Boleh Shalat Duduk di Pesawat dan Tayammum Pakai Debu yang Menempel di Bangku
Permasalahan yang sering didapati oleh para musafir adalah bagaimana tata cara beribadah, seperti wudhu dan shalat di lakukan di atas kendaraan.
Dulu, Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya, saat melaksanakan shalat wajib, selalu turun dari kendaraannya.
Karena memang zaman dulu mengendarai hewan tunggangan milik sendiri. Dan juga safar yang dilakukan kebanyakan via jalur darat.
Adapun sekarang, kadang kala kita safar berpuluh jam di atas kendaraan, baik pesawat, kapal, atau kereta api.
Misal kita safar dari Jakarta menuju ke Jeddah, yang melewati waktu-waktu shalat. Apa yang harus dilakukan dan bagaimana wudhunya?.
Pertama, wudhu yang dilakukan adalah wudhu seperti biasa, menggunakan air. Tapi jika tidak ada air, maka boleh bertayammum dengan debu.
Masalahnya, di pesawat tidak ada debu, karena memang selalu dibersihkan oleh petugas maskapai.
Dalam hal ini, Darul Ifta Mesir memberikan fatwa bahwa orang sakit atau musafir boleh bertayammum dengan tanah yang suci di tempat manapun, meskipun di tembok atau di kursi pesawat.
"Tanah yang menempel pada keduanya (tembok dan kursi) itu cukup untuk bertayammum," tulis fatwa tersebut.
Dalam hal ini, Syaikh Shalih Al Munajjid dalam fatwanya yang dimuat di Website Islamqa, menyebutkan bahwa:
"Bagi penumpang pesawat dia bertayammum, baik ada debu maupun tidak ada debu, dia harus shalat, meskipun tidak bersuci karena memang ketidakmampuannya."
Syaikh Al Munajjid berdalil dengan QS At Taghabun ayat 16: "Bertakwalah kepada Allah sesuai kemampuan kalian".
Kedua, Shalat dengan cara duduk di pesawat.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz berfatwa bahwa boleh bagi seseorang untuk shalat sambil duduk di pesawat.
Mufti Arab Saudi pada masa lampau ini menekankan, syarat bolehnya shalat sambil duduk ini jika seseorang tak mampu berdiri seperti pada saat di perahu atau kapal laut.
Ulama kharismatik ini berdalil dengan surat At Taghabun ayat 16: "Bertakwalah kepada Allah semampu kalian."
Beliau menyarankan: "Jika mengakhirkan shalat sampai turun, maka tidak mengapa melakukan itu. Tentunya masih masuk waktunya."
Senada dengan beliau, Syaikh Al Munajjid juga mengatakan: "Jika memang dapat shalat dengan cara dijamak pada saat mendarat di bandara, maka itu lebih baik."
Syaikh menambahkan, jika shalat tidak bisa dijamak, seperti shalat Ashar dan Maghrib, shalat Isya dan Shubuh, dan shalat Shubuh dan Dzuhur, maka dia shalat sesuai keadaannya.
Faedah dari pendapat ini adalah:
1) Bersuci menggunakan air. Jika tidak ada air, maka boleh bertayammum, baik dengan debu tembok maupun debu yang menempel di kursi pesawat.
Alhamdulillah, keberadaan air di pesawat dna kereta api saat ini selalu terpenuhi. Jika ada air, maka tidak boleh tayammum.
2) Hukum asal shalat adalah berdiri. Jika tidak mampu, maka boleh duduk. Dan ini boleh dilakukan di pesawat.
Alhamdulillah, maskapai Saudia sudah menyediakan musholla di dalam pesawat. Maka.
3) Sebagian ulama dalam madzhab Syafi'i, seperti Imam Nawawi, berpendapat bahwa shalat yang dilakukan tidak sempurna, harus diulang saat tiba di darat. Dan shalat wajib yang dilakukan di atas kendaraan disebut "Shalat menghormati waktu".
---
Referensi ada di kolom komentar
Ustadz budi marta saudin
https://www.facebook.com/share/1BJRKuagyp/