✒️ فقه الفتاوى
✒️ Fiqh dalam berfatwa
Tadi malam ada dars daring khusus bagi para Asatidzah bertajuk : "Fiqh dalam berfatwa". Sebenarnya dars seperti ini yang telah alfaqir sejak lama, kajian-kajian ilmiah yang meningkatkan faidah bagi para Asatidzah terutama terkait ijtihad, ilmu-ilmu yang merupakan syarat ijtihad dan yang semisalnya.
Fadhilah Syaikh Sa'ad Khatslan حفظه الله ورعاه mengingatkan begitu urgen nya posisi para da'i dan asatidzah yang menjawab berbagai pertanyaan kaum muslimin karena hakikatnya itu adalah fatwa. Sedangkan fatwa tak ubahnya adalah "tawqi" = stempel atas nama Allah Ta'ala. Oleh karena itu Al-Hafizh Ibnul-Qayyim beliau memberi tajuk kitabnya : I'lamul-muwaqqi'in 'an Rabbil-'Alamin. Dan nyatanya fatwa amatlah dibutuhkan oleh kaum muslimin dari berbagai kalangan.
Posisi "mufti" adalah posisi penting bahkan Allah yang pertama kali disifati dengan sifat fatwa sebagaimana dalam firman-Nya :
قُلِ اللّهُ يُفْتِيْكُمْ فِيْهِنّ وَ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ...
"Katakanlah: Allah yang memberikan fatwa kepada kalian tentang mereka (anak-anak yatim wanita yang ingin kalian nikahi) dan apa-apa yang dibacakan kepada kalian..." (QS An-Nisa: 127). Dan kemudian posisi fatwa diteruskan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم lalu para Sahabat nya yang ulama dan kemudian para Ulama Islam.
Syaikh menekankan beberapa adab dalam fatwa, di antaranya adalah :
1️⃣ Harus memiliki keahlian ilmu untuk berfatwa.
Qultu : Jika merujuk kepada syarat mujtahid yang memberikan fatwa dalam kitab "Al-Waraqat" nya Imam Al-Juwainiy maka harus berilmu tentang Ayat-ayat ahkam di Qur'an, Hadits-hadits ahkam, Bahasa Arab, Ushul Fiqh dan Furu' Fiqh walau dalam 1 mazhab.
2️⃣ Harus ikhlas dalam fatwa
3️⃣ Semangat untuk berpegang dengan dalil, karena hakikatnya manusia diminta pertanggung-jawaban atas ijabah nya terhadap dakwah Nabi صلى الله عليه وسلم sebagaimana dalam firman Allah :
ويوم يناديْهِم فيقول ما ذا أجبتم الرسلين
Dan jika para ulama berselisih maka perhatikanlah ucapan kalangan muhaqqiqin dari deretan para ulama seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan yang semisal.
4️⃣ Harus objektif dan pertengahan dalam fatwa. Ia harus fokus dalam mencari hukum Allah terhadap perkara. Sebagian manusia senantiasa fatwanya haram terus. Sebagian yang lain fatwa selalu boleh, semua-semua boleh, maka kedua sisi tersebut adalah tidak tepat.
5️⃣ Perlahan dan tidak tergesa dalam berfatwa terutama dalam "Masail mustajiddah" = masalah-masalah kontemporer yang tidak pernah terjadi di masa dahulu dan baru ada di masa modern.
Qultu : Untuk masalah seperti ini diperlukan kepiawaian dalam Qiyas, rukun-rukunnya proses mencari illat dalam qiyas dan kejelian meneliti sifat-sifat dalam masalah kontemporer karena mau tidak mau ia harus mengqiyaskan kepada bahasan ulama terdahulu yang telah terjadi.
6️⃣Harus melihat kepada maqashid syar'iyyah. Misalnya dalam Fiqh ada masalah aurat wanita dimana sebagian mazhab mengatakan bahwa aurat sesama wanita adalah pusar hingga lutut dan ia harus melihat secara maqashid syar'iyyah jika ia menyampaikan hal seperti ini di kalangan orang-orang yang telah rusak akhlaknya maka ini pendapat yang bisa semakin merusak akhlak para wanita.
7️⃣ Mempergunakan berbagai wasilah teknologi baik dalam belajar, berdakwah dan keperluan maslahat lainnya.
8️⃣ Memulai dengan yang paling penting baru kemudian yang penting. Dan yang paling penting adalah Ilmu Aqidah kemudian Fiqh terutama terkait hal-hal yang wajib seperti shalat, zakat, puasa dan lainnya.
9️⃣ Masalah-masalah yang pelik maka hendaknya dialihkan kepada para Ulama Kibar.
Di antara pertanyaan yang dilayangkan kepada Syaikh Sa'ad Khaslan حفظه الله تعالى ada beberapa pertanyaan menarik di antaranya:
Apakah boleh seorang Ustadz atau Syaikh menyampaikan fatwa yang berlawanan dengan kebijakan dan fatwa yang dipegang oleh Pemerintah suatu negeri?
Maka beliau menjawab bahwa yang semestinya tidak patut bagi seorang Syaikh atau Ustadz yang itu berlawanan dengan fatwa kebanyakan para Ulama dan yang dipegang oleh Pemerintah suatu negeri karena hal tersebut nantinya akan menyebabkan perpecahan dan keributan pada kaum muslimin. Dan perselisihan tersebut adalah buruk dan sepatutnya adalah mengikuti dan menyebarkan fatwa yang difatwakan oleh kebanyakan para Ulama dan yang diamalkan oleh Pemerintah negeri tersebut. Kalaulah syaikh atau ustadz tersebut memiliki pendapat yang berbeda maka hendaknya tidak menyebarkan fatwanya dan silakan ia mengamalkannya untuk dirinya sendiri.
Qultu : Terkait jawaban Syaikh terdapat kisah dimana Utsman رضي الله عنه pernah di suatu masa haji menyempurnakan shalat 4 rakaat. Padahal Nabi صلى الله عليه وسلم begitu pula Abu Bakar رضي الله عنه dan Umar رضي الله عنه senantiasa shalat qashar 2 rakaat. Lalu Ibnu Mas'ud ditanya perihal demikian maka beliau jawab :
الخلاف شر
"Berselisih itu buruk" (Atsar riwayat Al-Bukhariy: 1084, Muslim: 695 dan Ahmad : 3593) yakni beliau tetap mengisyaratkan shalat di belakang Utsman dengan 4 rakaat.
Bagaimana yang terbaik dalam mengajarkan Fiqh kepada kaum muslimin apakah dengan mazhab tertentu atau tidak? Maka Syaikh menjawab bahwa itu perlu perincian. Adapun jika itu dalam rangka mengajarkan para penuntut ilmu maka hendaknya di atas metode mazhab tertentu dan seorang penuntut ilmu tidak akan berkembang sesuai ta'shil ilmu yang bagus kecuali dengan metode salah satu mazhab namun ia tidak ta'ashub kepada mazhab tersebut, dan nanti setelah ia mumpuni dalam Fiqh maka silakan ia mentarjih dari aqwal mazhab-mazhab yang ada. Adapun pengajaran orang-orang awam maka tidak perlu untuk berada di mazhab tertentu dan yang terpenting adalah memberikan simpulan dan dalilnya.
Bagaimana menyikapi perselisihan antara Du'at dan Masyaikh dimana mereka berselisih secara terang-terangan bahkan di sosial media. Maka wasiat Syaikh حفظه الله تعالى bahwasanya hendaknya para Da'i tidak berselisih dan sepatutnya mereka saling tolong menolong dalam rangka dakwah ke jalan Allah. Terlebih jika berselisih dan sampai saling tabdi', saling tahdzir maka tidak sepatutnya demikian akhlak seorang da'i. Sepatutnya ia menyebarkan dan mengamalkan akhlak orang-orang yang beriman. Jika ada kesalahan dari seorang Da'i ia hendaknya tidak menyebarkannya di kalangan umum akan tetapi menyampaikan nasihat antara dia dengan da'i tersebut sebisa mungkin. Kalaulah diharuskan menyanggahnya di khalayak ramai dan disebarkan sepatutnya ia tetap menggunakan adab yang bagus dalam menyanggah dengan menyematkan pujian-pujian kepada da'i tersebut lalu fokus pada substansi masalah.
Ustadz varian Ghani harima