Senin, 05 Agustus 2024

SYARAH USHUL AS-SUNNAHLIL IMAM AL-HUMAIDY rahimahullah (bagian 06)

FAWAID_DAURAH_ILMIYAH_SOLO
PONPES_IMAM_BUKHARI_SOLO

شرح أصول السنة 
للإمام الحميدي رحمه الله
مع فضيلة الشيخ الأستاذ الدكتور إبراهيم بن عامر الرحيلي حفظه الله تعالى

SYARAH USHUL AS-SUNNAH
LIL IMAM AL-HUMAIDY rahimahullah
(bagian 06)

Dijelaskan oleh Fadhilah Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily hafizhahullah

فلا قدرة لأحد من الناس على الطاعة والمعصية إلا بمشيئة الله، كما قال الله عز وجل: " لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ". فأهل السنة وسط بين القدرية والجبرية. يقولون إن الله عز وجل قدر المقادير.

Tidak ada seorang pun dari manusia yang memiliki kemampuan untuk taat dan maksiat kecuali dengan kehendak Allah, seperti firman Allah Azza wa Jalla: "Bagi siapa di antara kalian yang menghendaki untuk beristiqamah. Dan kalian tidak dapat menghendaki (kehendak itu) kecuali bila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam." (QS. At-Takwir: 28-29) Maka, Ahlus Sunnah berada di tengah-tengah antara Qadariyyah dan Jabariyyah. Mereka mengatakan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menetapkan takdir.

وهنا مسألة، فإن قيل: إن الله قدر الشر. نقول: الشر في القدر جاء على إحدى ثلاث طرائق، كما ذكر شيخ الإسلام ابن تيمية. 
إما أن يُضاف إضافة عامة لله تبارك وتعالى فيُقال: اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ.، ودخل في عموم شيء هنا كل الأفعال من الطاعات والمعاصي، والخير والشر. 
وإما أن يُضاف لما لم يُسمّ فاعله، كما قالت الجن: "وَأَنَّا لا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَن فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا". 
وإما أن يُضاف إلى الإنسان الذي فعل الشر، كما في قوله تعالى: " مِن شَرِّ مَا خَلَقَ "، أي من شر المخلوق الذي خلق. 

Ada sebuah pertanyaan di sini, jika dikatakan bahwa Allah menetapkan kejahatan. Kita katakan bahwa kejahatan dalam takdir terjadi dengan salah satu dari tiga cara, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat 728 H). 
Pertama, ditambahkan secara umum kepada Allah Azza wa Jalla, dikatakan: Allah pencipta segala sesuatu. (QS. Az-Zumar: 62), dan masuk dalam kategori segala sesuatu di sini adalah semua perbuatan, baik ketaatan maupun kemaksiatan, kebaikan maupun kejahatan. 
Kedua, ditambahkan kepada sesuatu yang tidak disebutkan pelakunya, seperti yang dikatakan oleh jin: "Dan kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang-orang di bumi ataukah Rabb mereka menghendaki bagi mereka petunjuk." (QS. Al-Jinn: 10)
Ketiga, ditambahkan kepada manusia yang melakukan kejahatan, seperti dalam firman Allah: "Dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan," (QS. Al-Falaq: 2) yaitu dari kejahatan makhluk yang diciptakan.

ومن ذلك قول النبي صلى الله عليه وسلم: " أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ؛ ". فالشر هنا أضيف للإنسان، شر النفس، شر الشيطان. ولا يُضاف الشر إلى الله على سبيل الاستقلال والانفراد، ولذا قال النبي صلى الله عليه وسلم: " وَالْخَيْرُ كُلُّهُ في يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ ليسَ إلَيْكَ ".

Begitu pula dengan sabda Nabi ﷺ: "Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, dan dari kejahatan syaitan serta tipu dayanya." (HR. Al-Bukhari dalam Shohih al Adabul Mufrad no. 913, Abu Dawud no. 5067, at-Tirmidzi no. 3392, an-Nasai no. 7699 dan Ahmad no. 7961). Jadi, kejahatan di sini ditambahkan kepada manusia, kejahatan diri, kejahatan syaitan. Kejahatan tidak ditambahkan kepada Allah secara independen dan eksklusif, oleh karena itu Nabi ﷺ bersabda: "Dan seluruh kebaikan ada di tangan-Mu, dan kejahatan bukan dari-Mu" (HR. Muslim no. 771) (tambahan maknanya: semua kebaikan berasal dari Allah, dan kejahatan tidak disandarkan kepada-Nya secara mutlak. Allah adalah sumber dari segala kebaikan, dan segala sesuatu yang baik ada di bawah kehendak-Nya. Sementara itu, kejahatan tidak disandarkan kepada Allah secara langsung karena Allah tidak menciptakan kejahatan murni. Kejahatan yang terjadi di dunia adalah bagian dari ujian dan cobaan yang memiliki hikmah di baliknya. Segala sesuatu yang terjadi memiliki tujuan dan alasan yang bijaksana, meskipun kita sebagai manusia mungkin tidak selalu bisa memahaminya.)

فالشر لا يُضاف لله عز وجل على سبيل الانفراد. قال العلماء: لماذا لا يُضاف الشر إلى الله على سبيل الانفراد مع أن القدر متضمناً للشر؟ لأن الشر الذي هو موجود في القدر ليس هو الشر المحض، وإنما هو الشر الجزئي. لو نظرنا إلى القسمة في الأشياء باعتبار الخير والشر: إما أن تكون من الخير المحض، أو من الشر المحض، أو من الخير الجزئي الذي هو باعتبار شر جزئي.

Maka, kejahatan tidak ditambahkan kepada Allah Ta’ala secara independen. Para ulama berkata: Mengapa kejahatan tidak ditambahkan kepada Allah secara independen meskipun takdir mengandung kejahatan? Karena kejahatan yang ada dalam takdir bukanlah kejahatan murni, melainkan kejahatan sebagian. Jika kita melihat pembagian dalam hal-hal berdasarkan kebaikan dan kejahatan: bisa berupa kebaikan murni, atau kejahatan murni, atau kebaikan sebagian yang dalam pertimbangan sebagian kejahatan.

فالقسمة الثلاثية: ما هو خير محض كخلق الملائكة وللأنبياء والرسل الذين قاموا بتبليغ رسالات الله بأمر الله، فهذا خير محض. وأما الجزئي هو باعتبار وباعتظام شخص، كخلق الله لإبليس. خلق الله لإبليس ليس شراً محضاً، لأن الله خلقه لمقاصد عظيمة، وهو قيام الامتحان والابتلاء. ولهذا قال العلماء: بوجود إبليس وجد الجهاد، وعرف أولوا العزم من الرسل، تبين المجاهد في سبيل الله، تبين الصابر على دينه من ضعيف الإيمان. فخلق إبليس ليس شراً محضاً. ومن باب أولى أن يقال في خلق غيره إنه ليس شراً محضاً.

Pembagian tiga: apa yang merupakan kebaikan murni seperti penciptaan malaikat dan nabi serta rasul yang menyampaikan risalah Allah dengan perintah Allah, ini adalah kebaikan murni. Adapun sebagian adalah dalam pertimbangan dan pertimbangan seseorang, seperti penciptaan Iblis oleh Allah. Penciptaan Iblis oleh Allah bukanlah kejahatan murni, karena Allah menciptakannya untuk tujuan yang agung, yaitu ujian dan cobaan. Oleh karena itu para ulama berkata: dengan adanya Iblis ada jihad, dan diketahui ulul azmi dari para rasul, terlihat pejuang di jalan Allah, terlihat yang sabar dalam agamanya dari yang lemah iman. Jadi penciptaan Iblis bukanlah kejahatan murni. Apalagi jika dikatakan penciptaan selainnya bukanlah kejahatan murni.

فالله يخلق الخير، ويخلق الشيء الذي هو باعتبار خير وباعتبار شر. وأما الشر المحض فإن الله لا يخلقه، ولهذا قال ابن القيم: "الشر لا يُضاف إلى الله لا في ذاته، ولا في أسمائه، ولا في صفاته، ولا في أفعاله". وهذا كما قال النبي صلى الله عليه وسلم: "الشر ليس إليك". فالله لا يخلق شراً محضاً، ولا يقدر شراً محضاً. حتى الآن ما نعده من الشرور هو باعتبار شيء. 

Maka Allah menciptakan kebaikan, dan menciptakan sesuatu yang dalam pertimbangan kebaikan dan pertimbangan kejahatan. Adapun kejahatan murni, Allah tidak menciptakannya, oleh karena itu Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Kejahatan tidak ditambahkan kepada Allah, tidak dalam Dzat-Nya, tidak dalam Nama-Nya, tidak dalam Sifat-Nya, dan tidak dalam Perbuatan-Nya." Ini sebagaimana Nabi ﷺ bersabda: "Kejahatan bukan dari-Mu." Jadi Allah tidak menciptakan kejahatan murni, dan tidak menetapkan kejahatan murni. Hingga sekarang apa yang kita anggap sebagai kejahatan adalah dalam pertimbangan sesuatu. 

موت الأبناء والأقارب الأحبة قد يقول بعض الناس هو شر. لكن باعتبار أن الله يأجر المبتلى على فقد من يحب فهو خير. وهكذا بقية الأمور التي يقدرها الله، كم لله من حكمة خفية فيما يُظن أنه شر وبلية. مثال ذلك، لو قال بعض الناس: هذه الذنوب التي نفعلها هي شر محض. نقول: لا، هي باعتبار تقدير الله فيها حكمة.

Kematian anak-anak dan kerabat tercinta mungkin dianggap oleh beberapa orang sebagai kejahatan. Tetapi dalam pertimbangan bahwa Allah memberikan pahala kepada yang diuji atas kehilangan orang yang dicintai, itu adalah kebaikan. Demikian pula hal-hal lain yang ditetapkan oleh Allah, betapa banyak hikmah tersembunyi dari Allah dalam apa yang dianggap sebagai kejahatan dan musibah. Contohnya, jika seseorang berkata: dosa-dosa yang kita lakukan adalah kejahatan murni. Kita katakan: tidak, dalam pertimbangan takdir Allah ada hikmah.

وأما باعتبار فعلنا للمعاصي فهذا يُذم الفاعل. لكن كون الله يُقدر على بعض الصالحين المستقيمين الوقوع في المعاصي، لا يُقال هذا خذلان من الله لهم، بل كم لله من حكمة خفية فيما يقدر من هذه الأمور التي يُصيب بها بعض الناس. ومن ذلك أن بعض من رزقه الله الاستقامة قد يبقى عشرين أو ثلاثين أو أربعين سنة ولربما لو تذكر يقول: "أنا لم أعص الله". فإذا قال: "لم أعص الله" سيوجد في نفسه شيء من العُجب ولربما قوى هذا الشيطان حتى لربما يقول: "أنا خير الناس". ولربما وسوس إليه الشيطان أنك تستحق دخول الجنة بغير منة من الله عليك.

Adapun dalam pertimbangan perbuatan maksiat kita, maka ini mencela pelaku. Namun, ketika Allah menetapkan kepada beberapa orang saleh yang lurus untuk jatuh dalam maksiat, tidak dikatakan bahwa ini adalah pengabaian dari Allah terhadap mereka, melainkan betapa banyak hikmah tersembunyi dari Allah dalam apa yang ditetapkan-Nya dalam hal-hal yang menimpa beberapa orang. Di antaranya adalah bahwa beberapa orang yang diberi oleh Allah keteguhan mungkin tetap lurus selama dua puluh, tiga puluh, atau empat puluh tahun dan mungkin jika dia ingat, dia berkata: "Saya tidak pernah berbuat dosa kepada Allah." Jika dia berkata: "Saya tidak pernah berbuat dosa kepada Allah," akan timbul dalam dirinya rasa bangga dan mungkin syaitan memperkuatnya sehingga mungkin dia berkata: "Saya adalah orang terbaik." Mungkin juga syaitan membisikkan kepadanya bahwa dia pantas masuk surga tanpa karunia dari Allah.

وكم يستهوي الشيطان المطيعين ببعض الوساوس والخطرات التي هي مهلكة. فيريد الله الحكيم العليم أن يكسر هذا العُجب، فيُقدر عليه المعصية ليعلم أنه ضعيف وتدمع عينه ويستغفر ربه، ويقول: " أبُوءُ لكَ بنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وأَبُوءُ لكَ بذَنْبِي". وهذه رتبة النبي صلى الله عليه وسلم، الذي قال: " أبُوءُ لكَ بنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وأَبُوءُ لكَ بذَنْبِي ". فعند ذلك يذهب العُجب وتذهب تلك الخطرات، وتستقيم حال العبد.

Betapa sering syaitan menggoda orang-orang yang taat dengan bisikan dan godaan yang merusak. Maka, Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui ingin menghancurkan kebanggaan ini, sehingga Dia menetapkan maksiat kepadanya agar dia mengetahui bahwa dia lemah, matanya menangis, dan dia beristighfar kepada Rabbnya, dan berkata: "Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku." Ini adalah tingkatan Nabi ﷺ, yang berkata: "Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku." (HR. Al-Bukhari no. 6323).  Pada saat itu, rasa bangga hilang dan godaan-godaan itu hilang, dan keadaan hamba menjadi lurus.

ولهذا قال بعض السلف: كم من حسنة أدخلت صاحبها النار، وكم من سيئة أدخلت صاحبها الجنة. كيف هذا؟ الحسنة التي تدخل النار هي أن يفعل الحسنة ويعجب بها ويستكبر ويتألى على الله ويقول: "أنا مستحق لدخول الجنة بعملي"، فعند ذلك يدخل النار بالعُجب وبهذه الخطرات السيئة وسبب هذا تلك الحسنة. والسيئة التي تدخل صاحبها الجنة هي السيئة التي يندم عليها ويبكي فتذرف دمعة وينكسر قلبه ويتوجه إلى ربه توجه الذليل المنكسر الفقير المعدم، لا يزال يتضرع إلى الله حتى يدخله الجنة بسبب ماذا؟ بسبب الذنوب.

Oleh karena itu, beberapa salaf berkata: Betapa banyak kebaikan yang memasukkan pelakunya ke dalam neraka, dan betapa banyak kejahatan yang memasukkan pelakunya ke dalam surga. Bagaimana ini? Kebaikan yang memasukkan ke dalam neraka adalah ketika seseorang melakukan kebaikan dan merasa bangga dengannya, sombong, dan merasa lebih baik dari Allah, dan berkata: "Saya pantas masuk surga karena amal saya," maka pada saat itu dia masuk neraka karena rasa bangga dan godaan-godaan buruk ini, dan penyebabnya adalah kebaikan tersebut. Kejahatan yang memasukkan pelakunya ke dalam surga adalah kejahatan yang dia sesali, menangis karenanya sehingga air matanya mengalir, hatinya hancur, dan dia menghadap kepada Rabbnya dengan kerendahan hati, tidak henti-hentinya memohon kepada Allah sampai Allah memasukkannya ke surga karena apa? Karena dosa-dosa.

ما بكت العيون إلا من المعاصي. الذين يخشون الله، الذين يتقون الله، يُرجى في حديث السبعة الذين يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله، "رجل ذكر الله ففاضت عيناه" خشية من الله وندم على التقصير تعظيمًا لحق الله عز وجل.

Mata tidak menangis kecuali karena dosa. Orang-orang yang takut kepada Allah, orang-orang yang bertakwa kepada Allah, diharapkan dalam hadis tujuh orang yang akan dinaungi Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, "Seorang pria yang mengingat Allah lalu air matanya mengalir" karena takut kepada Allah dan menyesali kekurangannya dalam mengagungkan hak Allah Azza wa Jalla.

فإذا المؤمن يستقيم على عبادة الله عز وجل ويعلم أن الله عز وجل لم يُقدر شرًا محضًا، حتى الذنوب التي يقدرها الله كم لله فيها من حكمة. وبهذا يتبين أن الشر لا يُضاف إلى الله ولكن باعتبار الشر في الجزئي والخير في الجزئي.

Maka seorang mukmin tetap teguh dalam ibadah kepada Allah Azza wa Jalla dan mengetahui bahwa Allah Azza wa Jalla tidak menetapkan kejahatan murni, bahkan dosa-dosa yang Allah tetapkan betapa banyak hikmah yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, terlihat bahwa kejahatan tidak ditambahkan kepada Allah tetapi dalam pertimbangan kejahatan sebagian dan kebaikan sebagian.

وهذا هو المقصود بقول النبي صلى الله عليه وسلم: "وأن تؤمن بالقدر خيره وشره". فالشر الجزئي والخير الجزئي إذا كان الشيء فيه اعتبار خير واعتبار شر، فإنه لا يصلح أن ينتزع من هذا الشيء الذي هو نسبي خيره وشره ويقال إن الله قدر الشر أو إن الله قدر الخير.

Inilah yang dimaksud oleh sabda Nabi ﷺ: "Dan kamu harus beriman kepada takdir, baik dan buruknya." (HR. Muslim no. 8). Jadi kejahatan sebagian dan kebaikan sebagian, jika suatu hal memiliki pertimbangan kebaikan dan pertimbangan kejahatan, maka tidak tepat untuk mengambil dari hal ini yang relatif kebaikan dan kejahatannya dan mengatakan bahwa Allah mentaqdirkan kejahatan atau bahwa Allah mentaqdirkan kebaikan.

Bersambung============

Lajnah Tafrigh Faedah Daurah - Mahad Imam Al-Bukhari Solo

#Daurah_Al_Ilmiyyah_Solo_Mahad_Imam_Al_Bukhari_Muharram1446H