Rabu, 27 November 2024

Kenajisan bulu babi

Kenajisan bulu babi 

Ada seorang ibu-ibu yang udah lama banget was-was tentang kuas yang terbuat dari bulu babi. Suaminya kerja tiap harinya memakai kuas itu. Dan sudah disuruh ganti kuas, tapi balik lagi ke kuas dengan bahan bulu babi. Sampai si ibu tiap hari was-was najis, dan barusan tiba-tiba chat lagi bilang seperti hilang arah hidup. 

Gini. 

1. Bulu babi ini menurut mayoritas ulama hukumnya najis. Tapi dari madzhab Maliki berpendapat suci. Baik bulu itu diambil saat babinya masih hidup atau sudah mati. Kecuali yang dicabut sampai ada daging yang ikut tercabut, atau misal darah, atau gajih. Maka ujungnya di hukumi najis. 

2. Bagaimana kalau kita tidak tau bahwa kuas itu diujungnya ada daging yang tercerabut atau tidak? 

Hemat saya, baik saat pencabutan tersebut ada dagingnya ataupun tidak ada, pastinya ketika dibuat kuas, dalam prosesnya, pasti sudah dibersihkan dulu dari daging ataupun darah yang ikut tercerabut. 

3. Kalau misal udah jadi kuas dan bener-bener ada daging diujungnya, dan udah dibuat ngecat berbagai barang gimana? 

Ga masalah juga. Bisa ikut pendapat madzhab Maliki yang menyatakan mensucikan najis itu sunah. Dalam arti walaupun di benda itu ada najis, kita pegang saat badan kita basah, ga masalah. Atau najis itu ada di pakaian, juga ga masalah. Atau najis itu ada di tempat shalat, juga ga masalah. 

Jadi, mengikuti keterangan ini. Tidak perlu khawatir dan was-was lagi najisnya menyebar, karena itu hanya dugaan. Bahkan toh kalaupun bener-bener menyebar, kita tau pasti, kita melihatnya, maka tetap tidak masalah dengan mengikuti keterangan madzhab Maliki. 

Eh, bukannya kita madzhab Syafi'i ya? Apa boleh ikut madzhab Maliki? 

Boleh saja, apalagi kita orang awam yang oleh ulama dihukumi tidak punya madzhab, dan tidak wajib menetapi satu madzhab. Asal apa yang kita lakukan sudah sesuai dengan pendapat ulama yang boleh diikuti (mu’tabar), maka yang kita lakukan sudah sah. Walaupun kita sama sekali tidak niat mengikuti pendapat itu. 

Dan juga seperti dikutip oleh banyak ulama dalam kitabnya, bagi orang was-was maka dianjurkan ikut pendapat mudah. Bahkan bisa jadi wajib ikut pendapat mudah, supaya was-wasnya cepat sembuh. 

Adanya ketentuan ini bukan berarti tidak wajib belajar bagi orang awam, bagaimanapun juga tetap wajib belajar.

Buat ibuknya yang was-was, dan orang-orang yang terkena was-was, semoga Allah berikan kesembuhan dengan segera, sehingga bisa menikmati ibadah dan hidup setiap harinya. 

Wallahu ta'ala a'lam bis shawab
Ustadz M syihabudin