Jumat, 09 Agustus 2024

ULIL AMRI TIDAK BERHUKUM DENGAN HUKUM ALLAH, THAGHUT?

Jika antum ingin pilih guru dan teman diantara jalannya adalah lihat circle dan folower dia yg gemar memujinya dan menyanjungnya itu siapa saja... jika harakiyin, takfiriyin, maka walau dia mengaku salafy sekalipun sebaiknya tinggalkan cari selamat jangan menantang syubhat. 

Jangan tertipu dengan sebagian fudhalaa' yg berteman denganya.

Cari yg jelas aja
Wabillahit taufiiq.

ULIL AMRI TIDAK BERHUKUM DENGAN HUKUM ALLAH, THAGHUT?

Ulama salaf dalam menghukumi penguasa muslim yang tidak berhukum dengan hukum Allah dirinci terlebih dahulu. Tidak langsung mengatakan penguasa thoghut, penguasa kafir atau penguasa murtad. Tidak sebagaimana iy dan konco-konconya. 

Jika si penguasa tidak menerapkan hukum islam, karena berkeyakinan bahwa hukum buatan manusia itu SAMA dengan hukuman buatan Allah atau berkeyakinan bahwa hukum buatan manusia LEBIH BAIK daripada hukum buatan Allah, maka si penguasa ini bukan lagi ulil amri.

Akan tetapi, jika si penguasa ini tidak menerapkan hukum Allah, namun dia masih berkeyakinan bahwa HUKUM ALLAH LEBIH BAIK dan lebih adil, namun karena alasan-alasan tertentu, dia tidak bisa menerapkan hukum Allah, maka dia tidak kafir dan tidak boleh memberontak kepadanya.

Syeikh Bin Baaz rahimahullah ditanya :

الحكام الذين لا يطبقون شرع الله في بلاد الله هل هؤلاء كفار على الإطلاق؟ مع أنهم يعلمون بذلك، وهل هؤلاء لا يجوز الخروج عليهم؟ وهل موالاتهم للمشركين والكفار في مشارق الأرض ومغاربها يكفرهم بذلك؟

Penguasa yang tidak menerapkan syariat Allah di negeri Allah, apakah mereka ini kafir secara mutlak dimana mereka mengetahui akan hal ini? Apakah tidak boleh memberontak kepada mereka? Dan apakah bentuk loyalitas mereka terhadap kaum musyrikin dan kafirin baik di bagian timur dan barat, mereka bisa dianggap kafir karenanya?

Beliau menjawab :

هذا فيه تفصيل عند أهل العلم، وعليهم أن يناصحوهم ويوجهوهم إلى الخير ويعلموهم ما ينفعهم ويدعوهم إلى طاعة الله وطاعة رسوله وإلى تحكيم الشريعة وعليهم المناصحة؛ لأن الخروج يسبب الفتن والبلاء وسفك الدماء بغير حق، ولكن على العلماء والأخيار أن يناصحوا ولاة الأمور ويوجهوهم إلى الخير ويدعوهم إلى تحكيم شريعة الله لعل الله يهديهم بأسباب ذلك،

Dalam hal ini ada perinciannya menurut para ulama. Yang wajib atas mereka adalah menasehati dan mengarahkan penguasa tersebut kepada kebaikan, dan mengajarkan mereka kepada hal-hal yang bermanfaat serta mengajak mereka untuk menaati Allah dan Rasul-Nya,  mengajaknya utk berhukum dengan syariat, dan wajib untuk saling menasehati.

Karena pemberontakan itu adalah sebab fitnah, bencana dan tertumpahnya darah tanpa hak. Akan tetapi wajib bagi para ulama dan orang-orang terpilih untuk menasehati ulil amri dan mengarahkan mereka kepada kebaikan, mengajak mereka untuk berhukum dengan syariat Allah agar semoga Allâh memberi mereka petunjuk oleh sebab ini.

والحاكم بغير ما أنزل الله يختلف، فقد يحكم بغير ما أنزل الله ويعتقد أنه يجوز له ذلك، أو أنه أفضل من حكم الله، أو أنه مساوٍ لحكم الله، هذا كفر، وقد يحكم وهو يعرف أنه عاص ولكنه يحكم لأجل أسباب كثيرة؛ إما رشوة، وإلا لأن الجند الذي عنده يطيعونه أو لأسباب أخرى هذا ما يكفر بذلك مثل ما قال ابن عباس: كفر دون كفر وظلم دون ظلم.

أما إذا استحل ذلك ورأى أنه يجوز الحكم بالقوانين وأنها أفضل من حكم الله أو مثل حكم الله أو أنها جائزة، يكون عمله هذا ردة عن الإسلام حتى لو كان ليس بحاكم، حتى لو هو من أحد أفراد الناس، لو قلت إنه يجوز الحكم بغير ما أنزل الله فقد كفرت بذلك، ولو أنك ما أنت بحاكم، ولو أنك ما أنت الرئيس.

Penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah itu berbeda-beda

Ada kalanya dia berhukum dengan selain hukum Allâh dan meyakini bahwa hal ini diperbolehkan baginya, atau meyakininya lebih utama dari hukum Allâh, atau sama dengan hukum Allah, maka yang demikian ini kafir.

Adakalanya penguasa berhukum dalam keadaan dia tahu bahwa dirinya berdosa, namun ia tetap berhukum lantaran sebab yang bermacam-macam, bisa jadi karena suap, yang mana inilah yang menyebabkan tentaranya menaatinya, ataupun sebab lainnya. Hal ini tidak sampai mengkafirkannya, seperti yang diutarakan oleh Ibnu Abbas : kufrun duna kufrin dan zhulmun duna zhulmin.

Adapun jika ia sampai menghalalkannya, atau beranggapan bolehnya berhukum dengan undang-undang positif atau menganggapnya lebih utama dari hukum Allah, atau sama dengan hukum Allah, atau boleh, maka perbuatannya ini telah murtad dari Islam walaupun orang tersebut bukan lah penguasa, meskipun dia hanyalah seorang individu biasa.

Seandainya kamu mengatakan boleh berhukum dengan dengan selain hukum Allâh, maka kamu telah kafir karenanya. Walaupun kamu bukan penguasa ataupun presiden.

الخروج على الحكم محل نظر فالنبي صلى الله عليه وسلم قال: «إلا أن تروا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان» (أخرجه البخاري في كتاب الفتن، باب قول النبي صلى الله عليه وسلم: «سترون..» برقم 7056)، وهذا لا يكون إلا إذا وجدت أمة قوة تستطيع إزالة الحكم الباطل. 

أما خروج الأفراد والناس العامة الذين يفسدون ولا يصلحون فلا يجوز خروجهم، هذا يضرون به الناس ولا ينفعونهم.

Melakukan pemberontakan terhadap penguasa itu kondisinya ketat, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Kecuali sampai kalian melihat kekufuran yng nyata, dan kalian memiliki bukti yang nyata akan kekafiran tersebut.”

Dan  hal ini juga tdk bisa terealisasi melainkan dengan kekuatan yang dimiliki oleh umat yang mampu utk menggulingkan penguasa yang batil.

Adapun pemberontakan beberapa individu atau orang-orang secara umum, yang berbuat kerusakan dan tidak memberikan kebaikan, Maka tidak boleh memberontak bersama mereka, karena hal ini memadharatkan manusia tdk memberi manfaat. Sumber : https://binbaz.org.sa/fatwas/20165/التفصيل-في-الحاكم-اذا-حكم-بغير-ما-انزل-الله

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : 

Apakah hukum taat kepada penguasa yang tidak berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Beliau menjawab :

Ketaatan kepada penguasa yang tidak berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya hanya wajib dilakukan pada selain berbuat maksiat kepada Allah dan RasulNya namun tidak wajib memeranginya karena hal itu bahkan tidak boleh kecuali bila sudah mencapai batas kekufuran, maka ketika itu wajib menentangnya dan dia tidak berhak ditaati kaum muslimin.

Dan berhukum kepada selain apa yang ada di dalam Kitabullah dan Sunnah RasulNya mencapai tingkat kekufuran bila mencukupi dua syarat:

1. Mengetahui hukum Allah dan RasulNya. Jika dia tidak mengetahuinya, maka tidak kafir karena menyelisihinya.

2. Faktor yang mendorongnya berhukum kepada selain apa yang diturunkan Allah adalah keyakinan bahwa ia adalah hukum yang tidak relevan lagi dengan masa dan yang selainnya lebih relevan lagi darinya dan lebih berguna bagi para hambaNya.

Dengan dua syarat ini, berhukum kepada selain apa yang diturunkan Allah adalah merupakan kekufuran yang mengeluarkan dari agama ini. Hal ini berdasarkan firmanNya,

“Barangsiapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir.” [Al-Ma’idah/5 : 44]

Wewenangnya sebagai penguasa menjadi batal, manusia tidak boleh lagi taat kepadanya, wajib memerangi dan mendongkel kekuasaannya.

Sedangkan bila dia berhukum kepada apa yang diturunkan Allah sementara dia meyakini bahwa berhukum kepadanya adalah wajib dan lebih memberikan maslahat bagi para hambaNya akan tetapi dia menyelisihinya karena terdorong hawa nafsu atau ingin berbuat kezhaliman terhadap orang yang dijatuhi hukuman; maka dia bukan kafir akan tetapi sebagai orang yang fasiq atau zhalim, wewenangnya masih berlaku, menaatinya pada selain berbuat maksiat kepada Allah dan RasulNya masih wajib, tidak boleh memerangi atau mendongkel kekuasaannya dengan paksa (kekuatan) dan tidak boleh pula membangkang terhadapnya karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang pembangkangan terhadap para pemimpin umat kecuali kita melihat kekufuran yang nyata sementara kita memiliki bukti berdasarkan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala. [Majmu’ Fatawa Wa Rasa’ il Syaikh ibn Utsaimin, Juz.ll, h. 147-148].

Ada sekelompok orang, tidak mentaati penguasa muslim sekalipun dalam perkara yang makruf, dengan alasan penguasa tidak menerapkan hukum Allah secara totalitas. Kalau demikian pendapatnya, keluarlah dan pindahlah dari negeri tersebut.

Syaikh Shalih Al Fauzan hafidzohullôh ditanya:

هناك من يقول إن طاعة ولي الأمر واجب فقط في البلاد الذي يحكم بالشريعة وأن هناك بلدانا أخرى لا تحكم بالشريعة، فما حكم السمع والطاعة في تلك البلاد التي تحكم بالقوانين الوضعية؟

"Ada yang berkata bahwa ketaatan kepada penguasa hanya wajib di negeri yang berhukum dengan syariat Islam. Dan di sana ada negeri-negeri lain yang tidak berhukum dengan syariat Islam, maka bagaimana hukumnya mendengar dan taat pada penguasa di negeri-negeri tersebut, yang mana mereka berhukum dengan hukum buatan manusia?"

Jawab:

إذا لم تطع ولي أمر هذه البلاد، فانتقل منها، انتقل منها، كيف تبقى فيها، وأنت ما تطيع ولي الأمر؟! وتخالف وتعصي، لا تبقى فيها، نعم.

"Jika engkau tidak mau taat penguasa di negeri tersebut, maka pindahlah dari negeri tersebut. Pindah saja. Kenapa masih di sana, sedangkan engkau tidak taat pada penguasanya? Dan engkau menyelisihi serta tidak menurutinya? Maka jangan bertahan di situ. Na'am. Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/14184

Tulisan ust Abu Fadhel 
AFM
Copas dari berbagai sumber

Bahasan terkait
Presiden Syirik Akbar? 
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1830847843921141&id=100009878282155&mibextid=UyTHkb