Kamis, 30 Januari 2020

BERSEDEKAP ATAU IRSAL PADA SAAT I’TIDAL?

BERSEDEKAP ATAU IRSAL PADA SAAT I’TIDAL?

Pembahasan kali ini adalah berkaitan tata cara sholat pada saat I’tidal, yakni berkaitan posisi tangan pada saat I’tidal apakah tangannya bersedekap sebagaimana pada saat seorang berdiri sebelum ruku’ atau ia meng-irsal-kan tangannya, yaitu tidak bersedekap? Sesuai dengan yang kami ketahui bahwa perkara ini adalah sunah dari sunah-sunah sholat lainnya, sehingga yang mana saja seorang melakukannya, sholatnya tetap sah dan terlalu berlebihan jika dijadikan sebagai ajang perselisisihan.

Fiimaa Na’lam bahwa tidak ada dalil yang shahih dan tegas dari hadits Nabawi yang menunjukkan bagaimana posisi tangan ketika I’tidal. Berikut pembahasan permasalahan ini :
A. Pendapat yang Mengatakan Disunahkan untuk Bersedekap
Dalil para ulama yang mengatakan disunahkannya berdekap ketika I’tidal adalah :
1. Hadits Sahl bin Sa’ad rodhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Shahihnya (no. 740) kata beliau :

كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِى الصَّلاَةِ
“Manusia diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan diatas lengan kiri ketika sholat”.

Al-'Alamah Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin dalam salah satu pelajarannya berkata :
ووجه الدلالة : أن قوله : ( في الصلاة ) يعم جميع أجزائها ، فيخرج منه : الركوع ، لأن وضع اليد على الركبتين ، والسجود لأن اليد على الأرض ، والجلوس لأن اليد على الفخذين ، فيبقى القيام قبل الركوع والقيام بعد الركوع ، وهذا اختيار شيخنا عبد العزيز بن باز .
“sisi pendalilannya adalah ucapan ‘Fii ash-Sholat’, maka ini umum mencakup semua bagiannya, namun keluar dari keumuman tersebut yakni, ketika ruku’, karena tangan sedang memegangi kedua lutut, lalu ketika sujud, karena tangan sedang menempel ke tanah, dan ketika duduk, pada waktu itu tangan sedang diatas kedua paha. Maka tersisa kondisi ini ketika berdiri sebelum ruku’ dan sesudah ruku’. Ini adalah pilihan syakhunaa Abdul Aziz bin Baaz”.
Perkataan serupa dikatakan oleh asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam beberapa kitab dan fatwanya.

2. Hadits Wail bin Hujr rodhiyallahu anhu dalam riwayat Imam Nasa’i, dishahihkan oleh Imam Al Albani dan Imam bin Baz, bahwa beliau rodhiyallahu anhu berkata :

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا كَانَ قَائِمًا فِى الصَّلاَةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ
“aku melihat Rasulullah sholallahu alaihi wa salam ketika berdiri dalam sholat tangan kanannya menggenggam tangan kirinya (bersedekap-pent.)”.

Sisi pendalilannya dikatakan asy-Syaikh bin Baz rahimahullah dalam “Majmu Fatawanya”  :
وليس فيه تفريق بين القيام الذي قبل الركوع والذي بعده ، فاتضح بذلك شمول هذا الحديث للحالين جميعا
“dalam hadits ini tidak ada perbedaan antara berdiri sebelum ruku’ dan sesudahnya (pada saat I’tidal-pent.), maka jelaslah hal ini bahwa hadits ini mencakup keadaan pada saat sebelum dan sesudah ruku'”.

3. Para ulama ketika menyebutkan hikmah bersedekap ketika sholat adalah untuk kekhusyu’kan dan mencegah tangan untuk bermain-main ketika tidak bersedekap. Demikian perkataan asy-Syaikh bin Baz rahimahullah dalam fatwanya.

B. Pendapat yang Mengatakan Tangan dalam Posisi Irsal
Para ulama yang mengatakan bahwa posisi tangan dengan irsal, sebagaimana diwakili oleh Imam Al Albani, alasannya karena tidak ada dalil yang jelas dan shahih bahwa posisi tangan pada saat I’tidal dengan bersedekap, sebagaimana yang dikatakan oleh pendapat ulama yang pertama. Imam Al Albani dalam “Ashlu Sifat Sholat Nabi” (2/701-cet. Maktabah al-Ma’arif) berkata :
ولست أشك في أن وضع اليدين على الصدر في هذا القيام بدعة ضلالة؛ لأنه لم يرد مطلقاً في شيء من أحاديث الصلاة – وما أكثرها! -، ولو كان له أصل؛ لنقل إلينا ولو عن طريق واحد، ويؤيده أن أحداً من السلف لم يفعله، ولا ذكره أحد من أئمة الحديث فيما أعلم.
“aku tidak ragu lagi bahwa meletakkan kedua tangan di dada pada saat berdiri (I’tidal) adalah bid’ah dholalah, karena tidak datang dalilnya secara mutlak dalam hadits-hadits sholat –padahal hadits tentang sholat sangat banyak-, seandainya amalan ini memiliki asal, tentu akan dinukilkan kepada kita, sekalipun dari satu jalan, hal ini dikuatkan juga bahwa tidak ada seorang ulama salaf yang mengerjakannya dan tidak disebutkan oleh seorang Aimah hadits pun, sepanjang yang saya ketahui”.

Yang menunjukkan bahwa pada saat I’tidal posisi tangan dengan irsal adalah hadits Rifa’ah bin ar-Roofi’ Rodhiyallahu ‘anhu tentang orang yang salah sholatnya, didalamnya Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam bersabda :

فَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا
“jika engkau bangkit dari ruku’, maka luruskan tulang punggungmu, hingga tulang kembali ke persendiannya” (HR. Ahmad dan selainnya, dishahihkan oleh Imam Al Albani dan asy-Syaikh Syu’aib Arnauth).

Imam ar-Rofi’I dalam “Fathul Aziiz Syarah al-Wajiiz” (3/403-cet. Daarul Fikr) dan juga Imam Nawawi dalam “Raudhotut Tholibin” (1/252-cet. Al-Maktabatul Islamiy) berkata :
وَيُسْتَحَبُّ عِنْدَ الِاعْتِدَالِ رَفْعُ الْيَدَيْنِ حَذْوَ الْمَنْكِبَيْنِ، عَلَى مَا تَقَدَّمَ مِنْ صِفَةِ الرَّفْعِ، وَيَكُونُ ابْتِدَاءُ رَفْعِهِمَا، مَعَ ابْتِدَاءِ رَفْعِ الرَّأْسِ. فَإِذَا اعْتَدَلَ قَائِمًا حَطَّهُمَا
“dianjurkan ketika I’tidal untuk mengangkat kedua tangannya sejajar bahu –sesuai dengan sifat mengangkat yang terdahulu-, ia mulai mengangkat kedua tangan bersamaan kepala bangkit dari ruku’, ketika ia sudah beri’tidal berdiri, diluruskan kedua tangannya”. -selesai-.

Dari pemaparan kedua pendapat tersebut, maka kami memandang bahwa dalam masalah ini ada keluasan dan yang mana saja seorang melakukannya, maka sholatnya tetap sah, Imam Ahmad sebagaimana diriwayatkan oleh anaknya Shoolih bin Imam Ahmad pernah menjawab :
إن شاء؛ أرسل يديه بعد الرفع من الركوع، وإن شاء؛ وضعهما
“jika mau, ia mengirsalkan tangannya ketika I’tidal dan jika mau, ia bersedekap” (Ashlu sifat sholat).  

Namun saya pribadi lebih condong untuk mengikuti pendapat Syafi’yyah yang meng-irsal-kan kedua tangan ketika I’tidal, karena tidak datang dalil yang shahih dan shorih (jelas) untuk bersedekap ketika I’tidal, sehingga kembali ke asal bahwa tangan diluruskan yakni irsal. Wallahu A’lam.

Abu Sa'id Neno Triyono

Dan yang luar biasa dan menakjubkannya. Ketika Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjadi imam sholat dari Syaikh Al-Albani. Maka Syaikh Al-Albani sbagai makmum pun bersedekap sebagaimana Syaikh Abdul Aziz bin Baz bersedekap. Ini membuat keheranan bagi yg sholat di sebelah Syaikh Al-Albani. Padahal kita tau Syaikh Al-Albani membid'ahkan bersedekap setelah ruku'. Tapi begitulah para ulama kita rahimahumullah. Semakin luas ilmu mereka semakin rendah hati dan lapang dada mereka.
Al akh Yusri Triadi 

Ya itu diceritakan oleh asy-Syaikh Falah Mandakar hafizhahullah
Abu Sa'id Triyono