Jumat, 16 Agustus 2024

Wajibkah Melafalkan Niat Shalat ?

Wajibkah Melafalkan Niat Shalat ?

Keterangan yang kami pahami, munculnya kewajiban melafalkan niat ketika beribadah, berawal dari kesalah pahaman terhadap pernyataan Imam Asy-Syafi'i terkait tata cara shalat. 

Imam Asy-Syafi'i rahimahullah pernah menjelaskan :

الصَّلَاةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِالنُّطْقِ

" …. Shalat itu tidak sah kecuali dengan an-nuthq."
(Al-Majmu' Syarh Muhadzab, 3/277)

"An nuthq" artinya berbicara atau mengucapkan. 

Sebagian Syafi'iyyah memaknai "an nuthq" di sini dengan melafalkan niat. 

Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah. 

Dijelaskan oleh Imam An-Nawawi bahwa yang dimaksud dengan "an nuthq" di sini bukanlah melafalkan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul ihram. 

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :

قَالَ أَصْحَابُنَا غَلِطَ هَذَا الْقَائِلُ وَلَيْسَ مُرَادُ الشَّافِعِيِّ بِالنُّطْقِ فِي الصَّلَاةِ هَذَا بَلْ مُرَادُهُ التَّكْبِيرُ

"Ulama kami (Syafi'iyah) mengatakan, orang yang memaknai demikian adalah keliru. Yang dimaksud Asy-Syafi'i dengan "an nuthq" ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram".
(Al Majmu', 3/277)

Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Imam Abul Hasan Al-Mawardi Asy-Syafi'i, beliau rahimahullah mengatakan :

فَتَأَوَّلَ ذَلِكَ – الزُّبَيْرِيُّ – عَلَى وُجُوبِ النُّطْقِ فِي النِّيَّةِ ، وَهَذَا فَاسِدٌ ، وَإِنَّمَا أَرَادَ وُجُوبَ النُّطْق بِالتَّكْبِيرِ

"Az-Zubairiy telah salah dalam menakwil ucapan Imam Syafi'i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah, yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram."
(Al-Hawi Al-Kabir, 2/204)

Karena kesalah-pahaman ini, banyak Kyai yang mengklaim bermadzhab Syafi'iyah di tempat kita yang mengajarkan wajibnya lafal niat ketika shalat. Selanjutnya masyarakat memahami bahwa itu juga berlaku untuk semua amal ibadah. Sehingga muncullah lafal niat wudhu, niat tayamum, niat mandi besar, niat puasa, niat zakat, niat sedekah, dst. Sayangnya pak Kyai tidak mengajarkan lafal niat untuk semua bentuk ibadah. Di saat itulah, banyak masyarakat yang kebingungan, bagaimana cara niat ibadah yang belum dia hafal lafalnya.

Itu artinya, wajibnya melafalkan niat yang diajarkan sebagian Kyai, Ustadz dan Da'i, telah menjadi sebab timbulnya keraguan bagi masyarakat dalam kehidupan beragamanya. Padahal ragam ibadah dalam Islam sangat banyak. Tentu saja, masyarakat akan kerepotan jika harus menghafal semua lafal niat tersebut. Padahal bukankah Islam adalah agama yang sangat mudah ?? 

Kami mendapat pertanyaan yang cukup aneh, bagaimana lafal niat sahur yang benar ?? 

Meskipun pertanyaan ini bukan main-main, namun kami sempat terheran ketika ada orang yang sampai kebingungan dengan niat sahur. Bukankah ketika orang itu makan menjelang subuh, dalam rangka berpuasa di siang harinya, bisa dipastikan dia sudah berniat sahur ??

Lagi-lagi, menetapkan amal yang tidak disyariatkan, pasti akan memberikan dampak yang lebih buruk daripada manfaat yang didapatkan.

Sesungguhnya niat adalah amal hati.
Siapapun ulama sepakat dengan hal ini. Niat adalah amal hati, dan bukan amal lisan.

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :

النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ولا يشترط

"Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan dilafalkan…"
(Raudhah Ath-Thalibin, 1/84)

Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan :

لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف

"Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…"
(Raudhah Ath-Thalibin, 1/268)

Dalam I'anatut Thalibin –salah satu buku rujukan bagi Syafi'iyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr Ad-Dimyathi Asy-Syafi'i juga menegaskan :

أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه

"Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan."
(I'anatuth Thalibin, 1/65)

Imam Syamsuddīn Al-Khaṭīb Asy-Syarbini (w. 977 H) dalam Al-Iqnā‘ fī Ḥal Alfāẓ Abī Syujā‘ (1/470) mengatakan :

والمعتمد أنه لو تسحر ليصوم، أو شرب لدفع العطش نهارا، أو امتنع من الأكل أو الشرب أو الجماع خوف طلوع الفجر، كان نية إن خطر بباله الصوم بالصفات التي يشترط التعرض لها، لتضمن كل منها قصد الصوم.

“Dan pendapat muktamad ialah jika seseorang sahur untuk berpuasa, atau minum (di waktu sahur) agar tidak dahaga di siang hari, atau meninggalkan makan, minum dan jima' karena khawatir terbit fajar, semua itu adalah NIAT jika terlintas di hatinya untuk puasa dengan sifat² puasa yang disyaratkan untuk ditampakkan baginya, karena semua perbuatan itu menunjukkan tujuan berpuasa.” (Lihat juga: Mugnil-Muḥtāj, 1/423)

Al-'Allāmah Shālih bin Fauzān Al-Fauzān hafizhahullahu ta'ālā berkata : 

فظهر بهذا أن الإمام الشافعيَّ رحمه الله لم يقل بهذا أبدًا، وإنما هو فَهْم بعض أتباعه.
فعلى الإنسان أن يحرص على اتِّباع النبيِّ صلى الله عليه وسلم، ولا يقبل كلَّ قول إلا بدليله.

"Dan telah nampak dengan ini bahwasanya Al-Imām Asy-Syāfi'iy rahimahullah tidak berucap dengan ini (melafazhkan niat) selamanya, dan sesungguhnya ini hanyalah pemahaman sebagian atbā' beliau. Dan wajib atas seorang insān untuk ittiba' kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidak menerima setiap ucapan kecuali dengan dalilnya."
(Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, 1/84)

Tentu saja keterangan para ulama dalam hal ini sangat banyak. Semoga keterangan dari beberapa ulama di atas, bisa mewakili. Mengingat niat tempatnya di hati, maka memindahkan niat ini di lisan berarti memindahkan amal ibadah bukan pada tempatnya. Dan tentu saja, ini bukan cara yang benar dalam beribadah.

Apakah mengucapkan bacaan niat shalat termasuk bid'ah? Jawabannya termasuk bid'ah.

Apakah termasuk bid'ah dholalah atau bukan? Kalau dia meyakini bacaan niat tersebut suatu keharusan (kewajiban) yang harus dikerjakan semua orang sebelum shalat maka ini termasuk bid'ah dholalah. Tetapi kalau hanya untuk membantu niat dalam hati dan bukan suatu kewajiban maka ini diperselisihkan para ulama.

Intinya melafalkan niat sebelum shalat tidak pernah dilakukan Nabi sehingga termasuk bid'ah. Barangsiapa yang mewajibkan mengucapkan niat kepada semua orang berarti dia telah berbuat bid'ah dholalah karena telah memasukkan yang bukan ajaran Islam kepada ajaran Islam.

Sekarang kenyataan apa yang terjadi di masyarakat dalam menyikapi bacaan niat ini apakah masyarakat mewajibkan atau hanya untuk membantu niat dalam hati sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama? Kalau bacaan niat ini bukan termasuk ibadah mahdhah mengapa lafazhnya diseragamkan dan harus berbahasa Arab?

Allahu a'lam
Fp pengetahuan Islam