Sabtu, 24 Juli 2021

Penjelasan Sunah-sunah Fitrah

Lanjutan...

*Penjelasan Sunah-sunah Fitrah*

✒ Ustadz Amir As-Soronji

*1. Khitan*
▪︎Definisi khitan
Khitan adalah masdar dari khatana, artinya memotong. Khitan ialah memotong kulit yang menutupi kemaluan laki-laki sehingga pucuk penis terlihat. Atau memotong daging yang ada di bagian atas kemaluan perempuan yang berbentuk seperti jengger ayam. (Lihat Tuhfah al-Maudud, karya Ibnu Qayyim, hal. 106, 132, al-Majmu’ 1/301, dan Thuhur al-Muslim fii Dhaui al-Kitab wa as-Sunnah, hal 35)

https://m.facebook.com/UstadzAmirAsSoronji?ref=bookmarks

▪︎Hukum khitan
Khitan hukumnya wajib bagi laki-laki, berdasarkan alasan-alasan berikut ini:
a. Khitan merupakan ajaran Nabi Ibrahim alaihissalam. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radiallahuanhu, Nabi shalallahu alaihi wassallam bersabda:

اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً بِالْقَدُّومِ

“Nabi Ibrahim alahissalam berkhitan pada umur delapan puluh tahun dengan kapak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah berfirman kepada Nabi-Nya:

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” (QS. An-Nahl: 123)

b. Rasulullah shalallahu alaihi wassall berkata kepada orang yang baru masuk islam:

أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ

“Cukurlah rambutmu (yang menjadi ciri khas) kekufuran dan berkhitanlah.” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani)

c. Khitan merupakan syiar kaum muslimin dan yang membedakan mereka dengan kaum Yahudi dan Nashrani. Oleh karena itu khitan hukumnya wajib seperti syiar-siyar Islam lainnya. 

Syaikh Ibnu `Utsaimin rahimahullah menyampaikan: “Bahwasanya khitan merupakan pembeda antara muslimin dan orang-orang Nashrani sehingga orang-orang yang gugur dari kalangan muslimin di medan peperangan bisa dikenali dengan khitan. Para ulama mengatakan bahwa khitan adalah pembeda antara muslim dan kafir, maka khitan itu wajib dikarenakan adanya kewajiban membedakan diri dengan orang kafir dan haram menyerupai  mereka, berdasarkan sabda Nabi:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan shahih”. Lihat Majmu` Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-`Utsaimin 11/117)

d. Menghilangkan sesuatu dari tubuh tidaklah diperbolehkan. Dan baru diperbolehkan tatkala perkara itu adalah wajib. (Asy-Syarh al-Mumthi’ 1/110)

https://m.youtube.com/channel/UCGQZnnJSx_xMk1ez9EpJ7jg

https://www.instagram.com/amirassoronji/?hl=id

Adapun untuk perempuan, khitan tetap disyariatkan. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassallam:

إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَجَبَ الْغُسْلُ

“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (HR. Ibnu Majah dan disahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
 
Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassallam "dua khitan", yakni kulit yang dipotong dari kemaluan laki-laki dan kemaluan perempuan. Dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa anak perempuan juga dikhitan. 

Adapun hadits-hadits yang mewajibkan khitan bagi perempuan, di dalamnya tidaklah lepas dari pembicaraan, ada yang dianggap dha’if (lemah) dan munkar.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitabnya Asy Syarhul Mumth’ menjelaskan: “Terdapat perbedaan hukum khitan antara laki-laki dan perempuan. Khitan pada laki-laki terdapat suatu maslahat di dalamnya karena hal ini akan berkaitan dengan syarat sah shalat yaitu thoharoh (bersuci). Jika kulit pada kemaluan yang akan dikhitan tersebut dibiarkan, air kencing yang keluar dari lubang ujung kemaluan akan tersisa dan berkumpul pada tempat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit tatkala bergerak dan jika dipencet sedikit akan menyebabkan kencing tersebut keluar sehingga pakaian dapat menjadi najis. Adapun untuk perempuan, tujuan khitan adalah untuk mengurangi syahwatnya. Dan ini untuk medapatkan keutamaan dan bukan untuk menghilangkan kotoran.” (Asy-Syarh al-Mumthi’ 1/110).

Kesimpulan: Hukum khitan bagi wanita adalah sunnah (dianjurkan) dan yang paling utama adalah melakukannya.

▪︎Dianjurkan melakukan khitan pada hari ketujuh setelah kelahiran.
Hal ini sebagaimana hadits Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:

أَنّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ ، وَخَتَنَهُمَا لَسَبْعَةِ أَيَّامٍ

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqah Hasan dan Husain dan mengkhitan mereka berdua pada hari ketujuh (setelah kelahiran).” (HR. Thabrani dalam ash-Shaghir)

Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan:

سَبْعَةٌ مِنَ السُّنَّةِ فِي الصَبِيِّ يَوْمَ السَّابِعِ يُسَمَّى وَيُخْتَنُ...

“Ada tujuh sunah bagi bayi pada hari ketujuh, yaitu: diberi nama, dikhitan,…” (HR. Thabrani dalam al-Ausath)

Kedua hadits ini memiliki kelemahan, namun saling menguatkan satu dan lainnya. Jalur keduanya berbeda dan tidak ada perawi yang tertuduh berdusta di dalamnya. (Lihat Tamamul Minnah 1/68)

▪︎Batasan maksimal khitan
Adapun batas maksimal usia khitan adalah sebelum baligh. Sebagaimana perjelasan Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah: “Orang tua tidak boleh membiarkan anaknya tanpa dikhitan hingga usia baligh.” (Lihat Tamamul Minnah 1/69).

Sangat baik sekali jika khitan dilakukan ketika anak masih kecil agar luka bekas khitan cepat sembuh dan agar anak dapat berkembang dengan sempurna.  Selain itu, khitan pada waktu kecil akan lebih menjaga aurat, dibanding jika dilakukan ketika sudah besar.

Bersambung...

___________________________

Silahkan disebarkan, mudah-mudahan mendapat bagian dari pahalanya. Barakallahu fiikum