)?
Mengapa tidak kamu utus seseorang lalu saya yang menemuimu?', saya menjawab: 'Tidak, saya lebih layak untuk menemuimu lalu saya menanyakannya tentang suatu hadits. 'Orang Anshor -yang pernah saya ajak- tersebut masih hidup hingga ia melihatku dalam keadaan orang banyak berkumpul disekitarku untuk bertanya -menggali ilmu-', maka orang tersebut berkata:
'Pemuda ini memang lebih cerdas dibandingkan saya'.

Lihat bagaimana kesabaran Ibnu Abbas dalam Menuntut ilmu hingga menjadi orang yang mulia. 

5. الإكثار من السؤال 
- Senantiasa bertanya tentang Ilmu

Mujahid berkata : 
لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْيٍ وَلاَ مُسْتَكْبِـرٌ.
Artinya : “Orang yang malu dan orang yang sombong tidak akan mendapatkan ilmu.”

Ibunda Aisyah berkata :
نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَسْأَلْنَ عَنِ الدِّينِ وَيَتَفَقَّهْنَ فِيهِ”

“Sebaik-baik perempuan adalah perempuan dari kaum Anshar, rasa malu tidak pernah mencegahnya untuk bertanya tentang urusan agama dan mempelajarinya “

6. التواضع في طلب العلم
- Tawadhu dalam Menuntut ilmu, memiliki sifat rendah hati. 

Imam Malik Rahimahullah menulis surat untuk Khalifah Ar-Rasyid: 
إذا علمت علماً فليُرَ عليك أثره وسكينته وسمته ووقاره وحلمه"
"Apabila engkau telah mengetahui suatu ilmu, maka hendaknya terlihat padamu : pengaruhnya, ketenangan karenanya, keindahannya dan kehormatannya serta kemurahan hati -yang dilahirkannya-"

Imam Syafi'i berkata : 
لا يطلب أحد هذا العلم بالملك وعز النفس فيفلح، ولكن من طلبه بذلّ النفس وضيق العَيش وخدمة العلماء أفلح"
"Tidaklah seseorang menuntut ilmu agama ini dengan kekuasaan dan kedudukan dirinya lalu berhasil -mendapatkannya-, akan tetapi barangsiapa yang mencarinya dengan merendahkan diri dan kesempitan hidup serta menjadi pelayan ulama maka dia akan berhasil -mendapatkan apa yang dia cari-"

Bersambung......