Senin, 19 Juli 2021

PRIORITAS SEDEKAH WANITA

PRIORITAS SEDEKAH WANITA

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).

Jika wanita hendak bersedekah, maka perhatikan prioritas urutan berikut ini.

1. Qarābiyyah (القرابية)
2. Jiwāriyyah (الجوارية)
3. Ajnabiyyah (الاجنبية)

Maksud qarābiyyah adalah  kekerabatan. Maksudnya, kerabat adalah prioritas pertama. Jadi, selama masih ada kerabat yang butuh maka utamakan sedekah diberikan kepada kerabat. Sedekah kepada kerabat menjadi prioritas pertama karena sedekah jenis ini pahalanya dua kali, yakni pahala sedekah dan pahala silaturahmi.

Maksud jiwāriyyah adalah ketetanggaan. Jadi, prioritas kedua setelah kerabat adalah tetangga. Tetangga menjadi prioritas karena ada syariat ḥusnul jiwār (Bertetangga baik). Selama tetangga masih ada yang butuh, maka sedekah jangan diberikan kepada orang lain.

Maksud ajnabiyyah adalah orang lain. Jadi, sedekah kepada orang lain adalah prioritas terakhir. Jika kerabat sudah beres, tetangga juga tidak ada yang butuh, maka sedekah bisa diberikan kepada orang lain.

Jika memakai bahasa sederhana, prioritas sedekah untuk wanita berbunyi, “Utamakan kerabat, lalu tetangga, baru orang lain”.

Masing-masing dari tiga prioritas itu masih perlu dirinci lagi.

RINCIAN PRIORITAS KERABAT

Kerabat itu jangkauannya luas dan kondisi mereka berbeda-beda. Oleh karena itu harus dijelaskan juga bagaimana prioritas sedekah kepada kerabat.

Rumus sederhananya, ikuti urutan berikut ini,

1. Maḥramiyyah Nasab (محرمية النسب)
2. Zaujiyyah (الزوجية)
3. Gairu Maḥramiyyah (غير المحرمية)
4. Maḥramiyyah Raḍā‘ (محرمية الرضاع)
5. Maḥramiyyah Muṣāharah (محرمية المصاهرة)
6. Maulāwiyyah (المولوية)

Sederhananya, urutan di atas bisa diterjemahkan sebagai berikut.

“Dahulukan kerabat mahram daripada suami. Dahulukan suami daripada kerabat bukan mahram. Dahulukan kerabat bukan mahram daripada kerabat mahram karena persusuan. Dahulukan kerabat mahram persusuan daripada mahram karena perkawinan. Dahulukan kerabat mahram karena perkawinan daripada kerabat karena membebaskan budak.”

Penjelasan rincian dari masing-masing adalah sebagai berikut,

Makna Maḥramiyyah Nasab (محرمية النسب) adalah kemahraman karena nasab. Maksud mahram karena nasab adalah kerabat yang punya hubungan darah yang haram dinikahi, seperti putra, ayah, saudara, paman, kakek dan semisalnya. Kerabat yang termasuk mahram karena nasab harus menduduki prioritas utama dalam hal sedekah wanita. Jadi selama mereka masih ada maka mereka harus diutamakan.

Contoh kasus: Anak butuh makan, suami juga butuh makan. Dalam hal ini sedekah ke anak harus didahulukan daripada sedekah ke suami.

Contoh lain: ayah dan ibu butuh makan, suami juga butuh makan. Dalam hal ini, ayah dan ibu didahulukan daripada suami.

Mahram nasab dari pihak ayah kedudukannya sama dengan mahram nasab dari pihak ibu. Kedua-duanya punya hak setara untuk disedekahi istri, tanpa pengutamaan salah satu daripada yang lain.

Jika semua mahram nasab ada, maka yang harus mendapat prioritas adalah mahram yang wajib dinafkahi wanita (standar ‘iyāliyyah). Mahram yang wajib dinafkahi wanita secara harian saat wanita mampu adalah anak dan orang tua. Mahram yang lain kewajibannya hanya silaturahmi secara insidental (sesekali). Tidak bersifat harian. Tapi kewajiban menafkahi anak ini hanya berlaku saat wanita mampu, bapak anak tersebut tidak ada, dan tidak ada yang mengurus anak selain wanita tersebut. Itupun diikat syarat bahwa anak tersebut masih kecil atau miskin atau sakit menahun atau gila. Jika anak sudah besar maka gugur kewajiban. Kewajiban menafkahi orang tua juga diikat syarat bahwa orang tua miskin, atau sakit menahun atau gila. Jika sakit menahun atau gila tapi kaya, maka tidak wajib menafkahi. Jika anak dan orang tua sama-sama butuh, maka harta dibagi untuk mereka berdua. Jika hanya bisa salah satu, maka anak diutamakan.

Jika semua mahram tidak ada yang wajib dinafkahi, maka diutamakan yang paling butuh (standar iḥtiyājiyyah). Maksud butuh adalah orang terdesak secara ekonomi untuk memenuhi keperluan primernya. Bukan mereka yang punya utang karena maksiat atau karena bermewah-mewah, pamer, dan segala kemungkaran sejenis.

Jika ada sejumlah mahram yang butuh, maka diprioritaskan berikutnya adalah mahram yang saleh (standar ṣalāḥiyyah). Kesalehan inipun bertingkat-tingkat. Al-Gazzāli menyebut 4 sifat yang terkait kesalehan sebagai ukuran,

• Takwa dan zuhud
• Sibuk dengan ilmu
• Ahli syukur
• ‘Afif (menjaga kehormatan)

Orang saleh yang punya 4 sifat itu lebih layak diutamakn daripada yang punya 3 sifat. Yang punya 3 sifat lebih diutamakan daripada 2 sifat dan seterusnya.

Jika dari segi kesalehan setara, maka prioritas berikutnya adalah dari sisi kedekatan hubungan darah (standar aqrabiyyah). Jadi, sedekah kepada saudara lebih diutamakan daripada kepada paman, sedekah kepada anak lebih diutamakan daripada kepada keponakan dan seterusnya.

Jika semua standar di atas setara, maka diutamakan mahram yang paling keras permusuhannya. Sebab, sedekah jenis ini lebih dekat kepada ikhlas, karena tidak mengejar pujian orang yang disedekahi. Juga melawan keangkuhan diri yang biasanya sakit hati, lalu dendam dan tidak mau berbuat baik kepada yang menjahati. Juga karena memungkinkan yang memusuhi jadi lunak hatinya dan berubah dari benci menjadi cinta dan itu sungguh menjengkelkan setan. Sudah begitu pahalanya dua yakni pahala sedekah dan pahala silaturahmi.

Adapun zaujiyyah (الزوجية), maka maknanya adalah aspek sebagai pasangan hidup. Seorang istri juga dianjurkan bersedekah kepada suami jika memang suaminya miskin. Pahala bersedekah kepada suami itu sama seperti pahala bersedekah kepada kerabat mahram karena nasab, yakni pahala sedekah dan pahala silaturahmi. Di zaman Nabi ﷺ, ada seorang wanita bernama Zainab yang merencanakan bersedekah kepada suaminya yang bernama Ibnu Mas’ūd. Rencana ini dipuji Nabi ﷺ dan dijanjikan dua pahala itu. Ini menunjukkan bahwa pahala sedekah kepada suami disetarakan dengan pahala sedekah kepada kerabat. Oleh karena itu, para fukaha menggolongkan suami sebagai orang lain yang mulḥaq (diikutsertakan) kepada kerabat, karena ada dalil khusus seperti itu. Hanya saja, prioritas sedekah kepada suami statusnya dibawah prioritas sedekah kepada mahram nasab.

Adapun gairu mahramiyyah (غير المحرمية), maka yang dimaksud adalah kerabat yang bukan mahram seperti sepupu, sepupu ayah, sepupu kakek dan semisal dengan mereka. Cara memilih prioritas pada mereka mirip dengan sebelumnya yakni diutamakan yang butuh, lalu yang saleh, lalu yang paling dekat, lalu yang paling memusuhi. Prioritas kerabat jenis ini adalah setelah suami.

Adapun Maḥramiyyah Raḍā‘ (محرمية الرضاع), maka yang dimaksud adalah mahram karena persusuan. Misalnya saudara sepersusuan, ayah susu, paman susu dan semisal dengan mereka. Cara memilih prioritas pada mereka mirip dengan sebelumnya yakni diutamakan yang butuh, lalu yang saleh, lalu yang paling dekat, lalu yang paling memusuhi. Prioritas kerabat jenis ini adalah setelah kerabat bukan mahram.

Adapun Maḥramiyyah Muṣāharah (محرمية المصاهرة) maka yang dimaksud adalah mahram karena perkawinan seperti ayah mertua, ibu mertua, kakek mertua dan semisalnya. Cara memilih prioritas pada mereka mirip dengan sebelumnya yakni diutamakan yang butuh, lalu yang saleh, lalu yang paling dekat, lalu yang paling memusuhi. Prioritas kerabat jenis ini adalah setelah kerabat mahram karena persusuan.

Adapun Maulāwiyyah (المولوية), maka yang dimaksud adalah kerabat karena aktivitas membebaskan budak. Misalnya seorang wanita membebaskan budaknya. Begitu sah pembebasan budak, maka ‘aṣabah budak itu otomatis menjadi kerabat wanita. Kerabat jenis maulāwiyyah ini diprioritaskan jalur ke atas dulu, misalnya ayah mantan budak, kakeknya, buyutnya dan seterusnya. Setelah itu jalur ke bawah seperti putra budak, cucunya, cicitnya dan seterusnya. Pada zaman sekarang budak sudah tidak ada.

Jadi sedekah untuk kerabat jenis ini sudah tidak mungkin lagi dipraktekkan.

Jadi bisa kita simpulkan lagi, hukum umum terkait prioritas sedekah kepada kerabat bagi wanita berbunyi,

“Dahulukan kerabat mahram daripada suami. Dahulukan suami daripada kerabat bukan mahram. Dahulukan kerabat bukan mahram daripada kerabat mahram karena persusuan. Dahulukan kerabat mahram persusuan daripada mahram karena perkawinan. Dahulukan kerabat mahram karena perkawinan dengan kerabat karena membebeskan budak.”

Jika kerabat sudah “aman” semua, prioritas sedekah selanjutnya adalah tetangga. Sebab Rasulullah ﷺ memerintahkan berbuat baik kepada tetangga. Bahkan malaikat Jibril sangat sering berpesan supaya Rasulullah ﷺ berbuat baik kepada tetangga, sampai-sampai Rasulullah ﷺ menduga tetangga akan menjadi ahli waris juga! Dalam Al-Qur’an juga ada ayat khusus yang memerintahkan orang beriman sesekali menyantuni tetangga dengan harta.

Untuk tetangga ini juga harus diprioritaskan yang butuh. Menyantuni tetangga yang miskin meski rumahnya agak jauh, lebih utama daripada menyantuni tetangga yang dekat tapi tidak miskin. Jika kemiskinan sama, maka diprioritaskan yang saleh. Jika kesalehan sama, maka diprioritaskan yang pintu rumahnya terdekat dengan pintu rumah kita. Setelah itu standar terakhir adalah diutamakan tetangga yang paling jahat dan paling memusuhi kita.

Jika tetangga sudah beres, barulah prioritas terakhir orang lain selain tetangga. Sedekah kepada orang lain diutamakan diberikan kepada anak yatim, orang miskin, Ibnu Sabil, para budak, kuli bangunan dan orang-orang lemah dalam masyarakat yang sejenis dengan mereka. Prioritasnya sama dengan dengan sebelumnya. Didahulukan yang paling butuh, lalu yang paling saleh, lalu yang paling dekat lokasinya, lalu yang paling memusuhi. Teman dekat atau teman karib termasuk prioritas juga. Posisinya terletak setelah standar kesalihan.

Syamsuddīn al-Ramlī berkata,

ولقريب تلزمه نفقته أولا الأقرب فالأقرب من المحارم ثم الزوج أو الزوجة ثم غير المحرم والرحم من جهة الأب ومن جهة الأم سواء، ثم محرم الرضاع ثم المصاهرة ثم المولى من أعلى ثم من أسفل أفضل، ويجري ذلك في نحو الزكاة أيضا إذا كانوا بصفة الاستحقاق والعدو من الأقارب أولى لخبر فيه وألحق به العدو من غيرهم (و) دفعها بعد القريب إلى (جار أفضل) منه لغيره فعلم أن القريب البعيد الدار في البلد أفضل من الجار الأجنبي، وفي غيرها، وأهل الخير والمحتاجون أولى من غيرهم مطلقا،»«نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج» (6/ 173-174).
Artinya,

“(Sedekah sunah itu afdal diberikan) kepada kerabat, yakni yang wajib dinafkahi dulu, yakni kerabat mahram yang terdekat lalu yang terdekat. Kemudian kepada suami atau istri. Kemudian kepada kerabat non mahram. Kekerabatan dari pihak ayah dan dari pihak ibu kedudukannya setara. Kemudian kerabat mahram karena persusuan. Kemudian kerabat mahram karena perkawinan. Kemudian maulā di mulai dari jalur atas kemudian dari jalur bawah. Aplikasi pemberian sedekah ini diperlakukan seperti pembagian zakat jika para kerabat itu memiliki hak yang sama. Kerabat yang memusuhi lebih utama diberi sedekah berdasarkan hadis yang menyebut hal itu. Termasuk dihukumi sama adalah musuh dari selain kerabat. Setelah kerabat, menyerahkan sedekah kepada tetangga lebih utama daripada orang lain yang bukan tetangga. Dari sini diketahui bahwa kerabat yang rumahnya jauh di dalam negeri maupun di luar negeri lebih afdal daripada tetangga bukan kerabat. Orang saleh dan orang butuh lebih utama daripada selain mereka secara mutlak.” (Nihāyatu al-Muḥtāj, juz 6 hlm 173-174)

PENUTUP

Ini semua adalah kondisi ideal jika ingin tahu siapa yang diprioritaskan. Jika wanita tidak mengikuti prioritas ideal, maka tidak dicela sebab sedekah hukumnya sunah. Malah bagus jika dia punya alokasi untuk tiga pos, yakni kerabat, tetangga dan orang lain, sebab semua mendapatkan kebaikannya. Rasulullah ﷺ tidak mencela istrinya yang bersedekah kepada orang tidak sesuai skala prioritas. Hanya saja beliau memberitahu, bahwa sedekah pada sasaran yang tepat itu pahalanya lebih besar.

Jadi, seandainya wanita bersedekah kepada siapapun yang dikehendakinya maka sedekahnya sah, mendapatkan peluang dipuji Allah, bisa menghapus dosanya, dan menyelamatkannya dari neraka. Tidak ada celaan sedekah kepada pos manapun yang dikehendaki asalkan mengkuti rambu-rambu. Celaan kepada wanita hanya dalam satu kondisi, yakni ada kerabat yang wajib untuk disantuni lalu dia melalaikannya kemudian hartanya malah dialokasikan untukk pos yang tidak wajib. Jika wanita berharta banyak, kerabat yang berpotensi untuk wajib disantuni secara rutin hanya dua, yaitu anak dan orang tua.

Satu hal penting lagi, fikih prioritas sedekah ini bukan hanya bisa dipraktekkan oleh wanita tetapi juga bisa dipraktekkan lelaki dengan sedikit adaptasi, yakni standar zaujiyyah untuk lelaki berarti dipraktekkan untuk istrinya.

***
3 Żulḥijjah 1442 H

Versi Situs: