Senin, 26 Agustus 2024

APAKAH MENENTUKAN HARI TERTENTU UNTUK KAJIAN TERMASUK BID’AH ?

APAKAH MENENTUKAN HARI TERTENTU UNTUK KAJIAN TERMASUK BID’AH ?

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: 

“Kami mohon penjelasan dari Anda mengenai apakah menetapkan jadwal rutin mingguan untuk menyampaikan ceramah agama atau mengadakan halaqah ilmu termasuk bid'ah yang dilarang, mengingat menuntut ilmu adalah ibadah, sedangkan Rasulullah ﷺ tidak menentukan waktu tertentu untuk ibadah ini. 

Sehubungan dengan itu, apakah jika sekelompok saudara sepakat untuk berkumpul di masjid pada malam tertentu setiap bulan untuk melaksanakan shalat malam, hal itu termasuk bid'ah? Mohon berikan dalil atas hal tersebut. Jazakumullahu khairan.”

Beliau rahimahullah menjawab:

“Menentukan hari tertentu secara rutin untuk menyampaikan ceramah atau mengadakan halaqah ilmu tidak termasuk bid'ah yang dilarang, tetapi hal ini diperbolehkan, sebagaimana penetapan hari tertentu di sekolah-sekolah dan institut-institut untuk pelajaran fikih, tafsir, atau yang sejenisnya.

Tidak diragukan bahwa menuntut ilmu syar’i adalah bagian dari ibadah, tetapi penentuan waktunya pada hari tertentu mengikuti apa yang dianggap maslahat. Termasuk maslahat bahwa hari tertentu ditetapkan agar orang-orang tidak bingung. Menuntut ilmu bukanlah ibadah yang waktunya terbatas, melainkan disesuaikan dengan maslahat dan waktu luang yang ada.

Namun, jika hari tertentu dikhususkan hanya untuk menuntut ilmu dengan keyakinan bahwa hari itu memiliki keistimewaan khusus untuk menuntut ilmu, maka hal ini adalah bid'ah.

Adapun kesepakatan sekelompok orang untuk berkumpul pada malam tertentu setiap bulan untuk melaksanakan shalat malam secara berjamaah, ini termasuk bid'ah, karena melaksanakan shalat malam secara berjamaah tidak disyariatkan kecuali jika dilakukan sesekali tanpa disengaja, sebagaimana yang terjadi pada Nabi ﷺ dengan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma.”

Ditulis oleh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pada 28/5/1415 H.

(Disadur dari "Majmu' al-Fatawa" (26/182)).

Sumber: https://islamqa.info/amp/ar/answers/406634

Ustadz didik suyadi