Covid-19 & realita berpegang teguh kepada Al Quran dan Sunnah.
Di negara seperti Saudi (+966) yang banyak ulamanya dan masyarakat secara umum pernah merasakan mempelajari ilmu agama dengan baik.
Negera sangat ketat menjaga protokol kesehatan, fatwa ulamanya mendukung dan rakyat mengikuti.
Di negeri +62 ada hal yang unik dan aneh, tidak sedikit dari yang berfatwa dan merasa udah jadi jamaah pengajian, yang beriman bahwa melaksanakan protokol kesehatan saat sholat adalah melanggar al Quran dan Sunnah.
Jadi ingat kata Saiful Islam Qazafi ketika krisis Libia, ketika kapal akan tenggelam, tikus2 yang duluan loncat kelautan.
Maksudnya, ketika ada bencana akan ketahuan siapa penumpang kapal yang asli dan siapa yang numpang gratis "afwan, diumpakan tikus2"
Mungkin itu beda realita +966 vs +62; ...
perlu sedikit penjelasan.
Semoga belum ada yang tersinggung duluan, kalau belakang boleh... karena sudah baca sebelumnya.
Kita ambil contoh yang real, pakai masker saat Shalat.
Sebelum masuk, kita ketuk pintu dulu.
Kita lihat beberapa masalah lain, agar tau bahwa kalau jadi penumpang kapal gratis jangan duluan loncat ke laut.
1. Shalat fardu, berdiri itu rukun. Kalau kita lihat masalah ini berdiri sendiri
2. Datang variabel lain, jatuh dari pohon mangga tetangga sehingga kakinya patah.
3. Apakah ia meninggalkan shalat karena tidak bisa berdiri atau ia melaksanakan shalat dalam bentuk lain?
4. Masalahnya menjadi: shalat orang sakit patah kaki dan tidak bisa berdiri adalah beda dengan shalat orang yang tidak patah kaki.
Kita cari masalah lain, cari masalah itu penting agar aku dan kau bisa mengerti.
1. Shalat dzuhur 4 rakaat, berdiri sujud ruku dan seterusnya.
2. Masuk variabel lain, saat perang
3. Shalat dzuhur saat perang, tata caranya beda.
Ketika lihat suatu perkara, kita tidak selalu melihat masalah dari satu sudut pandang dalil,
Tapi kita kumpulkan semua variabelnya agar jelas masalahnya.
Karena memiliki beberapa variabel, maka dalil juga dikumpulkan dari berbagai dalil yang berhubungan dengan masalah.
Kita kembali lagi setalah memutari lapangan masalah.
1. Ada larangan Nabi shalallahu alaihi wasallam memakai masker atau yang sejenisnya saat shalat. Itu masalah.
2.Datang variabel baru, covid-19 yang mematikan dan menular lewat mulut dan hidung. Artinya supaya tidak menularkan atau tertular, maka harus tutup hidung dan mulut.
3. Apakah kita meninggalkan shalat berjamaah sama sekali, atau shalat berjamaah sambil tutup hidung?
Seperti cerita si patah kaki.
4. Perkaranya menjadi: shalat berjamaah saat wabah covid-19.
Ketika 2 variabel masalah digabung. Disitulah lahir fatwa ulama shalat pakai masker.
Karena digabung banyak dalil dan tidak hanya lihat dalil larangan tutup mulut dan hidung.
Semoga bisa saya pahami sendiri, karena sebagian orang hanya percaya kalau dr lois yang jadi muftinya.
Ulama ndak didengar pemerintah ndak dipercaya.
Apakah setelah datang malaikat maut bersama korona baru "atanal yakin"
Anda hanya pakai satu dalil, ulama tau banyak dalil, itu bedanya.
Tapi kadang kita tidak sadar diri.
Ustadz Sanusin muhammad Yusuf