Kamis, 22 Juli 2021

Mencuci Daging Sembelihan Sebelum Dimasak, Bid'ah? Dalam sebuah penjelasan Ibnu Taimiyyah mengatakan:

Mencuci Daging Sembelihan Sebelum Dimasak, Bid'ah? 

Dalam sebuah penjelasan Ibnu Taimiyyah mengatakan: 

 " غَسْلُ لَحْمِ الذَّبِيحَةِ بِدْعَةٌ ؛ فَمَا زَالَ الصَّحَابَةُ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ - عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَأْخُذُونَ اللَّحْمَ ، فَيَطْبُخُونَهُ وَيَأْكُلُونَهُ بِغَيْرِ غَسْلِهِ ، وَكَانُوا يَرَوْنَ الدَّمَ فِي الْقِدْرِ خُطُوطًا؛ وَذَلِكَ أَنَّ اللَّهَ إنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ الدَّمَ الْمَسْفُوحَ ، أَيْ : الْمَصْبُوبَ الْمُهْرَاقَ ؛ فَأَمَّا مَا يَبْقَى فِي الْعُرُوقِ فَلَمْ يُحَرِّمْهُ.
 " مجموع الفتاوى" (21 / 522) 

"Mencuci daging hewan sembelihan adalah perkara bid'ah, para sahabat -semoga Allah meridhoi mereka- dahulu di masa Nabi sallallahu alaihi wa sallam senantiasa langsung mengambil daging begitu saja, kemudian memasaknya dan mengkonsumsinya dengan tanpa mencuci daging tersebut sebelumnya. Dahulu mereka juga melihat ada darah yang bergaris-garis di panci masaknya, mereka melakukan begitu saja karena yang diharamkan oleh Allah Ta'ala hanya darah yang memancar, yaitu darah yang tertuang dan mengalir (ketika penyembelihan), adapun darah yang tersisa di urat-urat maka Allah tidak mengharamkannya". (Majmu Fatawa juz: 21 hal: 522)

Bagi yang membaca komentar Syaikhul islam tersebut tidak secara utuh, atau sepotong-sepotong, mungkin akan beranggapan bahwa Syaikhul islam membid'ahkan sekedar mencuci daging sebelum memasaknya. 

Namun bagi yang memperhatikan dengan seksama dan adil, maka akan melihat bahwa sejatinya beliau tidak membid'ahkan perkara sekedar mencuci daging sebelum dimasak.  Tetapi yang beliau maksudkan sebagai bidah adalah ketika mencuci daging sebelum dimasak dianggap sebagai ibadah, dan meyakini bahwa darah yang tersisa dalam daging dan urat hukumnya najis sehingga wajib dicuci dan disucikan dahulu sebelum dimasak. Nah, yang demikian tidak diragukan bahwa hal tersebut bid'ah. Itu karena jika telah valid bahwa Allah Ta'ala tidak mengharamkan darah yang tertinggal/tersisa di dalam urat/otot, kemudian setelahnya ada yang membebani diri dengan mengharamkannya, dan harus mencucinya dengan meyakini bahwa daging tidaklah menjadi suci dan halal kecuali harus dicuci, pelaku yang demikian tidak diragukan lagi telah membuat kebidahan. Setiap yang membuat perkara baru dan disandarkan pada agama, padahal tidak ada dalil didalamnya yang bisa kita rujuk, maka hal tersebut sebuah kesesatan, dan agama kita berlepas diri darinya..
Ustadz setia Setiawan 

darah ada dua jenis: 
1. Darah yang mengalir
2. Darah yang tersisa di daging, urat/otot dari bekas sembelihan. 

Untuk jenis yg pertama, sependek yang kami tahu memang para ulama menyatakan najis, bahkan ada beberapa nukilan ijmak/konsensus akan kenajisannya. 

Adapun yg darah sisa di urat2, sependek yg kami tahu bukan masuk darah yg najis, karena bukan darah yg masfuuh/mengalir, sebagaimana disebutkan dalam ayat.. 

Mungkin mas Iqbal bisa menukilkan pendapat ulama yang mengatakan bahwa darah yg tersisa di otot hukumnya tetap najis, barangkali jadi faidah baru bagi saya.. 

Baarakallahu fiikum
Ustadz setia Setiawan