Selasa, 31 Agustus 2021

Bersihkan hati

Bersihkan hati 
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahumullah pernah berkata:

"Seseorang tidaklah mungkin hanya memiliki satu kondisi (tanpa perubahan),sampai pun para sahabat radhiyallahu anhum. Mereka pernah berkata 'Wahai Rasulullah, saat bersama engkau sungguh kami mendapatkan nasihat dan beriman kuat. Namun saat kami kembali kepada keluarga bercengkerama dengan istri dan anak-anak, kami terlalaikan'. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda "Sesaat dan sesaat" (terkadang berubah). 
Tidaklah mungkin seorang hamba berada di atas satu kondisi. Sehingga, hendaklah ia menjaga keselamatan hatinya. Sebab, dengan keshalihan hatinya, maka seluruh anggota tubuhnya pun akan menjadi shalih.
Hendaknya ia meninggalkan hal yang bukan urusannya, menjauhi perdebatan yang tidak bermanfaat, meninggalkan fanatisme yang menyebabkan perpecahan umat serta melangkah menuju (ridha) Allah ta'ala.
Karenanya, engkau akan mendapatkan seorang awam "lebih baik" dalam prinsip aqidah dan keikhlasan daripada kebanyakan penuntut ilmu yang kesibukannya hanyalah: 'terima' atau 'tolak', isu 'katanya dan katanya', apa pendapatmu tentang fulan?, bagaimana menurutmu tentang kitab anu?, atau tulisan fulan.
Inilah yang sejatinya dapat menyimpangkan (langkah) seorang hamba dan menjauhkan hatinya dari (langkah menuju) Allah ta'ala. Maka, janganlah ia sibuk dengan isu.
Nasihatku untuk semuanya, hendaklah kita sibuk berjalan menuju Allah ta'ala, menjauhi perselisihan yang terjadi pada manusia. Inilah yang terbaik.

📽️🎞️ Liqaa' al-Baab al-Maftuh no: 232
Ustadz rizal yulizar putrananda 

Minggu, 29 Agustus 2021

Kitab Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab terdiri dari 66 bab dan 596 masail • Beliau menulis kitab itu usia 24 tahun di Bashroh pada tahun 1139 H akhir

 TAHUKAH ANDA?


• Kitab Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab terdiri dari 66 bab dan 596 masail


• Beliau menulis kitab itu usia 24 tahun di Bashroh pada tahun 1139 H akhir


• Kemudian ditambah masailnya ketika beliau Huraimila


[Faidah pilihan tentang kitab Tauhid, Hilal Az-Zahroni]

Ustadz Nurhadi Nugroho

Wara’ itu bukan terletak pada pakaianmu yg tidak isbal, jenggotmu yg panjang, jubah longgar yang kau kenakan.

 HAKIKAT WARA’


Wara’ itu bukan terletak pada pakaianmu yg tidak isbal, jenggotmu yg panjang, jubah longgar yang kau kenakan.


Wara’ itu bukan pula karena sholatmu selalu  di shaf terdepan, puasa sunnahmu yang kau rutinkan, shodaqahmu yang kau tebarkan.


Wara’ itu adalah amanah yang kau jaga dalam bermuamalah, kekhawatiranmu memakan walau secuil harta yang haram, kejujuranmu dalam berjual beli, komitmenmu memegang janji.


Wara’ seorang muslim, tidak kan kau dapati dalam majlis kajian, daurah dan tabligh akbar, tetapi kan kau dapat dan kau ketahui manakala engkau bertransaksi jual beli dengannya, memikulkan amanah padanya.


————

20 Muharram 1443/ 29 Agust 2021


Abu Fairuz My

Sabtu, 28 Agustus 2021

Ada seseorang tertimpa musibah, sakit atau penderitaan, lantas dia pun mengharapkan kematian kepada Allah Ta'ala, karena saking tidak kuat dan tidak sanggupnya memikul penderitaannya. Hal seperti itu pernah terjadi di zaman para sahabat, maka ditegurlah orang tersebut oleh salah seorang sahabat.

 MENGHARAPKAN KEMATIAN


Ada seseorang tertimpa musibah, sakit atau penderitaan, lantas dia pun mengharapkan kematian kepada Allah Ta'ala, karena saking tidak kuat dan tidak sanggupnya memikul penderitaannya. Hal seperti itu pernah terjadi di zaman para sahabat, maka ditegurlah orang tersebut oleh salah seorang sahabat. 


Ibnu Umar radhiallahu anhuma mendengar seseorang berangan-angan kematian, maka beliau mengatakan :


لا تتمن الموت ، فإنك ميت ، وسل الله العافية 


“Janganlah kamu berangan-angan kematian. Maka sesungguhnya kamu pasti akan mati. Dan mohonlah kepada Allah kesehatan. (Lathoifil Al Ma'arif 298). 


Bahkan sebagian orang-orang shaleh terdahulu yang badannya sehat bugar dan tidak mengalami penderitaan, mereka mengharapkan kematian, ternyata setelah kematian itu mendatanginya,  mereka pun pada menyesal. 


Berkata Ibnu Rojab rahimahullah :


" وقد كان كثير من الصالحين يتمنى الموت في صحته ، فلما نزل به كرهه لشدته ، ومنهم أبو الدرداء وسفيان الثوري ، فما الظن بغيرهما ؟!" .


“Dan sungguh dahulu banyak dari kalangan orang-orang shaleh berangan-angan kematian waktu sehatnya. Ketika mendapatkannya, mereka tidak menyukainya karena kedahsyatannya. Diantara mereka ada Abu Darda’, Sofyan Tsauri. Bagaimana lagi dengan yang  lainnya? (Majmu' Rosail). 


Untuk itulah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, melarang berangan-angan mengharapkan datangnya kematian. 


Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :


لا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ , فَإِنْ كَانَ لا بُدَّ فَاعِلا فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي , وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي.  متفق عليه


“Janganlah kalian berangan-angan mengharapkan datangnya kematian. Karena, kalaulah dia orang baik, siapa tahu ia bisa menambah kebaikannya. Dan kalaulah dia adalah orang jahat, siapa tahu ia bisa meminta penangguhan (untuk bertaubat).” (HR. Bukhari). 


Kalau memang harus dilakukan (mengharapkan kematian) hendaknya dia berdoa ‘Ya Allah hidupkan diriku selagi kehidupan itu baik bagi diriku. Dan wafatkan diriku selagi kematian itu baik bagi diriku. 


Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,


لا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ , فَإِنْ كَانَ لا بُدَّ فَاعِلا فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي , وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي. (متفق عليه)


“Jangan salah seorang diantara kamu berangan-angan kematian karena kesusahan yang menimpanya. Kalau memang harus dilakukan, hendaknya dia berdoa ‘Ya Allah hidupkan diriku selagi kehidupan itu baik bagi diriku. Dan wafatkan diriku selagi kematian itu baik bagi diriku.” (Muttafaq alaih). 


AFM 


Sumber: https://abufadhelmajalengka.blogspot.com/2021/08/mengharapkan-kematian.html?m=1

Jumhur Kibar Ulama Saudi mensunnahkan *Adzan ditelinga bayi ( baru lahir )*

 Jumhur Kibar Ulama Saudi mensunnahkan 

*Adzan ditelinga bayi ( baru lahir )* 


Kali ini saya akan bawakan fatwa dari Imam besar Asy-syaikh Muhammad bin Sholih Alutsaimin رحمه الله ,


Bertanya seorang penanya ;

Apakah shahih adzan ditelinga bayi ( yang baru lahir ) dan qomat ditelinga sebelahnya ?


Asy-syaikh ibnu Utsaimin رحمه الله menjawab ;

"Adzan ketika bayi baru lahir hukumnya sunnah, adapun qomat  haditsnya lemah bukan sunnah, dan hendaknya adzan itu yang pertama diperdengarkan kepada bayi yang baru lahir ...


________


Teks arab aslinya


السؤال:


جزاكم الله خيراً. السائل الذي رمز لاسمه بـ أ أ يقول: ما صحة الآذان في أذن المولود والإقامة في الأخرى؟جزاكم الله خيراً. 


الجواب:


الشيخ: الآذان عند ولادة المولود سنة. وأما الإقامة فحديثه ضعيف فليست بسنة، ولكن هذا الآذان يكون أول ما يسمع المولود، وأما إذا فات وقت الولادة فهي سنة فات محلها، فلا تقضى. نعم. 


_______


محمد آدم المقلد


Silahkan merujuk pada sumber asli fatwa berbahasa arab , dikutip dari situs resmi kumpulan fatwa fatwa Asy-syaikh Muhammad bin Shalih Alutsaimin رحمه الله , dilengkapi teks dan audio fatwa beliau


https://binothaimeen.net/content/11558

Sedangkan setiap muslim punya asuransi gratis, jaminan dari Allah yang tidak memerlukan dana, hanya konsekwen dia menjalankan rutinitas membaca 5 bacaan di bawah ini tiap pagi dan sore, Makan boleh lupa tapi baca 5 bacaan dibawah ini jagan sampe kelewat.

 LINDUNGI DIRIMU DENGAN 5 PERLINDUNGAN

________________________________________________


Kebanyakan orang akan memilih membayar asuransi, dengan beraneka macam jenis asuransi, dengan berjuta alasan dari karena terpaksa sampai hanya untuk jaga-jaga diri kalau terkena musibah, bisa ada yang mengcover kerugian, meski terkadang beresiko tertipi dengan asuransi abal-abal.


Sedangkan setiap muslim punya asuransi gratis, jaminan dari Allah yang tidak memerlukan dana, hanya konsekwen dia menjalankan rutinitas membaca 5 bacaan di bawah ini tiap pagi dan sore, Makan boleh lupa tapi baca 5 bacaan dibawah ini jagan sampe kelewat.


yah 5 jenis asuransi plus-plus berikut:


1. Membaca Muawwidzatain surat Al falaq dan An Nas. Berikut keutamaannya:

Adapun keutamaan surah muawwidzatain tersebut adalah sebagai berikut.


Pertama. Surah yang turun di malam hari dan berbeda dengan surah lainnya.


عن عقبة بن عامر قال :قال رسول اللَّه صلّى اللَّه عليه وسلّم : «ألم تر آيات أنزلت هذه الليلة لم ير مثلهن قط : قُلْ : أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وقُلْ : أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ». رواه مسلم وأحمد والترمذي والنسائي.


Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah kamu melihat ayat-ayat yang diturunkan malam ini? Tidak ada yang semisal dengannya, yakni qul a’udzu birabbin nas, dan qul a’udzu birabbil falaq.” (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi, dan An-Nasa’i).


Kedua. Dua surah yang diwasiatkan Nabi saw. agar dibaca setiap selesai shalat.


عن عقبة بن عامر قال : «أمرني رسول اللَّه صلّى اللَّه عليه وسلّم أن أقرأ بالمعوّذات في دبر كل صلاة». رواه أحمد وأبو داود والترمذي والنسائي


Dari ‘Uqbah bin Amir, ia berkata, “Rasulullah saw. memerintahkanku untuk membaca surah muawwidzatain setiap selesai shalat.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i).


Ketiga. Dua surah yang diwasiatkan Nabi saw. agar dibaca sebelum dan sesudah tidur


عن عقبة بن عامر قال: «بينا أنا أقود برسول اللَّه صلّى اللَّه عليه وسلّم في نقب من تلك النقاب إذ قال لي: يا عقبة ألا تركب! قال: فأشفقت أن تكون معصية قال : فنزل رسول اللَّه صلّى اللَّه عليه وسلّم وركبت هنية ثم ركب ثم قال : يا عقب، ألا أعلمك سورتين من خير سورتين قرأ بهما الناس؟ قلت : بلى، يا رسول اللَّه ، فأقرأني قُلْ : أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وقُلْ : أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثم أقيمت الصلاة فتقدم رسول اللَّه صلّى اللَّه عليه وسلّم فقرأ بهما ثم مرّ بي ، فقال : كيف رأيت يا عقب ، اقرأ بهما كلما نمت وكلما قمت». رواه أحمد وأبو داود والنسائي


Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata, “Ketika saya menuntun Rasulullah saw. pada sebuah perjalanan di Naqab, tiba-tiba beliau bersabda kepadaku, ‘Wahai ‘Uqbah, Tidakkah kamu menaiki kendaraan?’ Uqbah berkata, “Aku khawatir jika penolakanku adalah termasuk maksiat.” Lalu Rasulullah saw. turun, dan saya menaiki kendaraan beberapa saat, kemudian beliau naik kembali, lalu beliau bersabda, “Wahai ‘Uqbah, maukah kamu aku ajari dua surah yang lebih baik dari dua surah yang biasa dibaca oleh orang-orang?” “Mau, wahai Rasulullah”. Lalu beliau membacakan kepadaku qul a’udzu birabbil falaq dan qul a’udzu birabbin nas. Setelah itu iqamat dikumandangkan, Rasulullah saw. maju dan membaca kedua surah itu. Kemudian beliau melewatiku, dan bersabda, “Bagaimana menurutmu wahai ‘Uqbah, bacalah kedua surat itu setiap kamu hendak tidur dan ketika kamu bangun.” (Ahmad, Abu Daud, dan Nasai)


Keempat. Dua surah yang paling baik digunakan untuk permintaan perlindungan kepada Allah swt.


عن أبي عبد اللَّه بن عابس الجهني: أن النبي صلّى اللَّه عليه وسلّم قال له :«يا ابن عابس ألا أدلك –  أو ألا أخبرك –  بأفضل ما يتعوذ به المتعوذون؟ قال: بلى يا رسول اللَّه قال : قل أعوذ برب الفلق وقل أعوذ برب الناس هاتان السورتان». رواه النسائي


Dari Abi Abdillah bin ‘Abis Al-Juhani, bahwasannya Nabi saw. bersabda kepadaku, “Wahai Ibnu Abis, maukah aku tunjukkan – maukah kamu aku kabarkan – paling afdhalnya sesuatu yang orang-orang yang meminta perlindungan dengannya?” Ibnu Abis berkata, “Mau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “qul a’udzu birabbil falaq dan qul a’udzu birabbin nas, dua surah ini.”


Kelima. Surah yang tidak pernah diturunkan di dalam kitab-kitab sebelum Al-Qur’an.


Hal ini berdasarkan potongan hadis riwayat Uqbah bin Amir sebagai berikut.


فَقَالَ لِي يَا عُقْبَةُ بْنَ عَامِرٍ أَلَا أُعَلِّمُكَ سُوَرًا مَا أُنْزِلَتْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهُنَّ لَا يَأْتِيَنَّ عَلَيْكَ لَيْلَةٌ إِلَّا قَرَأْتَهُنَّ فِيهَا قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ. رواه أحمد


Surah-surah yang tidak diturunkan di dalam taurat, Zabur, dan tidak pula di dalam Al-Qur’an yang seperti surah-surah itu. Tidaklah malam menghampirimu kecuali kamu membaca surah-surah itu di dalamnya, yakni qul huwallahu ahad, qul a’udzu birabbil falaq dan qul a’udzu birabbin nas.” (HR. Ahmad)


Keenam. Surah-surah untuk meminta kesembuhan kepada Allah swt.


عن عائشة: أن النبي صلّى اللَّه عليه وسلّم كان إذا أوى إلى فراشه كل ليلة جمع كفيه ثم نفث فيهما وقرأ فيهما قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ، ثم يمسح بهما ما استطاع من جسده ، يبدأ بهما على رأسه ووجهه ، وما أقبل من جسده ، يفعل ذلك ثلاث مرات. رواه البخاري.


Dari Aisyah r.a., bahwasannya Nabi saw. jika hendak menuju kasurnya setiap malam, maka beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya, kemudian beliau meniupkan di keduanya seraya membaca qul huwallahu ahad, qul a’udzu birabbil falaq dan qul a’udzu birabbin nas, lalu beliau mengusapkan kedua tangannya kepada tubuhnya yang dapat beliau jangkau, yakni beliau memulai di atas kepala dan wajahnya, dan bagian depan tubuhnya, beliau melakukannya sebanyak tiga kali.” (HR. Al-Bukhari).


2. Membaca A’ûdzu bikalimâtillâhit tâmmâti min syarri ma khalaqa “ 

عَنْ خَوْلَةَ بِنْتِ حَكِيمٍ السُّلَمِيَّةَ رضي الله عنها قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ نَزَلَ مَنْزِلاً ثُمَّ قَالَ: ((أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ)) لَمْ يَضُرَّهُ شَىْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ … رواه مسلم. 

Dari ‘Khaulah bintu Hakim as-Sulamiyyah rahimahullah  beliau berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang singgah/menempati suatu tempat lalu dia membaca (dzikir) “ A’ûdzu bikalimâtillâhit tâmmâti min syarri ma khalaqa “  (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allâh  yang sempurna dari kejahatan yang ada pada makhluk-Nya), maka tidak ada sesuatupun yang akan mengganggu/membahayakannya sampai dia pergi dari tempat itu”[HSR Muslim (no. 2708)].


Referensi: https://almanhaj.or.id/8452-keutamaan-berzdikir-untuk-memohon-perlindungan-allah.html


3. Membaca BISMILLAHILLADZI LAA YADHURRU MA’ASMIHI SYAI-UN FIL ARDHI WA LAA FIS SAMAA’ WA HUWAS SAMII’UL ‘ALIIM


وَعَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ فِي صَبَاحِ كُلِّ يَوْمٍ وَمَسَاءِ كُلِّ لَيْلَةٍ : بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ العَلِيمُ ، ثَلاثَ مَرَّاتٍ ، إِلاَّ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ )) . رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ ))


Dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah seorang hamba mengucapkan setiap pagi dari setiap harinya dan setiap petang dari setiap malamnya kalimat: BISMILLAHILLADZI LAA YADHURRU MA’ASMIHI SYAI-UN FIL ARDHI WA LAA FIS SAMAA’ WA HUWAS SAMII’UL ‘ALIIM (dengan nama Allah Yang dengan nama-Nya tidak ada sesuatu pun yang membahayakan di bumi dan tidak juga di langit, dan Dialah Yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui) sebanyak tiga kali, maka tidak aka nada apa pun yang membahayakannya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih). [HR. Abu Daud, no. 5088; Tirmidzi, no. 3388; Ibnu Majah, no. 3388. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].


Sumber https://rumaysho.com/18757-meminta-perlindungan-dari-bahaya-pada-pagi-dan-petang-hari.html


4. Membaca ayat kursi

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ


Ayat kursi juga merupakan pelindung dari syaithan sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila engkau mendatangi tempat tidur (di malam hari), bacalah Ayat Kursi, niscaya Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga waktu pagi.” (HR. Al-Bukhari)


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  juga bersabda, “Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setelah selesai shalat, maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali kematian” (HR. An Nasa-i, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).

dalam hadist lain juga disebutkan bahwa: “Siapa yang membacanya ketika petang, maka ia akan dilindungi (oleh Allah dari berbagai gangguan) hingga pagi. Siapa yang membacanya ketika pagi, maka ia akan dilindungi hingga petang.” (HR. Al Hakim 1: 562. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits tersebut dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 655).


5. Setiap mau keluar rumah Membaca BISMILLAHI, TAWAKKALTU ’ALA ALLAH, LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAAH


بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ


BISMILLAHI, TAWAKKALTU ’ALA ALLAH, LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAAH


“Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.”


Keutamaan


Dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan doa ini,


إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، قَالَ: يُقَالُ حِينَئِذٍ: هُدِيتَ، وَكُفِيتَ، وَوُقِيتَ، فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ، فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ: كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ؟


”Apabila seseorang keluar dari rumahnya kemduian dia membaca doa


بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ


Maka disampaikan kepadanya, ‘Kamu diberi petunjuk, kamu dicukupi kebutuhannya, dan kamu dilindungi.’ Seketika itu setan-setan pun menjauh darinya. Lalu salah satu setan berkata kepada temannya, ’Bagaimana mungkin kalian bisa mengganggu orang yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi.’ (HR. Abu Daud, no. 5095; Turmudzi, no. 3426; dinilai shahih oleh Al-Albani)


Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/5573-keistimewaan-doa-keluar-rumah.html

Berkata Syaikh Ali Al-Halabi rahimahullah; Di sini saya sebutkan kisah yang sedikit lucu namun penuh dengan ibrah di dalamnya,

 Obrolan Berkelas

Bincang Ulama


Berkata Syaikh Ali Al-Halabi rahimahullah;


Di sini saya sebutkan kisah yang sedikit lucu namun penuh dengan ibrah di dalamnya,


'Adalah aku ketika itu duduk bersama Syaikh Al-Albani rahimahullah di balkon rumah beliau. Dan balkon rumah beliau memanjang hingga ke sebuah kebun kecil yang ada di dalamnya sebagian burung, pohon-pohon dan yang semisal. Dan ternyata ada ayam jago yang berkokok… 

ayam jago tersebut berkokok dan Nabi shallalllahu alaihi wasallam bersabda,


إِذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيَكَةِ فَسلوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ، فَإِنَّهَا رَأَتْ مَلَكًا.


'Apabila kalian mendengar ayam berkokok, mintalah karunia Allah (berdoalah), karena dia melihat malaikat'. [HR. Bukhari no. 3303 dan Muslim no. 2729]


Dan kejadian ini adalah sebelum Syaikh menguatkan riwayat lain,


إِذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيَكَةِ مِنَ (اللَّيْلِ) فَسَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ.


'Apabila kalian mendengar ayam berkokok (di malam hari) mintalah kepada Allah karunia-Nya.' 

[HR. Ahmad no. 8064 dan dishahihkan oleh Syuaib al-Arnauth).


Kejadian tersebut terjadi di waktu pagi hari, Syaikh belum merajihkan hal ini dan inilah yang lebih rajih, karena ikatan lafadz (di malam hari) andai tidak punya makna maka tentunya (tidak disebutkan dalam hadits) kalau memang tidak memliki pengaruh.


Dan ternyata setiap menit ayam jago tersebut berkokok. Aku pun berdoa, Nas alullah al Adzim min fadhlih. 

Kami meminta kepada Allah Yang Mahaagung dari karunia-Nya.


Maka aku katakan, 'Wahai Syaikh, apakah setiap ayam jago tersebut berkokok kita berdoa sebagaimana perkataan Nabi shallallahu alaihi wasallam?'. 


Maka Syaikh diam sejenak dan mengatakan, 'Subhanallah, ini adalah ladang pahala sunnah yang Allah bukakan untuk kita, apa pantas kemudian kita jemu? Sedang orang-orang sufi berdzikir dengan cara yang tak ada tuntunannya dan tak jemu-jemu (Allah…Allah…Allah). 

Itu perbuatan mengada-ngada dan mereka tak jemu.'


Maka aku katakan, 'Wahai Syaikh, aku bertanya untuk belajar'. 

Dan Syaikh menjawab, 'Aku menjawab untuk mengajarimu'.

 

'Aku memohon kepada Allah agar Allah merahmati Para Masayikh dan menganugerahkan pada kita semua husnul ittiba’ wat tasannun'.


[Juz' fid diik wa ba’dhu fadhailihi wa




 nawadirih hal 10-11]


__________

Allahummarham masaayikhana wakhsyurna ma'ahum fi daari karamaatik innaka waliyyu dzalik wa Antal qaadiru 'alaih..

Amin 



https://www.facebook.com/100000456003325/posts/6309622425729562/



Qois (Majnunu Laila/seorang yang menjadi gila karena mencintai Laila) pada suatu hari melewati sekelompok orang yang sedang shalat,

 Qois (Majnunu Laila/seorang yang menjadi gila karena mencintai Laila) pada suatu hari melewati sekelompok orang yang sedang shalat, 

maka setelah shalat mereka memanggilnya, "Hai Qois, apa yang diperbuat oleh Laila sampai membuatmu begini; kesadaranmu hilang & hidupmu hancur, sampai-sampai kau melihat kami shalat dan kamu hanya berlalu, tidak ikut shalat bersama kami," 

Qois menjawab: "Demi Allah saya tidak melihat kalian, " 

seseorang menjawab: "Apakah saking sibuknya kau memikirkan Laila sampai kau tidak melihat kami?" 

maka Qois menjawab: "Seandainya kalian mencintai Allah sebagaimana aku mencintai Laila, pasti kalian akan fokus beribadah dan tidak melihat aku melewati kalian."


Syaikh Utsman Al Khamis

https://youtube.com/shorts/0KakLFwGD-0?feature=share


Jumat, 27 Agustus 2021

WAHABI DIMATA AZ-ZUHAYLĪ

 WAHABI DIMATA AZ-ZUHAYLĪ


Bismillah wal-Hamdulillah, selesai juga membaca kitab tipis (hanya 72 hal) karyanya Imam Wahbah Az-Zuhaylī, judulnya Al-Bida‘ Al-Munkarah. Saya sarankan kepada para penuntut Ilmu untuk tidak luput membaca kitab ini, ringkas tapi sangat full faedah.


Pada bagian mukadimahnya saja ada kabar baik, Imam Wahbah Az-Zuhayli menerangkan:


ليس هناك مذهب وهابي لا فى العقائد ولا فى الأحكام الشرعية. وانما هناك اصطلاحات فى محلها، فهم فى الإعتقاد على مذهب السلف الصالح رضوان الله عليهم، وفى الأحكام على مذهب الإمام أحمد بن حنبل رضي الله عنه. فهم حنابلة فى المذهب، سلفيون فى الإعتقاد. 

“Tidak ada mazhab Wahabi dalam akidah maupun hukum² Syarak (fikih). Yang ada adalah istilah² yang dipakai sesuai konteksnya. Mereka (Wahabi) dalam akidah mengikuti mazhab salaf saleh ridwanullāh ‘alayhim, adapun dalam hukum² (fikih) mengikuti mazhab Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallahu ‘anhu. Maka mereka (Wahabi) adalah Hanabilah dalam mazhab (fikih) dan Salafi dalam akidah.”


Kabar baik diatas mungkin sulit diterima oleh segelintir orang yang terlanjur mengampanyekan bahwa “akidah wahabi” itu mujassimah, anti-mazhab, dan lain sebagainya. Bagi saya, walau bukan wahabi, apa yang disampaikan oleh ulama seperti Imam Wahbah Az-Zuhayli itu sangat “gimana gitu”. 


Apakah Anda juga merasakan?

Bagaimana dengan/menurut Anda? 


Semoga berfaedah, amin.


Salam Persahabatan,

Alfan Edogawa



“Sungguh Aku benar-benar tidak suka jika ada satu hari yang berlalu tanpa melihat mushaf (membaca Al-Quran)” [ ‘Utsmān ibn ‘Affān ]

 


قال عثمان بن عفان -رضي الله عنه- :


” وإني لأكره أن يأتي عليّ يوم لا أنظر في المصحف “


[ شعب الإيـمان - الـبيهقي ]

Ustadz bagus ferry 



“Sungguh Aku benar-benar tidak suka jika ada satu hari yang berlalu tanpa melihat mushaf (membaca Al-Quran)”


[ ‘Utsmān ibn ‘Affān ]

tanggung jawab

Jangan jadikan perhatianmu pada kematian itu : Kapan kamu mati? Dan dimana kamu mati?, karena ini bukan urusanmu. Hendaknya perhatian terbesarmu adalah pada : Bagaimana keadaanmu ketika mati

“Jangan jadikan perhatianmu pada kematian itu : Kapan kamu mati? Dan dimana kamu mati?, karena ini bukan urusanmu. Hendaknya perhatian terbesarmu adalah pada : Bagaimana keadaanmu ketika mati. Nabi bersabda : (Seorang itu akan dibangkitkan sesuai dengan keadaan ia ketika mati). Siapa yang mati diatas ketaatan, maka ia akan dibangkitkan diatasnya. Dan siapa yang mati diatas kemaksiatan, maka ia juga akan dibangkitkan diatasnya”

✍🏻 Syaikh Shalih bin Abdillah bin Hamad Al ‘Ushaimi
Ustadz yami Cahyanto 

2 perkara yang ditidak disukai oleh anak Adam.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

2 perkara yang ditidak disukai oleh anak Adam.

1. Dia tidak suka kematian, padahal kematian lebih baik baginya daripada fitnah kehidupan.

2. Dia tidak suka sedikitnya harta, padahal sedikitnya harta lebih ringan hisabnya.

(HR. Ahmad. Silsilah Shahihah 218)
Ustadz ridwan abu raihana 

Jangan bosan untuk selalu meminta kepada Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Jangan bosan untuk selalu meminta kepada Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Ketika menafsirkan ayat 191-195 dari surah Ali Imran, Imam Qatadah rahimahullah berkata,

والله مازالوا يقولون:

" ربنا ، ربنا ، ربنا"
حتى استجيب لهم. 

"Demi Allah, mereka selalu mengatakan, "Wahai Rabb kami ... wahai Rabb kami ... wahai Rabb kami ..." hingga (doa) mereka dikabulkan."

📚تفسير ابن أبي حاتم : ٦٢٧٤
Ustadz Abu razin taufiq 

Kamis, 26 Agustus 2021

KELEZATAN ILMU DAN PECINTANYA

 KELEZATAN ILMU DAN PECINTANYA

Kejujuran dalam thalab itu ditunjukkan dengan cinta. Cinta terhadap ilmu, sekaligus cinta pada proses menuntutnya. Hati terpaut padanya. Hingga merasakan lezatnya.
Ibnul Qayyim al-Jawziyyah rahimahullâh berkata,
ومن لم يغلب لذة إدراكه وشهوته على لذة جسمه وشهوة نفسه لم ينل درجة العلم أبدا
"Sesiapa yang tidak memenangkan kelezatan dan syahwatnya dalam menuntut ilmu atas kelezatan jasadi dan syahwat diri (dalam urusan dunia), maka ia tak mencapai derajat ilmu selamanya." [Miftâhu Dâris Sa'âdah]
Lezatnya ilmu bisa melampaui lezatnya kekuasaan, jabatan, pengaruh, bahkan syahwat ketenaran. Padahal kita tahu bahwa hal ini semua yang begitu dikejar jiwa-jiwa, bahkan demi mencapainya mereka rela berkorban harta dan mengorbankan nyawa.
Tengoklah Abu Ja'far al-Manshûr. Seorang khalifah 'Abbâsiyah yang masyhur, yang kekuasaannya terbentang dari Timur ke Barat, adakah kelezatan dunia yang terluput darinya? Logika kita berkata "tak ada".
Namun ternyata beliau menyebutkan "ada". Sebab semua kelezatan dunia itu menjadi sirna oleh yang satu ini. Beliau duduk di singgasana dan ranjang kerajaannya berkata,
بقيت خصلة : أن أقعد على مصطبة وحولي أصحاب الحديث أي طلاب العلم...
"Tinggal satu lagi: Aku duduk lesehan di teras datar, sementara Ash-hâbul Hadîts yaitu para Thullâbul 'Ilmi berada di sekelilingku untuk membacakan ilmu..." [Syarh Ta'zhîmil 'Ilmi, 119]
Ya. Para pecinta ilmu, gairahnya begitu kuat pada ilmu. Hampir-hampir saja semua yang bisa menyibukkan manusia tak menyibukkan kebanyakan mereka.
Ibnul Qayyim berkata,
وأما عشاق العلم فأعظم شغفا به وعشقا له من كل عاشق بمعشوقه...
"Adapun para pecinta ilmu maka lebih besar lagi gairah dan kecintaannya pada ilmu dari setiap pecinta terhadap yang dicintainya (dari dunia)..." [Rawdhatul Muhibbîn]
✍🏻 Abu Hâzim Mochamad Teguh Azhar
(Pelayan di Ma'had Daar El 'Ilmi Beusi)

SHALAT SENDIRIAN DI MESJID ATAU BERJAMA'AH DI RUMAH?

 SHALAT SENDIRIAN DI MESJID ATAU BERJAMA'AH DI RUMAH?

Ketika anda tertinggal berjama'ah. Atau anda hanya sendirian saja di masjid. Sementara di rumah ada keluarga yang bisa jadi makmum; maka shalat berjama'ah bersama keluarga di rumah lebih utama daripada shalat munfarid di mesjid.
Kaidahnya:
الفضيلة المتعلقة بذات العبادة أولى بالمراعاة من المتعلقة بزمانها أو مكانها
"Keutamaan yang tergantung pada dzat ibadah lebih utama dari menjaga keutamaan yang berkaitan dengan waktu atau tempatnya"
Menjaga untuk tetap berjama'ah lebih didahulukan daripada keutamaan tempat itu sendiri. Oleh karena itu jika anda hanya sendirian di mesjid sementara anda bisa berjama'ah di rumah, maka lebih utama anda berjama'ah di rumah saja.
Namun jika di mesjid ada jama'ahnya, maka tentu di mesjid lebih utama. Bahkan mengumpulkan 2 keutamaan sekaligus; keutamaan dzat ibadahnya dan kemuliaan tempatnya.
Apa dalil yang membangun kaidah tersebut?
Diantara dalil yang membangun kaidah di atas adalah hadits shahih,
إذا قدم العشاء فابدؤوا به قبل أن تصلوا صلاة المغرب. (رواه البخاري ومسلم)
"Jika makan malam telah dihidangkan maka mulailah dengannya sebelum kalian shalat Maghrib." [Riwayat al-Bukhâriy dan Muslim]
Wajhul Istidlâl-nya:
أن في تقديم العشاء مراعاة لفضيلة تتعلق بذات العبادة وهي حضور القلب، فروعيت وقدمت على فضيلة فعل الصلاة في أول الوقت.
"Bahwasanya mendahulukan makan malam itu bentuk penjagaan untuk keutamaan yang berkaitan dengan dzat ibadah yaitu *hadirnya hati (kekhusyukan)*, maka ia diperhatikan dan didahulukan atas keutamaan shalat di awal waktu." [Al-Jawâhir al-'Adniyyah, Syaikhuna Dr. Labîb Najîb]
Ya. Kekhusyukan adalah salah satu ruh shalat. Ia terkait dengan dzat ibadah. Maka Ia didahulukan dari waktu awal. Disanalah hikmahnya Nabi shallallâhu 'alayhi wasallam menyuruh agar kita makan malam dulu. Dengan catatan *jika ia telah terhidang dan kita sangat membutuhkannya*.
Maka kaidah di atas bisa diterapkan ke banyak kasus dengan wajhul istidlal yang telah dijelaskan, termasuk kasus shalat sendirian di mesjid vs shalat berjama'ah di rumah seperti di atas.
Selain itu ada dalil berupa hadits Abu Bakrah Radhiyallâhu ‘anhu yang berbunyi:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ أَقْبَلَ مِنْ نَوَاحِيْ المَدِيْنَةِ يُرِيْدُ الصَّلاَةََ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا فَمَالَ إِلَى مَنْزِلِهِ فَجَمَعَ أَهْلَهُ فَصَلَّى بِهِمْ
"Sesungguhnya Rasulullah datang dari pinggiran Madinah ingin menunaikan shalat. Lalu mendapati orang-orang telah selesai shalat berjama’ah. Kemudian beliau pulang ke rumahnya dan mengumpulkan keluarganya dan mengimami mereka shalat." [Riwayat ath-Thabaraniy dalam al-Kabîr. Al-Albaniy menghasankannya]
Hadits ini mengisyaratkan bahwa berjama'ah lebih didahulukan dari keutamaan tempat. Wallâhu A'lam.
Semoga bermanfaat,
✍🏻 Abu Hâzim Mochamad Teguh Azhar
(Khadim di Ma'had Daar El 'Ilmi Beusi)

Ijin brtnya , mengenai arwah seseorng yg bru mninggal. Slma 7 - 40hr. Wktu itu mmg ada kerabat ana yg tahlilan dan d stu sya mghormati mreka nmun ada satu kjdian yg dmna mmbuat ana bngung ada mkanan dan mnuman di tempat tdurnya. Sya tnya ini buat apa ?

Bismillah 
Assalamualaikum smoga ustadz dan kluarga senantiasa di berkahi oleh Allah 

Ijin brtnya , mengenai arwah seseorng yg bru mninggal. Slma 7 - 40hr. Wktu itu mmg ada kerabat ana yg tahlilan dan d stu sya mghormati mreka nmun ada satu kjdian yg dmna mmbuat ana bngung ada mkanan dan mnuman di tempat tdurnya. Sya tnya ini buat apa ? Jwb nya "buat mbahku kalau pgn mkan" tpi ana di stu diam sja dan msih bngung. Se pendek yg ana tau yg berkaitan dgn hal ghaib hrs ada pnjalsan dr Quran & Hadist Nabi. Apkha ada pnjelasannya ustadz mengenai hal tsb ? Barakallahu fiikum
Jawaban : 
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته 

Tidak benar menyediakan makanan seperti itu untuk mayit. Karena mayit sudah tidak makan dari makanan dunia. Di antaranya adalah berdasarkan hadis Rasulullah shalallahu alaihi wassalam 

إنَّ رُوحَ القُدُسِ نفثَ في رُوعِي ، أنَّ نفسًا لَن تموتَ حتَّى تستكمِلَ أجلَها ، وتستوعِبَ رزقَها
*Sesungguhnya Malaikat Jibril alaihi salam membisikkan ke hatiku bahwa suatu jiwa tidak akan mati sampai dia tiba pada ajalnya dan telah menghabiskan semua rezekinya di dunia.*

Adapun kumpul-kumpul pada hari kesekian pada keluarga mayit maka tidak boleh menurut madzhab Syafi'i rahimahullohu ta'ala, bahkan dianggap termasuk bid'ah.

Dalam kitab Fikih Manhaji ala Madzhabil Imam Syafi'i rahimahullohu ta'ala disebutkan:

ومن البدع ما يفعله أهل الميت من جمع الناس على الطعام بمناسبة ما يسمونه بمرور الأربعين ونحوه. وإذا كانت نفقة هذه الأطعمة من مال الورثة وفيهم قاصرون - أي غير بالغين - كان هذا الفعل من أشد المحرمات؛ لأنه أكل لمال اليتيم وإضاعة له في غير مصلحته
*Dan termasuk bid'ah juga adalah yang dilakukan keluarga mayit berupa mengumpulkan orang untuk diberi makanan pada acara yang mereka sebut berlalunya 40 hari atau semisalnya. Dan jika biaya makanan itu dari harta ahli waris yang di antara mereka ada anak-anak yang belum baligh (atau sudah baligh tapi akalnya kurang) maka perbuatan itu termasuk keharaman yang sangat, karena termasuk makan harta anak yatim dan menyia-nyiakannya tanpa maslahat.*

Imam Nawawi rahimahulloh menyebutkan dalam Minhajut Tholibin

ويحرم تهيئته للنائحات
*Dan diharamkan mempersiapkan makanan untuk orang yang berniyahah (orang yang datang berkumpul ke rumah keluarga mayit setelah mayit dikuburkan)*.

Wallohu a'lam
Grup usroh keluarga fiqh syafii 

Selasa, 24 Agustus 2021

PERIODE DALAM MADZHAB HANBALIMadzhab Hanbali adalah madzhab yang dinisbatkan kepada Al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibani rohimahulloh. Dalam perkembangannya madzhab Hanbali terbagi dalam 3 fase :

PERIODE DALAM MADZHAB HANBALI

Madzhab Hanbali adalah madzhab yang dinisbatkan kepada Al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibani rohimahulloh. Dalam perkembangannya madzhab Hanbali terbagi dalam 3 fase : 

1️⃣ AL-MUTAQODDIMUN 

Fase Al-Mutaqoddimun ini adalah fase awal madzhab Hanbali, fase ini diisi oleh para Ulama Hanbali yang hidup dalam kurun waktu antara tahun 241 H sampai 403 H. Menurut Imam Abu Ya'la Al-Hanbali dalam Thobaqotnya & Imam Al-Mardawi dalam Al-Inshofnya bahwa ulama yang hidup dalam kurun ini ada 577 orang diantaranya adalah : 

• Ishaq Al-Maruzi (w. 251H) 
• Al-Atsrom (w. 261 H)
• Ibrohim Al-Harbi (w. 285 H) 
• Abdulloh bin Ahmad (w. 290 H) 
• Al-Khollal (w. 311 H) 
• Al-Khiroqi (w. 334 H) 
• Ibnu Al-Munadi (w. 336 H) 
• Al-Baghowi (w. 317 H) 
• Al-Ajurri (w. 360 H) 
• Ghulam Al-Khollal Abdul Aziz (w. 363 H) 
• Ibnu Syaqilla (w. 369 H) 
• Ibnu Baththoh Al-Ukbari (w. 387 H) 
• Abu Hafsh Al-Barmaki (w. 387 H) 
• Ibnu Al-Muslim (w. 387 H)
• Al-Hasan bin Hamid (w. 403 H) 

📚 Adapun kitab-kitab rujukan madzhab Hanbali dimasa Al-Mutaqoddimun ini adalah : 

📖 Jaami' Ar-Riwaayat karya Imam Al-Khollal 
📖 Asy-Syafi & At-Tanbih karya Ghulam Al-Khollal 
📖 Al-Mukhtashor karya Imam Al-Khiroqi 
📖 Al-Jaami' Fil Madzhab karya Imam Al-Hasan bin Hamid 

Ada juga yang pernah admin baca bahwa dimasa ini kitab-kitab yang Mu'tamad (resmi) madzhab Hanbali adalah yang berdasarkan Soal-Jawab yang ditulis berdasarkan tanya-jawab antara murid-murid Imam Ahmad dengan Imam Ahmad. Diantara kitab-kitab Soal-Jawab ini yang terkenal adalah yang diriwayatkan dari jalur sanad Imam Abu Dawud As-Sijistani (penulis kitab hadits Sunan Abu Dawud) yang berjudul, *Masaail Imam Ahmad* ada juga riwayat lain dari jalur-jalur murid Imam Ahmad yang lainnya. 

2️⃣ AL-MUTAWASHITUN 

Fase Al-Mutawashitun ini adalah fase pertengahan, ulama Hanabilah yang hidup dimasa ini dari kurun 403 H sampai 884 H. Menurut Asy-Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rohimahulloh bahwa fase ini para ulama Hanbali berjumlah 166 orang yang mencakup para ulama dari keluarga Qudamah bin Miqdam, Bani Qodhi Al-Jabal, keluarga Taimiyah, keluarga Qodhi Abu Ya'la, keluarga Muflih, keluarga Mindah, keluarga Surur Al-Muqoddasah, keluarga Ibnu Hanbali, keluarga Al-Muhib As-Sa'di, Bani Al-Manja, Bani Al-Yunaniyyah, keluarga Ibnu Hisyam Al-Anshori An-Nahwi, keluarga Al-Jiro'i, keluarga Abu 'Ali Al-Banna dll. 

Diantara ulama Hanabilah yang terkenal dimasa ini adalah : 

• Asy-Syarif Abu 'Ali Al-Hasyimi (w. 428 H) 
• Qodhi' Abu Ya'la Al-Farro' (w. 458 H) 
• Asy-Syarif Abu Ja'far Al-Hasyimi (w. 470 H) 
• Ibnu Mandah (w. 470 H) 
• Ibnu Al-Banna (w. 471 H) 
• As-Sarroj (w. 500 H) 
• Al-Hulwani (w. 505 H) 
• Abul Khoththob Al-Kalwadzani (w. 510 H) 
• Abul Wafa' Ibnu 'Aqil (w. 513 H) 
• Muhammad bin Abi Ya'la (w. 526 H) 
• Ibnu Khozim bin Abi Ya'la (w. 527 H)
• Ibnu Az-Zaghuni (w. 527 H) 
• Abul Fath Ahmad Al-Baghdadi (w. 532 H) 
• Muhammad bin Abil Khoththob (w. 533 H) 
• Ibnu Al-Hanbali Asy-Syairozi (w. 536 H) 
• Ali bin Abdus (w. 599 H) 
• Ibnu Abi Khozim Abu Ya’la ash Shaghir (w. 560 H) 
• Abdul Qodir Al-Jailani (w. 561 H)
• Al-‘Aththor Abul ‘Ala Al-Hamadani (w. 569 h)
• Ibnu Al-Minni Nashr bin Futyan An-Nahrawani (w. 583 H)
• Makki bin Hubairaoh (w. 597 H)
• Abul Faraj Ibnul Jauzi (w. 597 H)
• Ibnu Sinninah As-Samirri (w. 616 H)
• Al-Azji (w. 616 H) 
• Al-Hujjah al Ba’quni (w. 617 H)
• Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah Al-Maqdisi (w. 620 H)
• Qadhi Al-Qudhah Nashr bin Abdurrozzaq (w. 633 H)
• Majduddin Ibnu Taimiyah (w. 652 H)
• Ibnu Rozin (w. 656 H)
• Yusuf bin Abdurrohman Ibnul Jauzi (w. 656 H)
• Yahya Ash-Shorshori (w. 656 H)
• Ibnu Hamdan (w. 695 H)
• Ibnu Abil Fath Al-Ba’li (w. 709 H)
• Ath-Thufi (w. 716 H)
• Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (w. 728 H)
• Ad-Dujaili (w. 732 H)
• Ibnu Abdul Hadi (w. 744 h)
• Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (w. 751 H)
• Ibnu Muflih (w. 763 H)
• Qadhi Al-Jabal (w. 771 H)
• Az-Zarkasyi (w. 772 H)
• Al-Ba’li (w. 777 H)
• Ibnu Rojab Al-Hanbali (w. 795 H)
• Ibnu Lahham (w. 803 H)
• Al-Burhan Ibnu Muflih (w. 884 H)

📚 Adapun kitab-kitab Hanabilah yang Mu'tamad dipakai dimasa ini adalah : 

📖 11 kitab matan (Al-Mujarrod, At-Ta'liq & Ar-Rowayatain) karya Al-Qodhi Abu Ya'la 
📖 Al-Hidayah karya Imam Abul Khoththob 
📖 'Umdatul Fiqh, Al-Kaafi & Al-Muqni' semuanya karya Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi 
📖 Al-Muharror karya Imam Majduddin Ibnu Taimiyah
📖 Al-Wajiz karya Imam Ad-Dujaili
📖 Al-Furu' karya Imam Ibnu Muflih
📖 At-Tashil karya Imam Al-Ba'li
📖 Al-Mughni Syarah Al-Khiroqi karya Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi 
📖 Asy-Syarhul Kaabir Liil Muqni' karya Imam Ibnu Abi Umar
📖 Al-Mubdi' Syarah Al-Muqni' karya Imam Al-Burhan Ibnu Muflih 
📖 Syarah Az-Zarkhosyi Lii Al-Khiroqi karya Imam Az-Zarkasyi 

3️⃣ AL-MUTA'AKHKHIRUN 

Fase akhir atau ketiga madzhab Hanbali ini dimulai dari kurun waktu antara 885 H sampai sekarang. Menurut Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid rohimahulloh bahwa di fase ini jumlah ulama Hanabilah mencapai 100 orang. Diantaranya yang terkenal adalah : 

• Abul Hasan ‘Ala'uddin Ali bin Sulaiman Al-Mardawi (w. 885 H)
• Yusuf bin Abdul Hadi (w. 909 H)
• Asy-Syuwaiki (w. 939 H)
• Musa Al-Hajawi (w. 968 H)
• Ibnu An-Najjar Muhammad Al-Futuhi (w. 972 H)
• Mar’i Al-Karmi (w. 1033 H)
• Mansur bin Yunus Al-Buhuti (w. 1051 H)
• Yasin Al-Labadi (w. 1058 H)
• Ibnu Balban (w. 1083 H)
• Abdurrohman Aba Buthain (w. 1121 H)
• Ibnu ‘Afaliq (w. 1163 H)
• Muhammad bin Abdul Wahhab (w. 1206 H)
• Ar-Rohaibani As-Suyuthi (w. 1240 H)
• Ibnu Badron (w. 1346 H)
• Faishol bin Mubarok (w. 1377 H)
• Ibnu Mani’ An-Najdi (w. 1385 H)
• Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh (w. 1389 H)
• At-Tuwaijiri (w. 1412 H) 

📚 Adapun kitab-kitab Hanabilah yang Mu'tamad pada fase ketiga ini adalah :: 

📖 Al-Iqna' & Zaadul Mustaqni' karya Imam Musa Al-Hajawi 
📖 Muntaha Al-Irodat karya Imam Ibnu An-Najjar 
📖 Ghoyatul Muntaha' & Daliluth Tholib karya Imam Mar'i Al-Karmi 
📖 'Umdatuth Tholib karya Imam Manshur bin Yunus Al-Buhuti 
📖 Kaafi Al-Mubtadi & Akshor Mukhtashorot karya Imam Ibnu Balban 
📖 Ar-Roudhul Murbi' Syarah Zaadil Mustaqni' karya Imam Manshur Al-Buhuti (tambahan dari admin) 

=============== 

✍️ Diringkas & ditambahi seperlunya dari artikel Rumah Fiqih Indonesia, artikel tulisan Ustadz Isnan Anshory Lc M.Ag wafaqqohulloh.

Senin, 23 Agustus 2021

Manakah yg lebih utama bagi kami, sholat di rumah berjamaah dgn istri di awal waktu, atau sholat berjamaah di masjid tapi ditunda 45 menit setelah waktu subuh?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh Ustadz yg semoga Allah rahmati

Di korea, kami subuh jam 4.14, tapi masjid menunda sholat berjamaah pada jam 5 dgn alasan menunggu jamaah.

Manakah yg lebih utama bagi kami, sholat di rumah berjamaah dgn istri di awal waktu, atau sholat berjamaah di masjid tapi ditunda 45 menit setelah waktu subuh?

Dan apakah hukumnya pihak masjid menunda waktu sholat dgn alasan menunggu jamaah?

Jazaakallah khair ustadz semoga Allah tambah keberkahan pada antum
Jawaban: 
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh,
Bagi wanita, boleh saja shalat di rumah. Adapun bagi lelaki, tetap wajib shalat berjama'ah di masjid. 

Pertama, imam masjid punya kewenangan untuk menunda shalat beberapa saat, selama tidak sampai akhir waktu atau keluar dari waktunya. Ada beberapa hadits yang menunjukkan bolehnya hal ini. Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu, ia berkata:

أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَعَرَضَ للنبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ رَجُلٌ، فَحَبَسَهُ بَعْدَ ما أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ

"Iqamah sudah dikumandangkan, lalu ternyata ada seorang yang punya kebutuhan dengan Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam. Sehingga shalat pun ditunda setelah iqamah dikumandangkan" (HR. Al Bukhari no. 643).

Maka pengurus masjid menunda shalat untuk menunggu jama'ah ini alasan yang dibenarkan bahkan alasan yang baik terutama di negeri minoritas Muslim, agar kaum Muslimin dimudahkan shalat subuh berjama'ah.

Kedua, waktu terbaik untuk shalat subuh adalah waktu ghalas. Yaitu waktu dimana pagi sudah tidak terlalu gelap. Sebagaimana hadis dari ‘Aisyah Radhiallahu’ anha,

أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ يُصَلِّي الصُّبْحَ بغَلَسٍ، فَيَنْصَرِفْنَ نِسَاءُ المُؤْمِنِينَ لا يُعْرَفْنَ مِنَ الغَلَسِ – أوْ لا يَعْرِفُ بَعْضُهُنَّ بَعْضًا

“Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam biasa shalat Subuh ketika ghalas. Ketika itu para wanita kaum Mukminin keluar shalat Subuh ketika ghalas dalam keadaan tidak ada yang mengenal mereka, atau mereka saling tidak mengenal satu sama lain (karena masih gelap)” (HR. Bukhari no. 873).

Simak: https://muslim.or.id/61009-waktu-terbaik-untuk-shalat-subuh.html

Jika shalat subuh dijeda 45 menit, nampaknya justru ini pas dengan waktu ghalas. Sebagaimana shalat subuh di masjid Nabawi dan Masjidil Haram pun biasanya dijeda sekitar 30 menit.

Ketiga, wajibnya shalat berjama'ah di masjid bagi laki-laki tidak gugur karena alasan di atas. 
Simak: https://muslim.or.id/52194-shalat-jamaah-wajib-di-masjid.html

Wallahu a'lam.
Ustad yulian purnama 
Grup tanya jawab muslimorid

MUHAMMADIYAH, SUFI, & TAREKAT

MUHAMMADIYAH, SUFI, & TAREKAT

Belakangan ini di beranda saya marak diskusi tentang Muhammadiyah dan Sufi, ada yang offside dalam muzakarah tersebut, tak paham maksud Sufi yang ditentang oleh Muhammadiyah, baik dari warga Muhammadiyah maupun bukan.

Sufi belum tentu ikut Tarekat, tapi kesufian yang dikenal saat ini sangat identik dengan aneka “merk” Tarekat, saya belum menjumpai orang sufi yang mujahadatnya independen seperti Imam Al-Junayd, An-Naṣrābāżī, ‘Amrū bin ‘Uṡmān Al-Makkī, Al-Ḥāriṡ Al-Muḥāsibī, dan para salik lurus lainnya. Dengan kata lain, dalam khazanah tasawuf saat ini, hampir bisa dikatakan ijmak bahwa kesufian itu (mesti) bertarekat. Adapun buku Sang SUFI yang beredar itu berupaya menggiring opini bahwa KH. Ahmad Dahlan identik dengan ajaran Tarekat tertentu, ini yang dibantah oleh kader Muhammadiyah. Tapi bantahannya tampak kesasar menyasar sufi secara global (dimata orang diluar Muhammadiyah), meski yang dimaksudkan adalah yang bertarekat.

Secara resmi Muhammadiyah tidak terikat dengan mazhab fikih manapun, apatah lagi dengan tarekat. Hal ini ditegaskan oleh Majelis Tarjih Dan Tajdid (MTT) Muhammadiyah dalam Tanya Jawab Agama:

“Muhammadiyah meskipun tujuan ibadahnya sama dengan tarekat termasuk dengan umat Islam yang lain, yakni bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun dalam praktiknya Muhammadiyah berbeda dengan Tarekat. Untuk lebih jelasnya kami akan mencantumkan butir ke-3 dan ke-4 dari Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) yang mengandung persoalan mengenai paham agama menurut Muhammadiyah.
..........
Menilik naskah MKCH Muhammadiyah di atas, maka jelaslah alasan Muhammadiyah tidak bertarekat, yakni karena dalam mengamalkan agama, adanya perbedaan mendasar khususnya dalam bidang praktik ibadah, seperti berdzikir, ratib, pembacaan wirid-wirid atau syair-syair tertentu yang diiringi dengan bunyi-bunyian rebana, melakukan gerakan-gerakan menari mengiringi wirid yang dibaca, berupa pengaturan nafas yang berisi dzikir tertentu. Berbagai contoh di atas tidak diamalkan oleh Muhammadiyah karena tidak ada tuntunannya. Melaksanakan amalan dalam bidang ibadah yang tidak ada tuntunannya tidak dapat dibenarkan...” [Majalah Suara Muhammadiyah, Edisi 5 Tahun 2015]

Pada hari Jumat, tanggal 22 Februari 2013 (11 Rabiulakhir 1434 H), MTT Muhammadiyah mendapat pertanyaan tentang kegiatan Suluk Tarekat Naqsabandiyah, ulama Muhammadiyah menjawab:

“Mengenai suluk sendiri, sejauh penelusuran kami dari berbagai sumber, ditemukan beberapa fakta yang perlu diketahui dan menjadi catatan di sini. Pertama, suluk menurut tarekat Naqsabandiyah – selain seperti yang dijelaskan bapak dalam pertanyaan di atas -merupakan suatu kegiatan yang biasa dilakukan oleh tarekat tersebut dua kali dalam setahun, yakni pada bulan Rabiulawal dan Ramadan. Kegiatan ini berlangsung beberapa hari, mulai siang dan malam dengan tujuan pembersihan diri dan pendekatan kepada Allah. Kedua, seorang yang mau mengikuti kegiatan suluk ini sebelumnya harus mau dibaiat agar berjanji mau mengikuti segala aturan yang ada dalam tarekat tersebut.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, kegiatan suluk seperti yang bapak tanyakan meskipun sekilas hampir mirip dengan i‘tikaf, tidak serta merta dapat disamakan secara mutlak dengannya, karena antara keduanya terdapat beberapa perbedaan yang cukup fundamental. Dalam i‘tikaf tidak ada waktu-waktu khusus dan bacaan-bacaan khusus yang harus dibaca, berbeda dengan kegiatan suluk yang mensyaratkan pelaksanaannya pada bulan Rabiulawal dan Ramadan. Selain itu, ketika seseorang akan melaksanakan i‘tikaf tidak perlu mengadakan baiat dengan siapapun, dan apabila dia adalah seorang perempuan maka tidak perlu diantar oleh pihak keluarga atau suaminya. Oleh karena itu saran kami, untuk lebih menjaga akidah dan ibadah kita dari hal-hal yang dapat mengotorinya, maka kita amalkan saja amalan-amalan yang sudah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kita tinggalkan amalan atau kegiatan yang tidak jelas atau bahkan tidak ada tuntunannya.” [Majalah Suara Muhammadiyah, Edisi 9 Tahun 2013]

Adapun istilah sufi atau tasawuf secara umum tanpa tendensi pada Tarekat manapun masih dipakai oleh ulama-ulama Muhammadiyah, termasuk juga istilah-istilah dalam ilmu Tasawuf seperti irfani, burhani, dll masih digunakan. Tapi konteks penggunaan tersebut jangan dipahami seperti penggunaan diluar Muhammadiyah, karena setiap tempat punya perkataan yang tepat dan setiap perkataan punya tempat yang tepat (لكل مقام مقال ولكل مقال مقام).

Sekian, semoga berfaedah. Amiin...

Salam Persahabatan Berkemajuan,
Alfan Edogawa
https://www.facebook.com/100007268449111/posts/2909640949288158/

MENCIUM TANGAN SYEKH AL-ALBANI(Adab seorang murid dan ketawadhuan seorang guru)

MENCIUM TANGAN SYEKH AL-ALBANI
(Adab seorang murid dan ketawadhuan seorang guru)

Asy-syekh Abu Ishaq al-Huwainy salah seorang murid  dari al-Imam Al-Albani  menceritakan Bahwa beliau pernah mentelaah kitab silsilah al-Ahadits ash-shahihah karya al-Albani, syekh Abu Ishaq menjumpai pembahasan tentang hukum mencium tangan seorang alim, dan beliau mendapati bahwa syekh Al-Albani membolehkannya.

Hingga pada suatu saat syekh abu Ishaq bertemu dengan syekh al-Albani, maka syekh Abu Ishaq bergegas ingin mencium tangan syekh Al-albani namun dengan cepat syekh al-Albani menarik tangannya, maka syekh abu Abu ishaq berkata: " ya Syaikhona bukankah anda berkata dalam kitab anda tentang kebolehan mencium tangan seorang Alim",  maka syekh al-Albani berkata: " dan apakah engkau jumpai orang di depanmu ini seorang alim?, Ya, sahut syeh Abu Ishaq, maka syekh al-Albani-pun menimpali: "tidak, sesungguhnya aku hanyalah seorang  thuwailibul ilm, penuntut ilmu kecil", kemudian beliau melanjutkan: "sesungguhnya perumpamaan diriku dan dirimu seperti kata seorang yang berkata: innal bughootsa bi ardhina yastansir (sesungguhnya burung kecil di negeri kami menjadi seekor elang), maksudnya syekh Albani memperumpakan dirinya seperti burung kecil, hanya saja manusia menganggapnya seperti burung elang.

Hafidzallahu syaikh Aba Ishaq wa rahima al-Imam Al-Albani (semoga Allah menjaga syekh Abu Ishaq dan semoga pula Allah merahmati al-Imam al-Albani)

======%%%%=====

Kisah ini diambil dari muhadharah syekh Abu Ishaq al-Huwaini hafizhahullah 

https://youtu.be/xfW2e-WrPNA
Ustadz fadlan fahamsyah

Kondisi Majlis Ilmu Sebelum Ada Pengeras SuaraImam Yazid bin Harun (118-206 H) merupakan salah satu ulama dari kalangan Tabi'ut Tabi'in yang majlisnya sangat ramai

Kondisi Majlis Ilmu Sebelum Ada Pengeras Suara

Imam Yazid bin Harun (118-206 H) merupakan salah satu ulama dari kalangan Tabi'ut Tabi'in yang majlisnya sangat ramai. Diriwayatkan bahwa dalam satu majlis, yang hadir untuk mendapatkan hadits dari beliau hingga 70.000 orang.

Salah seorang thalib ada yang bertanya kepada Syaikh Utsman As-Salimiy, "Pada zaman itu belum ada pengeras suara, jika yang hadir hingga 70.000 orang, bagaimana orang yang berada di belakang akan mendapatkan ilmu dari Yazid bin Harun?"

Beliau menjawab (kurang lebih), "Pada saat itu ada para penyeru yang berdiri untuk berteriak agar para hadirin yang di belakang mendapatkan hadits. Ketika Yazid bin Harun mengatakan, "Telah mengabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Abi Salamah", maka penyeru yang pertama akan meneriakkan, "Beliau berkata, "Telah mengabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Abi Salamah", kemudian penyeru yang kedua juga meneriakkan kalimat yang sama, kemudian penyeru yang ketiga, dst. Ketika sudah tidak terdengar lagi suara dari para penyeru, barulah beliau melanjutkan riwayatnya, "Dari Umar bin Husain", "Dari Abdullah bin Abi Salamah", dst."

Bisa antum bayangkan ya ikhwah ... butuh berapa lama beliau menyampaikan satu hadits saja jika menggunakan metode seperti ini. Akan tetapi semangat para salaf untuk menimba ilmu dan atau mengambil hadits sangat luar biasa.

Sekarang mari kita renungkan, di zaman yang serba mudah seperti saat ini, bagaimana semangat kaum muslimin dalam menuntut ilmu?

Bisa jadi majlis seorang 'Alim hanya dihadiri segelintir manusia saja. Bisa antum saksikan di majlis/halaqah-halaqah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Begitu juga majlis ilmu diantara asatidzah kita di Indonesia (terutama yang belum tenar), yg hadir bisa dihitung dengan jari.

Allahul Mustaan
Ustadz abu razin taufiq

Minggu, 22 Agustus 2021

MENGHADAPI KERABAT JAHAT

MENGHADAPI KERABAT JAHAT

Oleh : Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)

Dijahati orang itu menyakitkan.

Tapi jika yang menjahati kerabat sendiri, sakitnya bisa berlipat-lipat.

Tapi coba bayangkan level kejahatan yang diterima nabi Yusuf dari saudara-saudaranya. Beliau digunjing setiap hari, disewoti, tidak diramahi, bahkan direncanakan dibunuh! Padahal Nabi Yusuf tidak salah apa-apa. Menjelang pembunuhan itu, yakni saat Nabi Yusuf sudah dibawa jauh, beliau disepak, ditendang, dijambak dan diludahi dengan penuh kebencian. Hampir saja beliau dibunuh kalau saja salah satu dari saudaranya tidak mencegah. Akhirnya beliau “hanya” dilemparkan ke dalam sumur. 

Bayangkan, dilemparkan ke dalam sumur lalu ditinggal. Inipun sebenarnya meski tidak membunuh tapi hakikatnya juga membunuh pelan-pelan! Sebab, siapa yang menjamin bahwa akan ada musafir yang lewat lalu menyelamatkan Nabi Yusuf? Bagaimana jika tidak ada seorangpun yang lewat? Bukankah Nabi Yusuf akan wafat karena  kelaparan ada kehausan di sumur tua itu?!

Untunglah Allah menuangkan rahmatNya. Dibuatlah satu kafilah lewat lalu menemukan Nabi Yusuf, lalu menyelamatkannya. Tapi itupun bukan untuk diselamatkan dengan dibawa ke rumah pemimpin kafilah, tapi malah dijual ke Mesir!

Akhirnya, Nabi Yusuf mengalami babak hidup baru sebagai budak.

Bayangkan, orang mulia, lelaki tampan idaman, anak seorang Nabi, putra kekasih Allah yang dimuliakan orang-orang beriman, gara-gara dijahati saudaranya nasibnya terpuruk menjadi seorang budak! 

Lalu bayangkan pula bagaimana rasanya jauh dari keluarga, tidak punya sanak saudara. Tidak ada yang  menanyakan kabarnya. Tidak ada yang peduli dengan kehidupannya. Mereka yang pernah merantau pasti bisa merasakan betapa kesepiannya orang yang jauh dari sanak saudara.

Lalu rasakan juga bagaimana perihnya terpisah dengan ayah yang dicintainya. Bayangkan bagaimana perihnya berpisah dalam waktu yang lama. Bukan hanya sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tapi selama puluhan tahun! Itupun tidak tahu apakah akan bisa bertemu lagi ataukah tidak!

Tapi Nabi Yusuf tetap konsisten dengan kesalihan, hingga Allah mengangkat derajatnya di dunia dengan menjadi pejabat besar kerajaan dan diangkat menjadi nabi di usia matangnya.

Lalu kerabatnya dibuat butuh, dibuat miskin oleh Allah, sehingga mereka terpaksa “mengemis-ngemis” mencari bantuan ke Mesir. Artinya dibuat butuh kepada nabi Yusuf!

Salah satu keajaiban dan keindahan perbuatan Allah adalah membuat orang yang jahat menjadi butuh kepada orang yang pernah dijahatinya. Si jahat itu di buat mendongak dan menengadah kagum kepada orang yang pernah dihinanya.

Sebenarnya dalam momen itu menjadi  kesempatan besar Nabi Yusuf  untuk “balas dendam”. Tapi lagi-lagi beliau menunjukkan akhlak yang luar biasa mulia. Saudara-saudaranya dilayani, dimuliakan dan tidak dihukum. Malahan saat mereka tahu bahwa orang mulia di hadapan mereka adalah Yusuf saudaranya, Nabi Yusuf memaafkannya dan tidak mencelanya “lā taṡrība ‘alaikumul yauma” (tidak ada celaan untuk kalian pada hari ini ) kata Nabi Yusuf. Bahkan saat mengingat-ingat peristiwa jahat itu, Nabi Yusuf seakan ingin menjaga perasaan saudara-saudaranya sehingga menisbahkan kesalahan itu kepada setan, bukan kepada saudara-saudaranya.

Sungguh pada kisah Nabi Yusuf terdapat pelajaran besar bagi orang-orang yang dijahati saudaranya.

Yakni, Anda bisa diangkat derajat di dunia maupun akhirat jika bisa sabar, tabah, dan konsisten beramal saleh!

Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan serupa!
Tapi  malah membalas kejahatan saudara dengan kebaikan. 

Selalu ingat-ingat kisah Nabi Yusuf.

Seberat apapun Anda diuji dengan kerabat, masih ada yang jauh lebih  berat daripada yang Anda rasakan.

لَقَدۡ كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ ‌عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ [يوسف: 111] 

Artinya,

“Sungguh pada kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mau berfikir” (Q.S.Yusuf: 111)

Aku pernah menyebutkan keburukan seseorang ketika bersama Iyas bin Mu'awiyah. Beliau lalu memandang tajam ke wajahku dan berkata, 'Pernahkah kau bertempur melawan Romawi?'

Sufyan bin Husain berkata, 

ذكرت رجلًا بسوء عند إياس بن معاوية، فنظر في وجهي، وقال: أغزوت الروم؟ قلت: لا، قال: فالسند والهند والترك؟ قلت: لا، قال: أفتسلم منك الروم والسند والهند والترك، ولم يسلم منك أخوك المسلم؟! قال: فلم أعد بعدها

"Aku pernah menyebutkan keburukan seseorang ketika bersama Iyas bin Mu'awiyah. Beliau lalu memandang tajam ke wajahku dan berkata, 'Pernahkah kau bertempur melawan Romawi?' Aku menjawab, 'Tidak.' Ia melanjutkan, 'Bagaimana dengan as-Sind, India dan Turki?' Aku kembali menjawab, 'Juga tidak.' Beliau pun berkata, 'Apakah kalangan Romawi, as-Sind, India dan Turki selamat darimu, sementara saudaramu sesama muslim tidak selamat darimu?!' Setelah itu, aku pun tidak mengulangi perbuatan tersebut." 

Ref.: al-Bidayah wan-Nihayah, vol. XIII, hlm. 121. 

Romawi, India, as-Sind dan Turki bukanlah negeri hunian kaum muslim pada masa itu. Adapun as-Sind maka saat ini merupakan bagian dari Pakistan daerah tenggara. 

Jika demikian respon Iyas bin Mu'awiyah pada waktu itu, maka bagaimana lagi sekiranya beliau sekarang mendengar seseorang menyebut saudaranya sesama muslim yang sebelumnya tertindas dengan keburukan, sementara agresor penindas justru selamat darinya? 

21/08/2021 
AdniKu

ada ulama berpendapat ushul fiqh dulu baru fiqh, ada juga yg berpendapat fiqh dulu baru ushul

Memang benar ada ulama berpendapat ushul fiqh dulu baru fiqh, ada juga yg berpendapat fiqh dulu baru ushul. 
Namun, tentu pendapat tsb dlm tataran tathbiq ada kaitan dg dhuruf. 
Fiqh yg bersifat praktis dan dasar apalagi yg berkaitan dg kewajiban yg sdh ma'lum, tentu logis utk didahulukan krn dhoruriyyatul isti'malnya, & relatif lebih penting utk segera diterapkan & lebih praktis.
Adapun Ushul Fiqh adl "dikala sdh siap" krn memerlukan kesiapan substansial terutama bagi yg 'ajam/ghoiru nathiqin bil 'Arabiyyah, krn Ushul Fiqh membahas ttg qawa'id ushuliyyah lughawiyyah berbasis bhs Arab & qawa'id ushuliyyah tasyri'iyyah, yg mana obyeknya adl nushush Asy Syari'.
Demikian pula, kalau kita kaji scr historis, bagaimana Rasulullah ﷺ mengajar para shahabat juga lebih pada memberikan irsyadat dan contoh pada amal secara praktis (tathbiqi), shg dg mudah para shahabat menerapkannya.
Wallahu a'lam
Ustadz abu hasan saif 

Tidak semua yang berbentuk salib maka dihukumi salib, jika demikian tentu kita akan katakan bahwa "tanda tambah (+) itu haram"

Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin -Rahimahullah- berkata 

وليس كل ما جاء على شكل الصليب يكون صليبا ، وإلا لقلنا : علامة زائد حرام

"Tidak semua yang berbentuk salib maka dihukumi  salib, jika demikian tentu kita akan katakan bahwa "tanda tambah (+) itu haram"

(Liqo Maftuh via Islamqa)
Ustadz Nurhadi

Jangan Tinggalkan Kitab SalafAl-Imam Ibnu Jauzi Al-Baghdadi berkata di dalam Shaidul Khatir:

Jangan Tinggalkan Kitab Salaf

Al-Imam Ibnu Jauzi Al-Baghdadi berkata di dalam Shaidul Khatir:

"Aku berlindung dari cara hidup manusia zaman sekarang. Kita tidak melihat mereka memiliki keinginan kuat yang dapat dicontoh oleh orang yang baru belajar, tidak juga orang wara' yang dapat diteladani oleh orang zuhud. Oleh kerana itu, wajib bagi anda untuk melihat dengan saksama perjalanan ulama salaf, membaca karya-karya mereka dan riwayat hidup mereka. Dengan banyak membaca karya mereka sama halnya dengan kita melihat mereka sebagaimana perkataan seorang penyair :

"Tak sempat kulihat negeri-negeri itu dengan mataku
Kuharap dapat melihat negeri-negeri itu dengan telingaku"

Aku akan bercerita tentang diriku. Aku tidak pernah kenyang membaca buku. Jika aku melihat satu buku yang belum pernah aku sentuh, aku seperti melihat satu harta karun yang tidak ternilai harganya. Aku pernah melihat buku-buku di Madrasah Nizhamiyyah. Di situ terdapat sekitar 6000 jilid buku. Aku juga melihat kumpulan buku Abu Hanifah dan Humaidi, kitab-kitab guruku Abdul Wahab bin Nashir, kitab-kitab Muhammad bin Khasyyab yang jumlahnya banyak sekali, dan berbagai kitab lainnya yang sangat ingin aku baca. Aku membaca 20.000 jilid buku atau lebih, tapi sebenarnya aku membaca lebih dari yang aku sebutkan. Aku mengambil pelajaran dari buku-buku itu tentang perjalanan hidup mereka, semangat mereka, hafalan mereka, ibadah mereka, dan ilmu-ilmu mereka yang luas,yang menurutku tidak mungkin diketahui kecuali oleh mereka yang telah membaca dengan saksama. Aku ingin mengikuti jejak mereka dan merasa resah dengan semangat penuntut ilmu yang ada saat ini."

Noviyardi Amarullah 
Paciran, 7 Dzulqa'dah 1436 / 23 Agustus 2015

Sabtu, 21 Agustus 2021

Setiap muslim hendaknya paham bahwa idealnya, pemimpin tidaklah dipilih berdasarkan kehendak rakyat umum, akan tetapi lewat musyawarah orang-orang terpilih yang disebut dengan ahlul hall wal 'aqd.

Setiap muslim hendaknya paham bahwa idealnya, pemimpin tidaklah dipilih berdasarkan kehendak rakyat umum, akan tetapi lewat musyawarah orang-orang terpilih yang disebut dengan ahlul hall wal 'aqd.

Dan paham bahwa hukum tidaklah ditentukan berdasarkan kehendak rakyat atau perwakilan rakyat, melainkan wajib berasal dari Al Hakim Tabaraka wa Ta'ala. Kecuali yang Dia mandatkan kepada manusia untuk mereka tentukan sendiri berupa siyasah syar'iyyah.

Oleh sebab itu, karena pemilihan pemimpin berdasarkan suara terbanyak rakyat umum bukanlah dari syariat Islam, dan penentuan hukum berdasarkan kehendak rakyat bukan pula dari syariat yang mulia ini. Maka setiap muslim mestinya punya sikap bara' (berlepas diri) dan membenci hal-hal yang bertentangan dengan syariat.

Jika memang diharuskan untuk berpartisipasi dalam pemilihan tersebut, maka semata karena mengambil kerusakan yang terkecil dari dua kerusakan yang tidak bisa dihindari. 

Dan jika tidak ada keharusan, maka semestinya sikap seorang muslim adalah menunjukkan bara'ah/penentangan dengan tidak berpartisipasi.

Ini yang kami yakini sebagai sikap yang pertengahan.
Ustadz Ristiyan Ragil 
https://www.facebook.com/670058189/posts/10159106706703190/

Tambahan :

Nyoblosnya sendiri bukan ushul.. Ma'ruf kalau itu ijtihadiyah..

Tapi yang melandasi kenapa dia nyoblos, bisa jadi masuk kepada ushul.. Ini yang akan membedakan kita dengan ahli bid'ah yang fokus pada kekuasaan.. Kalau kita tidak... kita hanya fokus pada dakwah tauhid, bukan kekuasaan.. dan nyoblos karena menghindari mafsadah yang lebih besar, bukan karena kekuasaan..

"Trus kalau salafi nggak berkuasa, kapan bisa menerapkan hukum Allah?"

Allah akan beri kekuasaan kalau kita bertauhid dan beramal shalih, baca QS An Nuur: 55. Kalau kita memaksakan berkuasa dengan cara kudeta sekalipun dalam kondisi rakyat belum terdidik dengan syariat, maka tinggal menunggu bom waktu kita akan diberontak. Pengalaman yang sudah2 telah membuktikan.

Lha sekarang menyiapkan rakyat agar terdidik dengan satu syariat saja yaitu "taat waliyyul amr", susahnya minta ampun salah satunya gara2 banyak da'i yang menggembosi masalah ini, memprovokasi agar rakyat membenci dan tidak mengakui penguasanya.. Kalau seperti ini gimana syariat lainnya yang merupakan derivat dari syariat tsb bisa ditegakkan?
Ustadz Ristiyan ragil 

Kamis, 19 Agustus 2021

Dalam pembahasan RIDDAH di kitab RAUDHATUT THALIBIN, Imam Nawawi menukil dari mazhab Hanafi beberapa contoh ucapan yg bisa menyebabkan seseorang murtad. Seperti:

UPDATE! DALAM MEMBERI CONTOH PENERAPAN

Dalam pembahasan RIDDAH di kitab RAUDHATUT THALIBIN, Imam Nawawi  menukil dari mazhab Hanafi beberapa contoh ucapan yg bisa menyebabkan seseorang murtad.
Seperti:

1. Bila seorang guru berkata, "orang yahudi lebih baik daripada orang muslim, krn mereka menunaikan hak guru anak-anak mereka".

2. Bila seorang penceramah diminta untuk mengajarkan seseorang unt masuk Islam, penceramah itu berkata, "sabar dulu sampai selesai ceramah"

3. Orang mau minum khamar atau mau berzina, membaca "bismillah".

4. Orang yg terkena musibah, lalu berkata, "sudah Engkau ambil anak dan hartaku, sdh banyak musibah menimpaku, apalagi yg tersisa belum Engkau timpakan padaku?"

5. Ucapan, "kalau orang itu jadi Nabi, maka aku akan beriman padanya"

6. Dll.

Lalu, imam Nawawi mengatakan:

وهذه الصور تتبعوا فيها الألفاظ الواقعة في كلام الناس وأجابوا فيها اتفاقا أو اختلافا بما ذكر، ومذهبنا يقتضي موافقتهم في بعضها، وفي بعضها يشترط وقوع اللفظ في معرض الاستهزاء.

"Beberapa contoh tadi adalah yg diperhatikan dalam ucapan orang-orang. Dari ucapan itu ada yg disepakati ada juga yg masih diperselihkan hukum murtadnya, sebagaimana yg telah disebutkan.
Adapun menurut mazhab kami, ada sebagian yg kami sepakati, ada juga sebagiannya kami syaratkan harus mengandung pelecehan/ olok-olok di dalamnya."

Dari ucapan Imam Nawawi tersebut, seharusnya para da'i dan ulama sepanjang zaman memperhatikan ucapan orang-orang di masanya, lalu menilai apakah ucapan itu melanggar syariat atau tidak; atau bahkan menyebabkan murtad atau tidak.
Jadi tidak hanya membaca kitab dan mencukupkan dg contoh dalam kitab.

Misalnya, membahas ucapan, "rembes", "preman", "mabok" dll yg pernah viral.
Ustadz yasir kencong 

Alhamdulillah sejak kecil Sampai detik ini fitrah kita mengatakan yang pertama: bahwa Allah berada di atas, Dzatnya dan Qudrahnya.

1. Kita serahkan semua urusan kepada yang di atas

2. Kita serahkan semua urusan kepada yang tidak bertempat (tidak di mana-mana)

3. Kita serahkan urusan  kepada yang di mana-mana...

Alhamdulillah sejak kecil Sampai detik ini fitrah kita mengatakan yang pertama: bahwa Allah berada di atas, Dzatnya dan Qudrahnya.
Ustadz fadlan fahamsyah

Selasa, 17 Agustus 2021

Andai salah seorang dari kalian tahu hakikat neraka jahannam niscaya ia akan menjerit hingga hilang suaranya, dan ia akan senantiasa sholat hingga patah tulang punggungnya

Dari amr bin Al-Ash Radhiallahu'anu beliau berkata :"Andai salah seorang dari kalian tahu hakikat neraka jahannam niscaya ia akan menjerit hingga hilang suaranya, dan ia akan senantiasa sholat hingga patah tulang punggungnya.”

Zawaiduz-Zuhdi li ibnil mubaarok (1007)
Ustadz rizki 

nikmat amal bersyukur

Ibnu katsir menyebutkan," mereka berkeliling-keliling dan bisa memilih berbagai macam buah-buahkan surga".

Ibnu katsir menyebutkan," mereka berkeliling-keliling dan bisa memilih berbagai macam buah-buahkan surga".

Anas bin malik meriwayatkan, bahwa disurga ada burung, seperti onta ( burung onta), yang dikembalakan dengan pohon-pohon surga. Abu bakar berkata," ya RasuluAllah, sungguh burung yang lembut". Beliau bersabda,"memakannya akan terasa lebih lembut..( beliau ucapkan 3x), dan aku berharap engkau termasuk diantara orang yang akan memakannya kelak".( HR. Imam ahmad, di hasankan Al-albany)
Ustadz mustoha hamada 

Metode Belajar Fiqh dan Menguasainyaالمنهجية في دراسة الفقه و إتقانهRingkasan Kajian bersama Syaikh. ‏Prof. ‏Dr. ‏Sami bin Muhammad Ash-Shuqoir Hafidzahullahu Ta'ala ‎(Salah satu Ulama Saudi Arabia)

✍️Metode Belajar Fiqh dan Menguasainya
المنهجية في دراسة الفقه و إتقانه

Ringkasan Kajian bersama Syaikh. Prof. Dr. Sami bin Muhammad Ash-Shuqoir Hafidzahullahu Ta'ala (Salah satu Ulama Saudi Arabia)

Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja'far, Lc 

Part 1

Beliau memberikan muqoddimah dengan sedikit memaparkan perjalanan beliau dalam belajar dengan penuh tawadhu.

Pendidikan Formal :
✅Lulus S1 Jurusan Syariah dan Ushuluddin di Universitas Imam Muhammad bin Suud, Cabang Qosim, tahun 1410 H
✅Lulus S2 (Magister) Jurusan Syariah di Universitas Imam Muhammad bin Suud, Riyadh (Pusat), tahun 1417 H (Judul Risalahnya : Ahkam Al-Haram Al-Makky)
✅Lulus S3 (Doktoral) di Ma'had Ali Lil Qodho' Riyadh (dibawah Universitas Imam Muhammad bin Suud), tahun 1422 H (Judul Risalahnya : Hasyiyah Al-Kholwaty ala Muntaha Al-Irodat - Tahqiq wa Dirasah -) 
✅Mendapatkan gelar Profesor bidang Fiqh pada tahun 1434 H

Pendidikan Non Formal :
Mulazamah dengan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, selama 18 tahun. Mulai tahun 1403 H hingga Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin wafat. 

Lalu beliau dipilih untuk menggantikan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam mengajar, Khotib dan lainnya di Masjid Jami Unaizah, Qosim. 

Menuntut ilmu syar'i merupakan sebaik-baiknya ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala, dan sangat banyak dalil-dalil yang menjelaskan hal ini, baik di Al-Qur'an maupun As-Sunnah. 

Menuntut ilmu merupakan bentuk jihad fi sabillah, karena agama Allah itu tegak dengan dua hal, pertama : dengan ilmu dan penjelasan, kemudian yang kedua : dengan pedang. 

Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
"Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya." (QS. At-Taubah : 73)

Bentuk jihad kepada Orang-orang munafik dengan ilmu dan penjelasan, adapun bentuk jihad terhadap orang-orang kafir adalah dengan pedang di medan pertempuran. 

Pada zaman ini, sangat dibutuhkan jihad dengan ilmu, dengan beberapa sebab :
- Munculnya berbagai kebid'ahan 
- Munculnya orang-orang yang berfatwa tanpa ilmu
- Munculnya orang-orang yang suka mendebat syariat tanpa ilmu

Umat Islam sangat membutuhkan Ulama, yang memiliki 
- Kefaqihan terhadap agama Allah Ta’ala 
- Kematangan Ilmu dan wawasan yang luas
- Hikmah dalam membimbing hamba-hamba Allah Ta’ala 

Nabi Muhammad salallahu alaihissalam bersabda : 
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
" Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya, maka akan dimudahkan untuk memahami agama" (HR. Muslim) 

Hadits ini merupakan kabar gembira bagi siapa saja yang mendapatkan karunia dari Allah diberikan kemudahan dalam memahami agama Islam (dengan baik) 

Allah Ta’ala berfirman :
لَهُمُ الْبُشْرَىٰ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۚ 
"Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat." (QS. Yunus : 64)

Kefaqihan dalam agama, meliputi permasalahan Aqidah semisal Tauhid Uluhiyyah, Asma wa Sifat. Begitu juga dengan Permasalahan Amaliyah (Ibadah). 

- Faqih dalam agama menjadikan seseorang mengetahui, bagaimana beribadah kepada Allah, berjalan menuju keridhoanNya dengan ilmu, saat keadaan diliputi kegelapan fitnah dan kebodohan. 

- Seorang faqih menjadi penerang bagi umat untuk menjelaskan jalan yang lurus yang bermanfaat di dunia dan akhirat 

Orang alim senantiasa hidup walaupun jasadnya sudah mati, adapun orang jahil itu telah mati walaupun jasadnya hidup. 

Allah Ta’ala berfirman : 
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا ۚ 
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? " (QS. Al-An'am : 122)

Nabi Muhammad salallahu alaihissalam bersabda :
إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له
“Jika anak adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara; Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan.” (HR. Muslim) 

- Seorang Faqih adalah orang yang mengetahui hukum-hukum syariat dan juga senantiasa mengamalkannya. Adapun orang yang tahu hukum syariat, tapi tidak mengamalkan maka ini adalah Qori' bukan Faqih. 

Abdullah bin Mas'ud menjelaskan keadaan akan kacau, jika hal ini terjadi. 
إذا كثرت قراؤكم و قلت فقهاؤكم
"Semakin banyak para Qurroo’ (para Pembaca Al Qur’an)
Semakin sedikit para Fuqoha (orang-orang yang faqih / mendalam dalam perkara dienul Islam)" 

✅Ada dua cara meraih Ilmu Syar'i
1. Mengambil ilmu dari kitab yang terpercaya, ditulis oleh para ulama yang dikenal akan keilmuan, Aqidah dan manhajnya selamat (dari penyimpangan) 

2. Mengambilnya dari seorang ahli ilmu yang dikenal dengan baik akan kekokohan ilmu dan agamanya

Hal ini lebih baik daripada yang pertama. Diantara faidah belajar langsung kepada para ulama:
a. Seseorang akan meraih ilmu dalam waktu yang singkat, karena membaca kitab sendirian akan butuh banyak waktu. 
b. Lebih menguatkan ilmu dan lebih mudah memahaminya, karena di dalam Kitab banyak lafadzh/susunan kalimat yang sulit dipahami dengan sendiri, perlu seorang Alim yang menjelaskan. 
c. Bisa selamat dari kesalahan, jika seorang penuntut ilmu Pemula membaca kitab sendiri tanpa bimbingan bisa saja dia salah dalam memahami dan dia tidak merasa, karena tidak ada yang mengarahkannya. 
d. Adanya diskuksi (tanya jawab secara langsung), hal ini membuka pintu pemahaman yang baik dan mendalam. Dengannya juga bisa mempertahankan argumen kebenaran dan membantah kesalahan.
e. Adanya hubungan yang mendalam/kuat dengan para ulama, karena penunut ilmu bukan hanya mengambil  ilmu dari mereka, namun juga bisa mencontoh Adab dan akhlak mereka, bahkan bisa jadi Adab dan akhlak mereka lebih banyak diambil dari ilmunya. 
f. Seseorang akan mendapat pahala yang besar dengan menghadiri majlis ilmu.
Nabi Muhammad salallahu alaihissalam bersabda :
 ما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم السكينة ، وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده 
“Tidaklah suatu kaum berkumpul diantara rumah-rumah Allah sambil membaca Kitabullah, dan saling mempelajari diantara mereka. Kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, dan diberikan rahmat serta malaikat akan menaunginya. Dan mereka akan diingat disisi Allah.”

✅Syaikh Sami Ash-Shuqoir Hafidzahullahu Ta'ala menjelaskan Manhaj atau metode dalam menuntut ilmu kepada dua macam:
1. Manhaj atau metode dalam menuntut Ilmu syar’i (secara umum)
2. Manhaj atau metode dalam belajar ilmu fiqh secara khusus

Terkadang ada sebagaian orang sudah lama belajar dan menuntut ilmu namun dia tidak meraih ilmu kecuali sedikit saja, sehingga mereka bosan dan berbalik arah dari jalan ilmu, lalu meninggalkan menuntut ilmu secara keseluruhan. 

Diantara penyebabnya adalah sebagai berikut:

✅ Karena ia tidak mengikuti metodenya para ulama dalam menuntut ilmu, jika ingin meraih ilmu maka ikutilah jalan para ulama. 
✅ Tidak adanya keikhlasan dalam dirinya. Keikhlasan adalah sebab terbesar seseorang untuk meraih ilmu, maka niatnya harus untuk Allah dan negeri akhirat. 

Berikut ini, Manhaj atau metode dalam menuntut Ilmu syar’i (secara umum)

1. Ikhlas dalam menuntut Ilmu
Menuntut ilmu adalah ibadah, harus ada keikhlasan di dalamnya

Ada beberapa hal yang hendaknya diketahui oleh penunut ilmu dalam hal niat Ketika menunut ilmu, diantaranya:

- Hendaknya seseorang berniat ketika menunut ilmu dalam rangka menjalankan perintah Allah. Karena Allah memerintahkan untuk menuntut ilmu. 
Allah Ta’ala berfirman :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ 

"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah" (QS. Muhammad : 19)

- Hendaknya seseorang berniat untuk mengangkat kebodohan dari dirinya agar bisa beribadah kepada Allah dengan ilmu. Dan senantiasa berusaha unutk menggapai khosyah (rasa takut) kepada Allah

Allah Ta’ala berfirman :
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا 
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun" (QS. An-Nahl : 78)

- Hendaknya seseorang berniat untuk mengangkat kebodohan dari orang lain. 
Nabi Muhammad salallahu alaihissalam bersabda :
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً 
"Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat" 

Beliau juga bersabda :

ليبلغ الشاهد منكم الغائب 
"Hendaknya  orang yang hadir diantara kalian menyampaikan kepada yang tidak hadir." 

- Hendaknya seseorang berniat untuk menjaga dan membela syariat/agama Allah. Menjaga syariat dengan dua hal, Menulis dan menghafalnya. 

- Hendaknya seseorang berniat untuk mendakwahkan agama Allah kepada manusia. 
Berkaitan dengan mendakwahkan maka harus dengan bashirah (ilmu yang kokoh/kuat).

Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf : 108)

Bashirah ada tiga macam, diantaranya:

a. Bashirah yang berkaitan dengan ilmu yang didakwahkan, seseorang harus benar-benar berilmu, apakah yang didakwahkan itu bagian dari syariat Islam ataukah tidak. 
b. Bashirah yang berkaitan orang yang dia dakwahkan (mempelajari objek dakwah), apakah dia seorang Alim atau Jahil. 
c. Bashirah yang berkaitan dengan tata cara/metode dakwah, apakah dengan berceramah, ataukah mengirim surat dan lainnya. 

Bersambung.... 

Pondok Pesantren Madinatul Iman Lipatkain Selatan Riau

Diantara sebab yg dapat meneguhkan di atas agama adalah memperbanyak ibadah.

#KOKOH

Syaikh Ibnu Utsaimin rahinahullah berkata : 

"Diantara sebab yg dapat meneguhkan di atas agama adalah memperbanyak ibadah. 

Banyak ibadah - tidak diragukan lagi - dapat meneguhkan Agama.

Dalilnya firman Allah ta'ala : 

فإن تولوا فاعلم أنما يريد الله أن يصيبهم ببعض ذنوبهم  

"Jika mereka berpaling, maka ketahuilah Allah hanya menghendaki menimpakan musibah kepada mereka dengan sebab sebagian dosa masa mereka".

Dosa adalah sebab penyimpangan.
Dosa akan mendatangkan dosa yg lainnya.
Dosa kecil akan menghantarkan kepada dosa besar.

Karena ini, sebagian ulama berkata,

المعاصي بريد الكفر 

"Maksiat adalah pengantar kekafiran".

Maksudnya, seorang akan melakukannya sedikit demi sedikit hingga ia sampai pada kekafiran. Wal-'iyadzu billah."

(Liqa-aat al-Bab al-Maftuh 7/275)

Alih bahasa : R@R