Kamis, 01 Agustus 2024

Tahdzir Itu Adalah Nasihat, dan Bagian dari Amar Ma’ruf Nahi Munkar untuk Menjaga Agama dari Penyimpangan

Tahdzir Itu Adalah Nasihat, dan Bagian dari Amar Ma’ruf Nahi Munkar untuk Menjaga Agama dari Penyimpangan

Tahdzir, yaitu memperingatkan kaum muslimin dari penyimpangan yang disebarkan oleh sebagian orang, adalah hal yang disyari’atkan dalam Islam dalam rangka menjaga agama ini dari berbagai penyimpangan.

Dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من رأى منكم منكرا فليغيِّره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان.

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika dia tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya, dan itu adalah iman yang paling lemah.” [1]

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk mengingkari dan menghentikan kemungkaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Oleh karena itu, selama tahdzir tersebut dibangun di atas ilmu dan hujjah, sehingga yang diingkari tersebut memang adalah sebuah penyimpangan, maka ini adalah kewajiban dan amanah yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada orang yang telah mengetahui ilmunya untuk mengingkari penyimpangan tersebut dan menjelaskan bantahannya kepada kaum muslimin.

Selain itu, tahdzir adalah bagian dari nasihat kepada orang yang menyebarkan penyimpangan agar berhenti untuk tidak lagi menyebarkannya, dan juga nasihat kepada kaum muslimin agar berhati-hati terhadap penyimpangan tersebut.

Dari Tamim ibn Aus ad-Dariy radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الدين النصيحة، قلنا: لمن؟ قال: لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم.

“Agama itu adalah nasihat.” Kami berkata, “Kepada siapa?” Beliau bersabda, “Kepada Allah, kepada Kitab-Nya, kepada Rasul-Nya, kepada pemimpin kaum muslimin, dan keumuman kaum muslimin.” [2]

Tentang hadits ini, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

وإذا كان النصح واجبا في المصالح الدينية الخاصة والعامة، مثل نقلة الحديث الذين يغلطون أو يكذبون، كما قال يحيى بن سعيد: سألت مالكا والثوري والليث بن سعد – أظنه – والأوزاعي عن الرجل يتهم في الحديث أو لا يحفظ؟ فقالوا: بين أمره، وقال بعضهم لأحمد بن حنبل: إنه يثقل علي أن أقول فلان كذا وفلان كذا، فقال: إذا سكت أنت وسكت أنا فمتى يعرف الجاهل الصحيح من السقيم؟

“Jika nasihat itu wajib pada kemashlahatan agama baik secara khusus ataupun umum, seperti para perawi hadits yang salah dalam periwayatannya atau bahkan berdusta, sebagaimana perkataan Yahya ibn Sa’id, ‘Aku bertanya kepada Malik, ats-Tsauriy, al-Laits ibn Sa’d, dan al-Auza’iy tentang orang yang ada catatan buruk tentang hadits yang dia riwayatkan atau orang yang tidak hafal hadits?’ Maka mereka berkata, ‘Jelaskanlah kondisi orang tersebut.’ Dan perkataan sebagian orang kepada Ahmad ibn Hanbal, ‘Berat bagiku untuk berkata bahwa Fulan begini dan Fulan begitu.’ Maka beliau berkata, ‘Jika engkau diam dan aku diam, maka kapan orang jahil akan mengetahui mana yang shahih dan mana yang lemah?’” [3]

Oleh karena itu, wajib bagi orang yang berilmu dan orang yang telah mengetahui ilmunya untuk memperingatkan kaum muslimin dari penyimpangan yang tersebar. Jika tidak ada yang berbicara tentang penyimpangan tersebut, maka bagaimana kaum muslimin akan mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil? Justru tahdzir itu disyari’atkan dalam Islam dengan tujuan untuk menjaga agama ini dari orang-orang yang berusaha untuk menambah atau mengurangi syari’at yang telah sempurna ini.

Janganlah kita takut dengan celaan orang yang mencela dan hinaan orang yang menghina. Ingatlah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji generasi para sahabat di dalam al-Qur’an karena mereka melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

​​كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ

“Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan kepada manusia. Kalian memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar, dan kalian beriman kepada Allah.” [4]

Ustadz Dr. Andy Octavian Latief
Artikel andylatief.com

https://andylatief.com/2024/08/02/tahdzir-itu-adalah-nasihat-dan-bagian-dari-amar-maruf-nahi-munkar-untuk-menjaga-agama-dari-penyimpangan/

Footnotes:
1. Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 49).
2. Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 55).
3. Majmu’ Fatawa Syaikhil-Islam Ibn Taimiyyah, dikompilasi oleh ‘Abdur-Rahman ibn Muhammad ibn Qasim (28/231).
4. Surat Ali ‘Imran: 110.