AGAR PERKATAAN KITA TIDAK SALING BERTENTANGAN…
[1]- Hamba akan berat untuk mengingat SEMUA hal:
(1)- yang telah ia katakan,
(2)- atau yang telah ia lakukan,
(3)- atau bahkan yang telah ia yakini.
Sehingga hasilnya: sering muncul kontradiksi: antara apa yang ia katakan hari ini, berbeda dengan apa yang ia tetapkan pada tahun dulu, bulan kemarin, atau bahkan pekan yang lalu. Dan ini hal yang tercela menurut Salaf, sebagaimana telah diisyaratkan oleh Shahabat yang mulia, pemilik rahasia Nabi: Hudzaifah bin Al-Yaman -radhiyallaahu ‘anhumaa-, dalam perkataannya:
إنَّ الضَّلَالَةَ حَقَّ الضَّلَالَةِ: أَنْ تَعْرِفَ مَا كُنْتَ تُنْكِرُ، وتُنْكِرَ مَا كُنْتَ تَعْرِفُ، وَإِيَّاكَ وَالتَّلَوُّنَ فِي الدِّيْنِ؛ فَإِنَّ دِيْنَ اللهِ وَاحِدٌ
“Sungguh kesesatan yang sebenar-benarnya adalah: engkau menganggap ma’ruf kepada sesuatu yang sebelumnya engkau anggap mungkar, atau engkau menganggap mungkar kepada sesuatu yang sebelumnya engkau anggap ma’ruf. Janganlah berubah-ubah dalam agama! Karena agama Allah itu satu.”
[“Al-Ibaanah Al-Kubra’ (I/190), karya Ibnu Baththah (wafat th. 387 H)]
[2]- Kontradiksi itu; yakni: saling bertentangan antara perkataan sekarang dengan ketetapan yang dahulu: hal itu akan bisa dihindari JIKA kita berpegang kepada prinsip-prinsip syar’i; yakni: apa yang datang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan mengikuti Manhaj Salaf. Karena yang datang dari Allah; maka tidak akan ada pertentangan di dalamnya. Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{أَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا}
“Maka tidakkah mereka mentadabburi (menghayati) Al Qur'an? Sekiranya (Al Qur'an) itu bukan dari Allah; pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.” (QS. An-Nisaa’: 82)
Maka, perkataan-perkataan yang saling bertentangan: menunjukkan “bahwa itu bukan dari Allah. Karena apa yang dibawa oleh Rasul: adalah serasi dan sepakat, serta saling membenarkan sebagiannya dengan sebagian lainnya, dan saling sesuai antara satu dengan yang lainnya. Dan ini menunjukkan bahwa itulah kebenaran yang hakiki.”
[Perkataan Imam Ibnul Qayyim -rahimahullaah- dalam “Ash-Shawaa-‘iq al-Mursalah” (III/1158)]
[3]- Sehingga, ketika seseorang berpegang kepada “al-Ushuul asy-Syar’iyyah” (prinsip-prinsip syar’i) dan “at-Ta’shiilaat al-‘Ilmiyyah” (pondasi-pondasi ‘ilmiyah): maka akan muncul keserasian dan kesatuan dalam perkataan dan perbuatannya, bahkan juga keyakinannya.
Dan bahkan: jika masing-masing orang berpegang kepada prinsip dan pondasi tersebut; maka akan muncul persatuan dan menghilangkan perpecahan.
“Karena saya meyakini bahwa untuk keluar dari berbagai kesempitan (karena perselisihan) ini: JIKA kita berpegang kepada “al-Qawaa’id asy-Syar’iyyah” (kaidah-kaidah syar’i ) yang sampai kepada kita dalam Al-Kitab dan As-Sunnah serta Manhaj Salafush Shalih, dan kita mengikuti “al-‘Ushuul al-‘Ilmiyyah” yang sampai kepada kita melalui jalan para ulama dan para imam; kita ikuti secara: ilmu dan kesabaran, serta secara: perkataan dan perbuatan, disertai keikhlasan kepada Allah dan kejujuran jiwa: NISCAYA akan tercerahkan mendung perpecahan, dan hilang ekor (akibat) dari ujian, sehingga jadilah kita seperti yang Allah inginkan:
{...رُحَـمَاءُ بَيْنَهُمْ...}
“…saling berkasih sayang sesama mereka…” (QS. Al-Fath: 29)
Dan seperti yang diridhai oleh Nabi kita -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
((مَثَلُ الْمُؤْمِنِ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا))
“Permisalan seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti sebuah bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Agar hal itu semua menjadi jalan untuk: keselamatan di masa sekarang dan kebaikan di masa yang akan datang.”
[Perkataan Syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halabi -hafizhahullaah- dalam “Manhaj as-Salaf ash-Shaalih…” (hlm. 68 -cet. II)]
-Ahmad Hendrix-