Senin, 05 Agustus 2024

Mirip dengan Aqidah Mu'tazilah

Mirip dengan Aqidah Mu'tazilah

 Al-Fakhrurrazi Al-Asy'ary berkata :
"Abu Manshur Al-Maturidi As-Samarqandi menyangka bahwa sifat yang ada itu tidak dapat didengar, namun yang terdengar adalah huruf dan suara yang Allah ta'ala ciptakan pada pohon, dan pendapat ini lebih dekat dengan pendapat mu'tazilah". 
(Mafatihul Ghaib)

Abdurrahman Al-Ijy Al-Asy'ary berkata :
"Maka ketahuilah, bahwa apa yang dikatakan oleh mu'tazilah tentang penciptaan suara dan huruf sebagai sesuatu yang haditsah (makhluk); maka kami pun mengatakannya, tidak ada perselisihan antara kami dengan mereka. Adapun tentang kalam nafsi maka mereka mengingkarinya."
(Al-Mawaqif fi Ilmil Kalam)

Argumentasi Imam Ahmad dalam Membantah Aqidah Batil Tersebut

Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah yang dikenal sebagai Imam Ahlussunah Waljama'ah membuat satu bab dalam kitabnya yang berjudul "Ar-Radd 'ala Az-Zanadiqah wa Al-Jahmiyah dengan judul bab "Penjelasan terhadap pengingkaran kelompok Jahmiyah bahwa Allah berbicara dengan Nabi Musa". Beliau rahimahullah menjelaskan :

فقلنا: لِمَ أنكرتم ذلك؟ قالوا: إن الله لم يتكلم ولا يتكلم١. إنما كوَّن شيئًا فعبر عن الله، وخلق صوتًا فأسمع، وزعموا أن الكلام لا يكون إلا من جوف ولسان وشفتين. فقلنا: هل يجوز لمكون أو غير الله أن يقول: {يَا مُوسَى، إِنِّي أَنَا رَبُّكَ} [طه: ١١، ١٢] ، أو يقول: {إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي} [طه: ١٤] فمن زعم ذلك فقد زعم أن غير الله ادعى الربوبية

"Maka kita katakan pada mereka, "Mengapa kalian mengingkari hal itu?" Mereka berkata, "Sesungguhnya Allah tidak berbicara. Sesungguhnya Allah menciptakan sesuatu lalu ia menyatakan apa yang berasal dari Allah. Allah menciptakan suara lalu Dia memperdengarkannya." Mereka mengklaim bahwa Kalam itu tidak akan terjadi kecuali menggunakan rongga, lisan dan bibir. Oleh karena itu, kita katakan pada mereka, "Bolehkah makhluk atau selain Allah berkata kepada Musa "Wahai Musa, sesungguhnya aku adalah Tuhanmu ? (QS. Thaha: 11-12) atau bolehkah makhluk itu berkata, "Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. Tidak ada Tuhan selain Aku, dan tegakkanlah shalat untuk mengingatku." (QS. Thaha: 14). Barangsiapa yang mengklaim seperti itu, maka sungguh ia telah mengklaim bahwa makhluk atau selain Allah yang mengaku sebagai Tuhan." 
(Ar-Radd 'ala Az-Zanadiqah wa Al-Jahmiyah, hal. 240)

Mari kita renungkan perkataan Imam Ahmad tersebut. Jika suara Allah itu adalah makhluk, maka bolehkah makhluk mengatakan bahwa ia adalah Tuhan dan memerintahkan Musa untuk menyembah dirinya? Ini adalah kesesatan yang nyata. 

Al-Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ary (w. 324 H) rahimahullah juga membantah keyakinan batil tersebut :

وزادت الجهمية عليهم فزعمت أن كلام الله مخلوق حل في شجرة، وكانت الشجرة حاوية له؛ فلزمهم أن تكون الشجرة بذلك الكلام متكلمة، ووجب عليهم أن مخلوقا من المخلوقين كلم موسى صلى الله عليه وسلم، وأن الشجرة قالت: يا موسى إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني

“Kelompok jahmiyah menambah (keburukan-pent) atas keyakinan nashrani, yaitu bahwa kalam Allah merupakan makhluk yang diciptakan pada pohon. Sehingga, pohon itu mengandung kalam itu. Konsekuensinya, pohon itulah yang berbicara. Hasil keyakinan mereka itu, mewajibkan salah satu dari makhluk-makhluk Allah –Azza wajalla- berbicara dengan Nabi Musa ‘alaihisallam, dan pohon itu berkata: “Wahai Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain aku, maka sembahlah aku.” 
(Al-Ibanah ‘an Ushul Ad-Diyanah, hal. 88)

Al-Imam Abu Ya’la Al-Farra Al-Hanbali (w. 458 H) rahimahullah berkata :

وَقَالُوا: إِنَّ اللَّهَ كَوَّنَ شَيْئًا فَعَبَّرَ عَنْهُ، وَخَلَقَ صَوْتًا، فَأَسْمَعَ مُوسَى ذَلِكَ الْكَلَامَ، قُلْنَا: هَلْ شَاهَدْتُمُوهُ وَعَايَنْتِمُوُهُ حَتَّى عَلِمْتُمْ أَنَّ هَذَا هَكَذَا كَانَ؟ قَالُوا: لَا، قُلْنَا: بَلَغَكُمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ؟ قَالُوا: لَا. قُلْنَا: فَهَلْ أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ذَلِكَ فِي كُتُبِهِ السَّالِفَةِ، أَوْ قَالَهُ نَبِيٌّ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ الْمُتَقَدِّمِينَ؟ قَالُوا: لَا، وَلَكِنَّ الْمَعْقُولَ يَدُلُّ عَلَى مَا قُلْنَاهُ، قُلْنَا: فَهَلْ يَجُوزُ لِمَخْلُوقٍ خَلَقَهُ اللَّهُ وَكَوَّنَهُ أَنْ يَقُولَ {إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي} [طه: 14]؟ فَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الْمُكَلِّمَ لِمُوسَى كَانَ غَيْرَ اللَّهِ، فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ اللَّهَ خَلَقَ خَلْقًا ادَّعَى الرُّبُوبِيَّةَ، وَأَنَّ مُوسَى أَجَابَهُ وَعَبَدَهُ مِنْ دُونِهِ

“Para jahmiyah berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wajalla menciptakan sesuatu kemudian sesuatu itulah yang mengungkapkan untukNya. Allah Azza wajalla menciptakan suara lalu memperdengarkan kepada Nabi Musa kalam itu.” Kami katakan, “Apakah kalian melihatnya dengan mata kalian hingga kalian mengetahui bahwa hal ini seperti itu terjadi?” Mereka katakan, “Tidak.” Kami katakan, “Apakah telah sampai pada kalian bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan hal itu?” mereka berkata, “Tidak.” Kami katakan, “Apakah Allah Azza wajalla menurunkan hal itu pada kitab-kitab terdahulu atau ada seorang Nabi dari Nabi-Nabi terdahulu yang mengatakannya?” mereka berkata, “Tidak, tapi akal menunjukkan pada apa yang kami nyatakan itu.”  Maka kami katakan, “Bolehkah makhluk yang Allah ciptakan berkata, “Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada sembahan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku, tegakkanlah shalat untuk mengingatku [QS. Thaha: 14]? 

Barangsiapa yang berkata bahwa yang berbicara pada Musa adalah selain Allah, maka sungguh ia telah berkata bahwa Allah menciptakan makhluk yang mengklaim diri sebagai Tuhan, lalu Musa menjawabnya, dan menyembah selain Allah.” 
(Ibthaal At-Ta’wilaat, hal. 402-403)

Ini jelas suatu kekufuran. Sebab, makhluk tidak boleh mengaku sebagai Tuhan dan menyampaikan kepada makhluk lain untuk menyembah dirinya. 

Al-Imam Al-Barbahari Al-Hanbali (w. 329 H) rahimahullah berkata :

وموسى يسمع من الله الكلام بصوت وقع في مسامعه منه لا من غيره، فمن قال غير هذا فقد كفر.

“Musa telah mendengar kalam dari Allah dengan suara yang masuk ke telinganya dari Allah, bukan dari selainNya. Siapa yang berkata selain ini, maka ia telah kafir.” 
(Syarh As-Sunnah, hal. 65)

Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Baththah Al-Ukburi (w. 378) rahimahullah berkata :

فَمَنْ أَنْكَرَ أَنَّ اللَّهَ كَلَّمَ مُوسَى كَلَامًا بِصَوْتٍ تَسْمَعُهُ الْأُذُنَانِ وَتَعِيهِ الْقُلُوبُ، لَا وَاسِطَةَ بَيْنَهُمَا، وَلَا تُرْجُمَانَ وَلَا رَسُولَ، فَقَدْ كَفَرَ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ وَجَحَدَ بِالْقُرْآنِ

“Siapa saja yang mengingkari Allah Azza wajalla berbicara dengan Musa menggunakan kalam yang bersuara dan di dengar oleh kedua telinga, dipahami oleh hati, tidak ada PERANTARA antara keduanya, tanpa terjemah dan tanpa rasul, maka sungguh ia telah kafir terhadap Allah yang Maha Agung serta ingkar terhadap Al-Qur’an.” 
(Al-Ibanah Al-Kubra, jilid 2, hal. 337-338)

Apa yang mereka lakukan ini adalah hasil dari khayalan-khayalan mereka, bahwa apa yang Allah sebutkan tentang diriNya adalah penyerupaan terhadap makhluk, sehingga tidak boleh diartikan seperti itu, karena yang demikian merupakan penyerupaan Allah terhadap makhlukNya. Padahal, apa yang mereka lakukan justru menyamakan Allah dengan makhluk lalu menghilangkan sifat pantas untuk Allah yang Allah sebutkan untuk diriNya sendiri.

Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata :

وكان السلف ينسبون تاويل هذه الآيات والاحاديث الصحيحة إلى الجهمية لان جهما وأصحابه أول من اشتهر عنهم أن الله منزه عما دلت عليه هذه النصوص بأدلة العقول التي سموها أدلة قطعية هي المحكمات وجعلوا ألفاظ الكتاب والسنة هي المتشابهات فعرضوا ما فيها على تلك الخيالات 

"Dahulu para salaf menisbatkan penakwilan ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih pada kelompok jahmiyah. Karena Jahm dan pengikutnya adalah kelompok yang pertama kali terkenal bahwa mereka meyakini Allah disucikan dari apa yang ditunjukkan oleh nash-nash, berdasarkan dalil akal (mereka), yang mereka namakan sebagai dalil-dalil yang pasti, dan ini sebagai sesuatu yang muhkam. Lalu mereka anggap bahwa lafaz-lafaz kitab dan sunnah sesuatu yang mutasyabih hingga menolak apa yang terkandung padanya berdasarkan khayalan-khayalan mereka."
(Fathul Bari fi Syarh Shahih Bukhari, jilid 5, hal. 75)

Sungguh, jika engkau mengamati perkataan-perkataan kelompok jahmiyah-mu'tazilah itu, engkau akan mendapatinya pada kelompok Asy'ary. Hanya kepada Allah lah kita memohon hidayah dan pertolongan.