FAWAID_DAURAH_ILMIYAH_SOLO
PONPES_IMAM_BUKHARI_SOLO
شرح أصول السنة
للإمام الحميدي رحمه الله
مع فضيلة الشيخ الأستاذ الدكتور إبراهيم بن عامر الرحيلي حفظه الله تعالى
SYARAH USHUL AS-SUNNAH
LIL IMAM AL-HUMAIDY rahimahullah
(bagian 10)
Dijelaskan oleh Fadhilah Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily hafizhahullah
الْإِيمَانُ الْوَاجِبُ يُوجِبُ بِوَعْدِ اللَّهِ وَفَضْلِهِ دُخُولَ الْجَنَّةِ ابْتِدَاءً، وَيَمْنَعُ مِنْ دُخُولِ النَّارِ. أَمَّا الْكَمَالُ الْمُسْتَحَبُّ فَيُوجِبُ دُخُولَ الْجَنَّةِ وَيُسَهِّلُ رَفْعَ الدَّرَجَاتِ فِيهَا.
Iman yang wajib memastikan, dengan janji Allah dan karunia-Nya, masuk ke surga sejak awal, dan mencegah dari masuk ke neraka. Adapun kesempurnaan yang dianjurkan memastikan masuk ke surga dan memudahkan peningkatan derajat di dalamnya.
مُقَابِلُ الْكَمَالِ الْوَاجِبِ هُنَاكَ النَّقْصُ فِي الْإِيمَانِ. النَّقْصُ فِي الْإِيمَانِ الْوَاجِبِ هُوَ عَلَى قِسْمَيْنِ:
Sebagai lawan dari kesempurnaan yang wajib, ada kekurangan dalam iman. Kekurangan dalam iman yang wajib ada dua jenis:
1. نَقْصٌ يُوجِبُ الْكُفْرَ: هُوَ أَنْ يَقَعَ الرَّجُلُ فِي الشِّرْكِ أَوْ الْكُفْرِ الْأَكْبَرِ فَيَرْتَدَّ عَنْ دِينِهِ، فَيَنْقُصُ إيمَانُهُ وَيَذْهَبُ كُلِّيًّا، فَلَا يَبْقَى مَعَهُ شَيْءٌ لِأَنَّ الشِّرْكَ وَالْكُفْرَ يُحْبِطُ الْعَمَلَ كَمَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: "وَلَقَدْ أُوحِيَ إلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ."
1) Kekurangan yang menyebabkan kekafiran: yaitu ketika seseorang jatuh ke dalam syirik atau kekafiran besar sehingga murtad dari agamanya, maka imannya berkurang dan hilang seluruhnya, tidak ada yang tersisa karena syirik dan kekafiran menghapus amal sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: "Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu, jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Az-Zumar: 65)
2. نَقْصٌ فِي الْكَمَالِ الْوَاجِبِ: وَلَا يَذْهَبُ بِالْأَصْلِ، يَعْنِي يُنْقِصُ فِي كَمَالِ الْإِيمَانِ الْوَاجِبِ وَمَا هُوَ أَصْلُ الْإِيمَانِ. فَهَذَا الَّذِي قَالَ فِيهِ السَّلَفُ:" هُوَ مُؤْمِنٌ بِإِيمَانٍ، فَاسِقٌ بِكَبِيرَتِهِ. "وَهُوَ الْمُسْلِمُ الَّذِي حَقَّقَ أَصْلَ الْإِيمَانِ لَكِنَّهُ لَمْ يَبْلُغْ دَرَجَةَ الْكَمَالِ فِي الْإِيمَانِ. قَالَتْ الْأَعْرَابُ:" آمَنَّا. "قُلْ:" لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا. "هَؤُلَاءِ مَا حُكْمُهُمْ؟ هُمْ الَّذِينَ قَصُرُوا فِي الْكَمَالِ الْوَاجِبِ وَبَقِيَ مَعَهُمْ أَصْلُ الْإِيمَانِ وَبَقِيَ لَهُمْ حُكْمُ الْإِسْلَامِ. هَؤُلَاءِ تَحْتَ الْمَشِيئَةِ، إنْ شَاءَ اللَّهُ غَفَرَ لَهُمْ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ.
2) Kekurangan dalam kesempurnaan yang wajib: tidak menghilangkan esensi iman, artinya berkurang dalam kesempurnaan iman yang wajib dan apa yang merupakan esensi iman. Ini yang dikatakan oleh para salaf: "Ia adalah orang beriman dengan imannya, namun fasik dengan dosanya yang besar." Ia adalah seorang muslim yang telah mencapai esensi iman namun tidak mencapai derajat kesempurnaan dalam iman. Firman Allah: “Orang-orang Badui berkata: "Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah 'kami telah berserah diri'." (QS. Al-Hujurat: 14). Bagaimana hukumnya mereka? Mereka adalah orang-orang yang kurang dalam kesempurnaan yang wajib namun tetap memiliki esensi iman dan status Islam. Mereka berada di bawah kehendak Allah, jika Allah menghendaki, Dia mengampuni mereka, dan jika Allah menghendaki, Dia menyiksa mereka.
يَنْبَغِي التَّنَبُّهُ لِهَذِهِ الْمَسْأَلَةِ لِأَنَّ بَعْضَ النَّاسِ لَا يَفْقَهُ مَعْنَاهَا. يَقُولُ: أَصْحَابُ الْكَبَائِرِ تَحْتَ الْمَشِيئَةِ. نَقُولُ: مَا حُكْمُهُمْ؟ يَقُولُ: تَحْتَ الْمَشِيئَةِ. طَيِّبٌ، هَلْ وَرَدَ شَيْءٌ؟ مِنَ النُّصُوصِ يُبَيِّنُ لَنَا؟ يَقُولُ: لَا أَدْرِي، تَحْتَ الْمَشِيئَةِ. قُلْت: هَلْ هُمْ فِي الْجَنَّةِ أَمْ فِي النَّارِ؟ قَالُوا: تَحْتَ الْمَشِيئَةِ. قُلْت: مَا مَعْنَى الْمَشِيئَةِ؟ قَالُوا: يَرْجِعُ إلَى مَشِيئَةِ اللَّهِ. طَيِّبٌ، إلَى مَتَى؟ إلَى الْأَبَدِ، إلَى أَنْ يَقْضِيَ اللَّهُ بَيْنَ الْعِبَادِ. فَقَضَى اللَّهُ فِيهِمْ بِمَشِيئَتِهِ وَجَاءَتْنَا نُصُوصٌ مُبَيِّنَةٌ فِي حَالِ هَؤُلَاءِ. فَمَا حَالُهُمْ؟ هُمْ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ:
Harus diperhatikan masalah ini karena beberapa orang tidak memahami maknanya. Mereka mengatakan: pelaku dosa besar berada di bawah kehendak Allah. Kami katakan: apa hukum mereka? Mereka menjawab: di bawah kehendak Allah. Baik, apakah ada sesuatu yang datang? Dari teks-teks yang menjelaskan kepada kita? Mereka menjawab: saya tidak tahu, di bawah kehendak Allah. Saya bertanya: “Apakah mereka di surga atau di neraka?” Mereka menjawab: “Di bawah kehendak Allah.” Saya bertanya: “Apa arti kehendak Allah?” Mereka menjawab: “Kembali kepada kehendak Allah. Baik, sampai kapan?” Selamanya, sampai Allah memutuskan di antara hamba-hamba-Nya. Maka Allah memutuskan mereka dengan kehendak-Nya dan kami mendapat berbagai nash yang menjelaskan keadaan mereka. Apa keadaan mereka? Mereka terbagi menjadi tiga golongan:
1. الْقِسْمُ الْأَوَّلُ: مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِلَا حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ، وَهُمْ السَّبْعُونَ الْأَلْفَ الَّذِينَ أَخْبَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِلَا حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ. قِيلَ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: "هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ."
• Golongan pertama: yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab, mereka adalah tujuh puluh ribu yang diberitakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa mereka masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Dikatakan siapa mereka? Beliau menjawab: "Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak merasa sial, dan bertawakkal kepada Rabb mereka."(HR. Al-Bukhari no. 6472 dan Muslim no. 220).
2. الْقِسْمُ الثَّانِي: مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بَعْدَ الْحِسَابِ بِلَا عَذَابٍ، بَعْدَ الْحِسَابِ يُوزَنُ لَهُمْ وَتُعْرَضُ عَلَيْهِمْ ذُنُوبُهُمْ ثُمَّ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إمَّا بِرُجْحَانِ الْحَسَنَاتِ وَإِمَّا بِأَنَّهُمْ حَقَّقُوا الْكَمَالَ الْوَاجِبَ وَحُوسِبُوا.
• Golongan kedua: yang masuk surga setelah hisab tanpa azab, setelah hisab ditimbang amal mereka dan dosa-dosa mereka diperlihatkan kepada mereka, kemudian mereka masuk surga baik karena lebih berat amal kebaikannya atau karena mereka mencapai kesempurnaan yang wajib dan dihitung.
3. الْقِسْمُ الثَّالِثُ: مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بَعْدَ الْحِسَابِ وَالْعَذَابِ، وَهُمْ الَّذِينَ يَدْخُلُونَ النَّارَ وَيُطَهَّرُونَ بِدُخُولِ النَّارِ لِمُدَّةِ مُكْثِهِمْ فِيهَا إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ يَخْرُجُونَ وَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ.
• Golongan ketiga: yang masuk surga setelah hisab dan azab, mereka adalah orang-orang yang masuk neraka dan disucikan dengan masuk ke dalam neraka selama waktu yang Allah kehendaki kemudian mereka keluar dan masuk surga.
قَالَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ: "وَلَا يَنْفَعُ قَوْلٌ إلَّا بِعَمَلٍ، وَلَا عَمَلٌ وَقَوْلٌ إلَّا بِنِيَّةٍ، وَلَا قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ إلَّا بِسُنَّةٍ." الْقَوْلُ الَّذِي لَا يَنْفَعُ إلَّا بِعَمَلٍ هُوَ الْقَوْلُ الَّذِي يَسْتَلْزِمُ الْعَمَلَ. مِثْلُ قَوْلِ شَهَادَةِ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ يَقُولُ الرَّجُلُ: "أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ" هَذَا قَوْلٌ. فَهَذَا الْقَوْلُ لَا يَنْفَعُ حَتَّى تَلْتَزِمَهُ بِامْتِثَالِ الْعَمَلِ، كَمَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: "فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ" (مُحَمَّدٌ:19).
Penulis berkata rahimahullah: "Dan tidak bermanfaat perkataan kecuali dengan amal, tidak ada amal dan perkataan kecuali dengan niat, dan tidak ada perkataan, amal, dan niat kecuali dengan sunnah." Perkataan yang tidak bermanfaat kecuali dengan amal adalah perkataan yang mengharuskan amal. Seperti perkataan syahadat bahwa tidak ada illah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, Seorang laki-laki berkata: "Saya bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah" ini adalah perkataan. Perkataan ini tidak bermanfaat hingga ia melaksanakan dengan mematuhi amal, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Illah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu" (Muhammad: 19).
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: "ثُمَّ قَالَ: قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَك." وَفِي رِوَايَةٍ: "لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَك." قَالَ: "قُلْ آمَنْتُ بِاَللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ." الرَّجُلُ كَانَ يَقُولُ: "لَا إلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَهُوَ لَا يَمْتَثِلُ هَذِهِ الْكَلِمَةَ الْعَظِيمَةَ. وَأَمَّا مَنْ قَالَهَا بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَمْتَثِلْهَا بِقَلْبِهِ فَهُوَ مِنْ الْمُنَافِقِينَ الَّذِينَ يَقُولُونَ: "لَا إلَهَ إِلَّا اللَّهُ" بِأَلْسِنَتِهِمْ. فَهَذَا الْقَوْلُ هُوَ الَّذِي لَا يَنْفَعُ إلَّا بِعَمَلٍ.
Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dalam hadits Sufyan bin Abdullah: "Kemudian beliau berkata: Katakanlah kepadaku dalam Islam satu perkataan yang tidak akan aku tanyakan kepada seorang pun selainmu." Dalam riwayat lain: "Tidak akan aku tanyakan kepada seorang pun setelahmu." Beliau berkata: "Katakanlah, 'Saya beriman kepada Allah,' kemudian istiqomahlah." Orang itu berkata: "Tidak ada Rabb selain Allah" namun ia tidak mematuhi perkataan agung ini. (HR. Muslim no. 38). Adapun yang mengucapkannya dengan lisannya namun tidak mematuhinya dengan hatinya, dia adalah termasuk orang-orang munafik yang mengatakan: "Tidak ada dzat yang berhak diibadahi dengan benar–, selain Allah" dengan lisan mereka. Perkataan ini adalah yang tidak bermanfaat kecuali dengan amal.
________________________________________
لَكِنَّ الْقَوْلَ الَّذِي لَا يَسْتَلْزِمُ الْعَمَلَ، مِثْلُ قَوْلِ الرَّجُلِ: "سُبْحَانَ اللَّهِ" وَ "الْحَمْدُ لِلَّهِ" فَهُوَ مَقْبُولٌ لِأَنَّهُ عِبَادَةٌ قَوْلِيَّةٌ. مَتَى مَا قَالَ الرَّجُلُ: "سُبْحَانَ اللَّهِ" مُتَابِعًا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ذِكْرِهِ قَبْلَ عَمَلِهِ. وَلَا يَنْفَعُ قَوْلٌ إلَّا بِعَمَلٍ، وَلَا عَمَلٌ وَقَوْلٌ إلَّا بِنِيَّةٍ، وَلَا قَوْلَ وَلَا عَمَلَ إلَّا بِنِيَّةٍ. مَنْ قَالَ: "سُبْحَانَ اللَّهِ" مِنْ غَيْرِ نِيَّةٍ لَا يُقْبَلُ، وَمَنْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ نِيَّةٍ وَإِخْلَاصٍ لَا تُقْبَلُ. وَلَا عَمَلَ وَقَوْلٌ إلَّا بِنِيَّةٍ. وَالنِّيَّةُ عَلَى قِسْمَيْنِ: نِيَّةٌ مُمَيِّزَةٌ لِلْعَمَلِ عَنْ غَيْرِهِ وَنِيَّةٌ هِيَ الْإِخْلَاصُ. النِّيَّةُ الْمُمَيِّزَةُ لِلْعَمَلِ عَنْ غَيْرِهِ هِيَ نِيَّةُ الْعَمَلِ، بِهَا يَتَمَيَّزُ الْعَمَلُ. وَالنِّيَّةُ الَّتِي هِيَ الْإِخْلَاصُ هِيَ نِيَّةُ الْمَعْمُولِ لَهُ. نِيَّةُ الْعَمَلِ هِيَ أَنْ تَقْصِدَ بِهَذَا الْعَمَلِ أَمْرًا، فَإِذَا صَلَّيْت الظُّهْرَ تُرِيدُ بِهَذِهِ الصَّلَاةِ أَدَاءَ صَلَاةِ الظُّهْرِ. تَجْمَعُ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ فِي وَقْتٍ وَاحِدٍ، مَا الَّذِي مَيَّزَ الظُّهْرَ عَنْ الْعَصْرِ؟ وَالْمَغْرِبَ عَنْ الْعِشَاءِ؟ النِّيَّةُ. فَهَذِهِ نِيَّةُ الْعَمَلِ. وَنِيَّةُ الْمَعْمُولِ لَهُ هُوَ أَنْ تَقْصِدَ بِعَمَلِك وَجْهَ اللَّهِ، هَذِهِ هِيَ الْإِخْلَاصُ. وَالْإِخْلَاصُ هُوَ الَّذِي تَذَكَّرَهُ الْعُلَمَاءُ فِي كُتُبِ الِاعْتِقَادِ وَيَعْنُونَ بِهِ الْإِخْلَاصَ لِلَّهِ فِي الْعَمَلِ. وَالنِّيَّةُ الَّتِي تُمَيِّزُ عَمَلًا عَنْ آخَرَ هِيَ الَّتِي تُذْكَرُ كَثِيرًا فِي كُتُبِ الْفِقْهِ، يَقُولُونَ: لَابُدَّ أَنْ يَنْوِيَ لِعَمَلِهِ هَذَا كَعِبَادَةٍ.
Namun perkataan yang tidak mengharuskan amal, seperti perkataan seseorang: "Subhanallah" dan "Alhamdulillah" itu diterima karena itu adalah ibadah ucapan. Kapan pun seseorang mengucapkan: "Subhanallah" mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam dzikirnya sebelum amal. Dan tidak bermanfaat perkataan kecuali dengan amal, tidak ada amal dan perkataan kecuali dengan niat, dan tidak ada perkataan dan amal kecuali dengan niat. Barang siapa yang mengucapkan: "Subhanallah" tanpa niat tidak diterima, dan barang siapa yang shalat dua rakaat tanpa niat dan ikhlas tidak diterima. Dan tidak ada amal dan perkataan kecuali dengan niat. Niat terbagi menjadi dua: niat yang membedakan amal dari yang lain dan niat yang merupakan keikhlasan. Niat yang membedakan amal dari yang lain adalah niat amal, dengannya amal dibedakan. Dan niat yang merupakan keikhlasan adalah niat untuk siapa amal itu dilakukan. Niat amal adalah bahwa engkau bermaksud dengan amal ini suatu tujuan, jika engkau shalat dzuhur engkau bermaksud dengan shalat ini untuk melaksanakan shalat dzuhur. Menggabungkan antara dua shalat dalam satu waktu, apa yang membedakan dzuhur dari ashar? Dan maghrib dari isya? Niat. Ini adalah niat amal. Dan niat untuk siapa amal itu dilakukan adalah bahwa engkau bermaksud dengan amalmu untuk Allah, ini adalah keikhlasan. Dan keikhlasan yang disebut oleh para ulama dalam kitab-kitab aqidah dan yang dimaksud dengan ikhlas adalah ikhlas kepada Allah dalam amal. Dan niat yang membedakan satu amal dari yang lain yang sering disebut dalam kitab-kitab fiqih, mereka berkata: harus ada niat untuk amal ini sebagai ibadah.
لِأَنَّ الْعَمَلَ قَدْ يَعْمَلُ عَلَى الْهَيْئَةِ الشَّرْعِيَّةِ وَلَا يَكُونُ عِبَادَةً، مَا الَّذِي يُمَيِّزُهُ عَنْ الْعَمَلِ الْعَادِيِّ عَنْ الْعِبَادَةِ ؟ النِّيَّةُ. فَمَنْ قَامَ وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ وَهُوَ لَا يُرِيدُ الْوُضُوءَ، قَالَ: "أُرِيدُ أَنْ أَتَنَشَّطَ، أُرِيدُ أَنْ أَدْفَعَ النَّوْمَ عَنْ نَفْسِي." طَالِبٌ فِي دَرْسٍ جَاءَهُ النُّعَاسُ تَوَضَّأَ وَهُوَ لَا يُرِيدُ الْعِبَادَةَ، يُرِيدُ أَنْ يُذْهِبَ النَّوْمَ. هَذَا لَيْسَ فِي وُضُوءٍ، وَلَا يَجُوزُ لَهُ أَنْ يُصَلِّيَ بِهِ. وَتَنَبَّهُوا لِهَذَا الْأَمْرِ لِأَنَّ بَعْضَ النَّاسِ يَتَوَضَّأُ وَيَفْعَلُ مَا يَفْعَلُهُ الْمُتَوَضِّئُونَ، لَكِنْ لَيْسَ لَهُ وُضُوءٌ شَرْعِيٌّ إنَّمَا أَرَادَ بِهِ طَرْدَ النَّوْمِ عَنْ نَفْسِهِ. لَكِنْ إذَا أَرَادَ الْعِبَادَةَ عَلَيْهِ إذَا قَامَ يَتَوَضَّأُ أَنْ يَسْتَصْحِبَ النِّيَّةَ أَنَّهُ يَتَوَضَّأُ الْوُضُوءَ الشَّرْعِيَّ وَيَتَعَبَّدُ لِلَّهِ بِهَذِهِ الْعِبَادَةِ، وَبَعْدَ ذَلِكَ طَرْدُ النَّوْمِ هُوَ تَابِعٌ لِهَذَا الْأَمْرِ لَا الْعَكْسُ. النِّيَّةُ شَأْنُهَا عَظِيمٌ وَهِيَ مُتَنَوِّعَةٌ وَلَهَا صُوَرٌ كَثِيرَةٌ، وَقَدْ تَكُونُ النِّيَّةُ خَالِصَةً أَوْ مُشْتَرَكَةً. كَالْعَمَلِ إذَا اشْتَرَكَ فِيهِ نِيَّةٌ صَالِحَةٌ وَنِيَّةٌ فَاسِدَةٌ، لَا يُقْبَلُ كَمَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: "أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ مَعِي فِيهِ غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشَرَكَهُ."
Karena amal dapat dilakukan dalam bentuk syar'i namun bukan sebagai ibadah, apa yang membedakannya dari amal biasa dari ibadah? Niat. Barang siapa yang berwudhu untuk shalat namun ia tidak berniat wudhu, ia berkata: "Saya ingin menyegarkan diri, saya ingin menghilangkan rasa kantuk." Seorang pelajar dalam pelajaran merasa mengantuk kemudian berwudhu namun ia tidak berniat ibadah, ia ingin menghilangkan kantuk. Ini bukan wudhu yang sah, dan tidak boleh shalat dengannya. Perhatikan hal ini karena sebagian orang berwudhu dan melakukan seperti yang dilakukan orang yang berwudhu, namun tidak sah wudhunya karena ia hanya ingin menghilangkan kantuk. Namun jika ia ingin ibadah, ketika ia berwudhu harus disertai niat bahwa ia berwudhu secara syar'i dan beribadah kepada Allah dengan wudhu ini, dan setelah itu menghilangkan kantuk adalah akibat dari hal ini bukan sebaliknya. Niat adalah perkara yang besar dan beragam serta memiliki banyak bentuk, dapat berupa niat yang murni atau campuran. Seperti amal jika terdapat niat yang baik dan niat yang buruk, tidak diterima sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: "Aku adalah yang paling tidak membutuhkan sekutu dari perbuatan syirik, barang siapa melakukan amal yang menyekutukan Aku dengan yang lain, Aku tinggalkan dia dan sekutunya."
وَلَا عَمَلَ وَقَوْلٌ إلَّا بِنِيَّةٍ. الْأَعْمَالُ وَالْأَقْوَالُ سَائِرُ الْعِبَادَاتِ لَا تَكُونُ إلَّا بِنِيَّةٍ. إِمَّا النِّيَّةُ الْمُمَيِّزَةُ لِلْعَمَلِ عَنْ غَيْرِهِ أَوْ النِّيَّةُ الَّتِي هِيَ الْإِخْلَاصُ. وَأَنْ يَقْصِدَ بِعَمَلِهِ وَجْهَ اللَّهِ. وَلَا قَوْلَ وَعَمَلَ وَنِيَّةَ إلَّا فِي سُنَّةٍ. لَا قَوْلَ وَعَمَلَ وَنِيَّةَ إلَّا بِسُنَّةٍ.
Dan tidak ada amal dan perkataan kecuali dengan niat. Amal dan perkataan serta seluruh ibadah tidak dilakukan kecuali dengan niat. Entah niat yang membedakan amal dari yang lain atau niat yang merupakan keikhlasan. Dan bermaksud dengan amalnya untuk Allah. Dan tidak ada perkataan, amal, dan niat kecuali dalam sunnah. Tidak ada perkataan, amal, dan niat kecuali dengan sunnah.
هَلْ يُتَصَوَّرُ وُجُودُ قَوْلٍ وَعَمَلٍ ؟ مَعَ مُخَالَفَةِ السُّنَّةِ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ وَمَعَ هَذَا نَقُولُ إنَّهُ لَا يُقْبَلُ لِمُخَالَفَتِهِ لِلسُّنَّةِ ؟ نَعَمْ، مُبْتَدِعٌ. قَامَ يَتَقَرَّبُ إلَى اللَّهِ بِأَذْكَارٍ بِدْعِيَّةٍ غَيْرِ مَشْرُوعَةٍ، أَوْ أَنَّهُ فَعَلَ فِعْلًا مُبْتَدَعًا كَاحْتِفَالِ بِالْمَوْلِدِ مَثَلًا، هَذَا قَوْلٌ وَعَمَلٌ. أَيْنَ النِّيَّةُ ؟ كُلٌّ مِنْهُمْ يُرِيدُ التَّقَرُّبَ إلَى اللَّهِ. وُجِدَتْ النِّيَّةُ، يَتَقَرَّبُ إلَى اللَّهِ. فَهُنَا قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ، لَكِنْ تَخَلَّفَتْ السُّنَّةُ. فَإِذَا لَمْ يَتَحَقَّقْ الشَّرْطُ الْأَخِيرُ وَهُوَ السُّنَّةُ، فَلَا يُقْبَلُ الْعَمَلُ. وَلِهَذَا كُلُّ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ لَا بُدَّ لَهَا مِنْ الْإِخْلَاصِ وَالْمُتَابَعَةِ. الْإِخْلَاصُ لِلَّهِ فِي الْعَمَلِ، وَهَذِهِ النِّيَّةُ نِيَّةُ الْمَعْمُولِ لَهُ. وَالسُّنَّةُ هِيَ الْمُتَابَعَةُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَالْمُتَابَعَةُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قِسْمَيْنِ: يَنْبَغِي التَّنَبُّهُ لَهُمَا، الْمُتَابَعَةُ لَيْسَتْ عَلَى دَرَجَةٍ وَاحِدَةٍ، الْمُتَابَعَةُ فِي أَصْلِ الْمَشْرُوعِيَّةِ، وَمُتَابَعَةٌ فِي الْكَيْفِيَّةِ.
Apakah mungkin ada perkataan dan amal? Dengan menyelisihi sunnah, perkataan, amal, dan niat tetap tidak diterima karena menyelisihi sunnah? Ya, seorang pembuat bid'ah. Dia mendekatkan diri kepada Allah dengan dzikir-dzikir yang bid'ah tidak syar'i, atau dia melakukan perbuatan bid'ah seperti merayakan maulid misalnya, ini adalah perkataan dan amal. Dimana niatnya? Setiap orang ingin mendekatkan diri kepada Allah. Niatnya ada, dia mendekatkan diri kepada Allah. Di sini ada perkataan, amal, dan niat, namun sunnah tidak ada. Maka jika syarat terakhir yaitu sunnah tidak terpenuhi, amal tidak diterima. Oleh karena itu semua amal saleh harus disertai dengan ikhlas dan mengikuti. Ikhlas kepada Allah dalam amal, ini adalah niat untuk siapa amal itu dilakukan. Dan sunnah adalah mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wasallam terbagi menjadi dua: harus diperhatikan keduanya, mengikuti tidak berada pada satu tingkat, mengikuti dalam asal syariat, dan mengikuti dalam tata cara.
فَالَّذِي لَا يُعْرِفُ نَوْعَيْ الْمُتَابَعَةِ قَدْ يَقَعُ فِي الْبِدْعَةِ وَهُوَ لَا يَدْرِي: مِثْلُ رَجُلٍ قَامَ يُصَلِّي، وَالْتَزَمَ أَنْ يُصَلِّيَ مَثَلًا بَعْدَ الظُّهْرِ عَشْرَ رَكَعَاتٍ فَيَجْمَعُهَا وَيَقُولُ: "دَائِمًا أُصَلِّي عَشْرَ رَكَعَاتٍ بِخَمْسِ تَسْلِيمَاتٍ." فَهَذَا تَقَرُّبٌ إلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِعِبَادَةٍ أَصْلُهَا مَشْرُوعٌ، تَحَقَّقَ فِيهَا أَصْلُ الْمَشْرُوعِيَّةِ. الصَّلَاةُ مَشْرُوعَةٌ، لَكِنْ مَا الَّذِي تَخَلَّفَ فِيهَا ؟ الْكَيْفِيَّةُ، وَهُوَ أَنَّهُ ابْتَدَأَ طَرِيقَةً فِي الصَّلَاةِ الْتَزَمَهَا مُخَالَفَةً لِهَدْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَلِهَذَا نَقُولُ إنَّ الْبِدْعَةَ عَلَى قِسْمَيْنِ: بِدْعَةٌ حَقِيقِيَّةٌ وَهُوَ التَّقَرُّبُ إلَى اللَّهِ بِغَيْرِ مَا شَرَعَ، كَتَقَرُّبٍ لِلَّهِ بِالْمَوْلِدِ، وَهَذَا غَيْرُ مَشْرُوعٍ. وَبِدْعَةٌ إضَافِيَّةٌ، وَهُوَ تَقَرُّبٌ لِلَّهِ بِمَا شَرَعَ عَلَى غَيْرِ الطَّرِيقَةِ الشَّرْعِيَّةِ.
Orang yang tidak mengetahui kedua jenis mengikuti ini bisa jatuh ke dalam bid'ah dan dia tidak menyadarinya: Seperti seorang laki-laki yang shalat, dan berkomitmen untuk shalat misalnya setelah dzuhur sepuluh rakaat dan dia mengumpulkannya dan berkata: "Selalu saya shalat sepuluh rakaat dengan lima salam." Ini mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan ibadah yang asalnya syar'i, terpenuhi asal syariatnya. Shalat itu syar'i, namun apa yang kurang di dalamnya? Tata caranya, yaitu dia memulai cara dalam shalat yang dia patuhi yang bertentangan dengan petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Oleh karena itu kita katakan bahwa bid'ah terbagi menjadi dua:
• bid'ah hakiki yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan apa yang tidak disyariatkan, seperti mendekatkan diri kepada Allah dengan merayakan maulid, ini tidak disyariatkan.
• Dan bid'ah Idhofiyah (tambahan), yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan yang disyariatkan tetapi tidak dengan cara yang syar'i.
مِثَالُ ذَلِكَ: الْبِدْعَةُ الدِّرَاسِيَّةُ الْآنَ، الَّذِينَ يَلْتَزِمُونَ قِرَاءَةَ الْفَاتِحَةِ عِنْدَمَا يَمُوتُ الْمَيِّتُ أَوْ يُذْكُرُ الْمَيِّتُ أَوْ يَرْفَعُونَ أَيْدِيَهُمْ وَيَقُولُونَ: "الْفَاتِحَةُ عَلَى رُوحِ فُلَانٍ." هَذِهِ بِدْعَةٌ إِضَافِيَّةٌ. قِرَاءَةُ الْفَاتِحَةِ مَشْرُوعَةٌ، لَكِنَّ الِالْتِزَامَ بِقِرَاءَتِهَا عِنْدَ مَوْتِ الْمَيِّتِ أَوْ عِنْدَ ذِكْرِ اسْمٍ فَانَ هَذَا مِنْ الْبِدَعِ. كَذَلِكَ مَنْ الْتَزَمَ قِرَاءَةَ الْفَاتِحَةِ عِنْدَ النَّوْمِ، قَالَ: "أُرِيدُ دَائِمًا كُلَّمَا أَنَامُ أَقْرَأُ الْفَاتِحَةَ، وَهِيَ أَعْظَمُ الْقُرْآنِ وَأُحِبُّ أَنْ أَخْتِمَ بِهَا وَضْعِي قَبْلَ النَّوْمِ." هَذِهِ بِدْعَةٌ إِضَافِيَّةٌ. الْقِرَاءَةُ مَفْتُوحَةٌ، قِرَاءَةُ الْفَاتِحَةِ مَشْرُوعَةٌ، لَكِنَّ الْتِزَامَ حَالٍ مُعَيَّنٍ لِقِرَاءَتِهَا لَيْسَ مِنْ السُّنَّةِ.
Contohnya: bid'ah yang terjadi sekarang, orang-orang yang berkomitmen membaca Al-Fatihah ketika ada yang meninggal atau mengingat orang yang meninggal atau mengangkat tangan dan berkata: "Al-Fatihah untuk roh si fulan." Ini adalah bid'ah tambahan. Membaca Al-Fatihah adalah syar'i, tetapi berkomitmen membacanya saat ada yang meninggal atau mengingat nama orang yang meninggal adalah bid'ah. Demikian juga orang yang berkomitmen membaca Al-Fatihah saat akan tidur, dia berkata: "Saya ingin selalu membaca Al-Fatihah setiap kali saya tidur, karena ini adalah surat terbesar dalam Al-Qur'an dan saya suka menutup hari saya dengan membacanya sebelum tidur." Ini adalah bid'ah tambahan. Membaca adalah terbuka, membaca Al-Fatihah adalah syar'i, tetapi berkomitmen pada kondisi tertentu untuk membacanya tidaklah dari sunnah.
وَكَمَا أَنَّ الشِّرْكَ الَّذِي يُنَافِي الْإِخْلَاصَ هُوَ الشِّرْكُ وَهُوَ عَلَى قِسْمَيْنِ: شِرْكٌ أَكْبَرُ وَشِرْكٌ أَصْغَرُ، فَاَلَّذِي يُنَافِي الْمُتَابَعَةَ هُوَ الْبِدْعَةُ، وَهِيَ عَلَى قِسْمَيْنِ: بِدْعَةٌ حَقِيقِيَّةٌ وَبِدْعَةٌ إِضَافِيَّةٌ. وَكَمَا أَنَّ الشِّرْكَ الْأَصْغَرَ يَخْفَى عَلَى كَثِيرٍ مِنْ النَّاسِ وَهُوَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، كَمَا سَمَّاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ أَخْوَفُ مَا يُخَافُ عَلَى الْأُمَّةِ، فَإِنَّ الْبِدْعَةَ الْإِضَافِيَّةَ خَفِيَّةٌ وَتُخْفَى عَلَى كَثِيرٍ مِنْ الْأُمَّةِ حَتَّى يَقَعَ فِيهَا بَعْضُ كِبَارِ الْعُلَمَاءِ. قَلِيلٌ مَنْ يَتَنَبَّهُ لِهَذَا النَّوْعِ مِنْ الْبِدَعِ. فَإِذًا نَقُولُ إنَّ السُّنَّةَ كُلُّ عِبَادَةٍ إذَا ضُبِطَتْ بِهَذَيْنِ الْأَصْلَيْنِ وَأَخْضَعْتْهَا لِهَذَيْنِ الشَّرْطَيْنِ لَا يُمْكِنُ أَنْ يَتَطَرَّقَ إلَيْهَا الِابْتِدَاعُ، وَهُوَ أَنْ يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى مَشْرُوعِيَّتِهَا وَأَنْ تُؤَدِّيَهَا بِالطَّرِيقَةِ الْمَشْرُوعَةِ. فَمَنْ خَالَفَ أَحَدَ هَذَيْنِ الْأَصْلَيْنِ خَالَفَ السُّنَّةَ. وَاَلَّذِي يَدُلُّ عَلَى الْمُتَابَعَةِ فِي الْكَيْفِيَّةِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي." كَمَا رَأَيْتُمُوهُ يُصَلِّي، مَا قَالَ: "صَلُّوا كَيْفَمَا اتَّفَقَ."" صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي. "وَلَمَّا جَاءَ الرَّجُلُ الْمُسِيءُ فِي صَلَاتِهِ قَالَ:" إنَّك لَمْ تُصَلِّ. "فَنَفَى عَنْهَا الِاسْمَ، نَفَى عَنْ هَذِهِ الصَّلَاةِ الِاسْمَ وَالْحُكْمَ. فَهَذَا دَلِيلٌ عَلَى الْكَيْفِيَّةِ وَأَنْ يَمْتَثِلَ الْعَبْدُ الْعِبَادَةَ عَلَى هَذَا النَّحْوِ.
Sebagaimana syirik yang bertentangan dengan keikhlasan ada dua jenis: syirik besar dan syirik kecil, maka yang bertentangan dengan mengikuti adalah bid'ah, dan itu ada dua jenis: bid'ah hakiki dan bid'ah tambahan. Dan sebagaimana syirik kecil tersembunyi bagi banyak orang dan merupakan syirik tersembunyi, sebagaimana disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang paling ditakutkan atas umat ini, maka bid'ah tambahan juga tersembunyi dan tersembunyi bagi banyak umat hingga beberapa ulama besar jatuh ke dalamnya. Hanya sedikit yang menyadari jenis bid'ah ini. Maka kita katakan bahwa sunnah setiap ibadah jika diperkuat dengan kedua prinsip ini dan tunduk kepada dua syarat ini, tidak bisa dijangkau oleh bid'ah, yaitu bahwa dalil menunjukkan kesyariatannya dan bahwa ibadah tersebut dilakukan dengan cara yang syar'i. Barang siapa yang menyelisihi salah satu dari kedua prinsip ini, dia menyelisihi sunnah. Yang menunjukkan mengikuti dalam tata cara adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." Sebagaimana kalian melihatnya shalat, bukan beliau berkata: "Shalatlah bagaimana pun caranya." "Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat." Ketika datang seorang laki-laki yang buruk dalam shalatnya, Nabi berkata: "Kamu belum shalat." Beliau menafikan nama dan hukum dari shalat itu. Ini adalah dalil bahwa tata cara itu penting dan bahwa seorang hamba harus melakukan ibadah dengan cara yang demikian.
لَخَّصَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ الِاتِّبَاعَ فِي كَلِمَةٍ مُوجَزَةٍ: قَالَ: "أَنْ نَفْعَلَ كَمَا فَعَلَ عَلَى نَحْوِ مَا فَعَلَ." نَفْعَلُ كَمَا فَعَلَ، أَيْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. هَذَا تَحْقِيقٌ لِلْمُتَابَعَةِ فِي أَصْلِ الْمَشْرُوعِيَّةِ. أَنْ نَفْعَلَ مَا فَعَلَ، نُصَلِّيَ، نُزَكِّي، نَصُومُ كَمَا فَعَلْنَا عَلَى نَحْوِ مَا فَعَلَ، هَذِهِ مُتَابَعَةُ كَيْفِيَّةٍ فِي كَيْفِيَّةِ الْعِبَادَةِ.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah merangkum mengikuti dalam sebuah kalimat singkat: Beliau berkata: "Bahwa kita melakukan seperti yang beliau ﷺ lakukan dengan cara seperti yang beliau ﷺ lakukan." Kita melakukan seperti yang beliau ﷺ lakukan, yaitu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ini adalah pemenuhan mengikuti dalam asal syariat. Kita melakukan apa yang beliau ﷺ lakukan, shalat, zakat, puasa seperti yang beliau lakukan. Dengan cara seperti yang beliau lakukan, ini adalah mengikuti dalam tata cara ibadah.
فَيَنْبَغِي التَّنَبُّهُ لِلْبِدَعِ الْإِضَافِيَّةِ فَإِنَّهَا تَدْخُلُ عَلَى النَّاسِ دُونَ أَنْ يَشْعُرُوا. وَالْأَصْلُ الَّذِي يُمْكِنُ أَنْ تُضْبَطَ بِهِ الْبِدَعُ الْإِضَافِيَّةُ هُوَ أَنَّ الْبِدَعَ الْإِضَافِيَّةَ تَكُونُ عِنْدَمَا يُطْلَقُ الْمُقَيَّدُ أَوْ يُقَيَّدُ الْمُطْلَقُ. كَيْفَ يُطْلَقُ الْمُقَيَّدُ ؟ عَلَى أَنْوَاعٍ:
• الْمُقَيَّدُ بِزَمَانٍ: مِثْلُ أَذْكَارِ الصَّبَاحِ، مِثْلُ صَلَاةِ الضُّحَى، مِثْلُ قِيَامِ اللَّيْلِ، مِثْلُ صِيَامِ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ. هُنَا عِبَادَاتٌ مُقَيَّدَةٌ بِزَمَانٍ، إِمَّا فِي الصَّبَاحِ أَوْ الْمَسَاءِ أَوْ اللَّيْلِ أَوْ الضُّحَى أَوْ يَوْمٍ فِي الْأُسْبُوعِ. هَذِهِ عِبَادَةٌ مُقَيَّدَةٌ بِزَمَانٍ. مَتَى مَا أَطْلَقْنَاهَا وَنَقَلْنَاهَا إِلَى زَمَنٍ آخَرَ مُعْتَقِدِينَ أَدَاءَهَا فِي الزَّمَنِ الْآخَرِ، تَكُونُ بِدْعَةً إِضَافِيَّةً. مِثْلُ أَنْ تَأْتِيَ بِأَذْكَارِ الصَّبَاحِ فِي الْمَسَاءِ، وَأَذْكَارِ الْمَسَاءِ فِي الصَّبَاحِ. هُنَاكَ أَذْكَارٌ لِلصَّبَاحِ وَالْمَسَاءِ بِهَذِهِ الْمُنَاسَبَةِ: أَذْكَارٌ خَاصَّةٌ فِي الصَّبَاحِ، أَذْكَارٌ خَاصَّةٌ فِي الْمَسَاءِ، وَأَذْكَارٌ مُشْتَرَكَةٌ بَيْنَهُمَا. مِثَالُ ذَلِكَ أَنْ يَأْتِيَ بِأَذْكَارِ الصَّبَاحِ عِنْدَ النَّوْمِ، أَوْ يَأْتِيَ بِبَعْضِ أَذْكَارِ الصَّبَاحِ فِي السُّجُودِ فِي الصَّلَاةِ، فَيَقُولُ: "أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ" فِي غَيْرِ وَقْتِهَا.
• الْمُقَيَّدُ بِمَكَانٍ: مِثْلُ الطَّوَافِ بِالْبَيْتِ عِبَادَةٌ مُقَيَّدَةٌ بِمَكَانٍ وَهُوَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ. فَلَوْ قَالَ شَخْصٌ: "سَأَطُوفُ بِالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كُلِّهِ تَعْظِيمًا لِلَّهِ بَدَلَ الطَّوَافِ بِالْكَعْبَةِ، سَأَطُوفُ بِالْمَسْجِدِ كُلِّهِ مِنْ خَارِجِهِ، وَهَذَا أَعْظَمُ وَأَبْلَغُ فِي الْأَجْرِ لِأَنَّهُ فِيهِ مَشَقَّةٌ. "نَقُولُ: هَذِهِ بِدْعَةٌ. مِثَالٌ آخَرُ: الَّذِينَ يَطُوفُونَ بِالْقُبُورِ، يَقُولُونَ:" أَنَا أَطُوفُ بِالْقَبْرِ تَعْظِيمًا لِلَّهِ "، فَهَذَا بِدْعَةٌ لِأَنَّهُ طَافَ بِمَا لَمْ يُؤْمَرْ بِهِ فِي الطَّوَافِ.
• الْمُقَيَّدُ بِحَالٍ: مِثْلِ أَذْكَارِ النَّوْمِ، فَنَقَلَ أَذْكَارَ النَّوْمِ إلَى السَّفَرِ وَقَالَهَا عِنْدَ السَّفَرِ، أَوْ أَذْكَارَ دُخُولِ الْخَلَاءِ قَالَهَا عِنْدَ دُخُولِ الْبَيْتِ، فَنَقَلَ الذِّكْرَ مِنْ الْحَالَةِ الَّتِي شُرِعَتْ فِيهِ.
Maka harus diperhatikan bid'ah tambahan karena ia masuk kepada orang tanpa mereka sadari. Dasar yang dapat digunakan untuk mengendalikan bid'ah tambahan adalah bahwa bid'ah tambahan terjadi ketika yang terikat dibebaskan atau yang bebas diikat. Bagaimana yang terikat dibebaskan? Ada beberapa jenis:
• Yang terikat oleh waktu: seperti dzikir pagi, seperti shalat dhuha, seperti shalat malam, seperti puasa Senin dan Kamis. Di sini ada ibadah yang terikat oleh waktu, baik di pagi hari, sore hari, malam hari, waktu dhuha, atau sehari dalam seminggu. Ini adalah ibadah yang terikat oleh waktu. Ketika kita membebaskannya dan memindahkannya ke waktu lain dengan keyakinan melaksanakannya di waktu lain, itu menjadi bid'ah tambahan. Seperti membawa dzikir pagi ke sore hari, dan dzikir sore ke pagi hari. Ada dzikir pagi dan sore yang khusus: dzikir khusus di pagi hari, dzikir khusus di sore hari, dan dzikir yang umum di antara keduanya. Contohnya membawa dzikir pagi ketika akan tidur, atau membawa beberapa dzikir pagi dalam sujud shalat, dengan berkata: "Kami telah memasuki waktu pagi dan segala kerajaan adalah milik Allah" di luar waktunya.
• Yang terikat oleh tempat: seperti thawaf di Ka'bah, ibadah yang terikat oleh tempat yaitu thawaf di Ka'bah. Jika seseorang berkata: "Saya akan thawaf di seluruh masjidil haram sebagai penghormatan kepada Allah sebagai pengganti thawaf di Ka'bah, saya akan thawaf di seluruh masjid dari luar, ini lebih agung dan lebih besar pahalanya karena ada kesulitan." Kami katakan: ini adalah bid'ah. Contoh lain: orang yang thawaf di kuburan, mereka berkata: "Saya thawaf di kuburan sebagai penghormatan kepada Allah", ini adalah bid'ah karena thawaf di tempat yang tidak diperintahkan untuk thawaf.
• Yang terikat oleh keadaan: seperti dzikir tidur, membawa dzikir tidur ke dalam perjalanan dan mengatakannya saat perjalanan, atau dzikir masuk kamar mandi mengatakannya saat masuk rumah, memindahkan dzikir dari keadaan yang disyariatkan.
تَقْيِيدُ الْمُطْلَقِ:• تَقْيِيدُ الْمُطْلَقِ بِزَمَنٍ: مِثْلُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ ؟ قَالُوا: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ." مَتَى مَا قَالَهَا الْإِنْسَانُ مُحْتَسِبًا الْأَجْرَ وَالثَّوَابَ أُجِرَ عَلَيْهِ. لَكِنْ لَوْ جَاءَ شَخْصٌ وَأَرَادَ أَنْ يُقَيِّدَهَا وَقَالَ: "سَأَقُولُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ فِي الصَّبَاحِ مِئَةَ مَرَّةٍ، وَفِي الْمَسَاءِ مِئَةَ مَرَّةٍ، وَعِنْدَ النَّوْمِ مِئَةَ مَرَّةٍ." فَهَذَا قَيْدُ الْعِبَادَةِ الَّتِي جَاءَتْ مُطْلَقَةً، فَقَيَّدَهَا بِزَمَنٍ. مِثَالٌ آخَرُ: صِيَامُ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ يَقُولُ الشَّخْصُ: "أَنَا سَأَتَقَرَّبُ إِلَى اللَّهِ بِصِيَامِ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ." نَقُولُ: هَذِهِ بِدْعَةٌ لِأَنَّهُ خَصَّصَ يَوْمًا لِغَيْرِ مُخَصَّصٍ لِصَوْمٍ فِيهِ. لَكِنَّ الْعُلَمَاءَ قَالُوا: لَوْ صَامَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ وَدَاوَمَ عَلَيْهِ لِغَيْرِ التَّخْصِيصِ لِمَقْصِدٍ آخَرَ، مِثْلَ أَنْ يَكُونَ يَوْمَ إِجَازَةٍ، فَيَصُومُهُ لِأَنَّهُ يَوْمُ إِجَازَتِهِ وَلَيْسَ لِأَنَّهُ يُرِيدُ التَّخْصِيصَ.
Mengikat yang bebas:
• Mengikat yang bebas oleh waktu: seperti sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Maukah aku tunjukkan kepada kalian salah satu dari harta karun surga? Mereka menjawab: Ya Rasulullah ﷺ. Beliau berkata: Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah adalah salah satu harta karun surga." (HR. Al-Bukhari no. 7384 dan Muslim no. 2704). Kapan saja seseorang mengucapkannya dengan niat mengharapkan pahala dan ganjaran, ia akan mendapatkan pahala. Namun jika seseorang datang dan ingin mengikatnya dan berkata: "Saya akan mengucapkan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah di pagi hari seratus kali, di sore hari seratus kali, dan saat tidur seratus kali." Ini mengikat ibadah yang datang secara bebas, maka ia mengikatnya dengan waktu.
Contoh lain: Puasa pada hari Rabu Seseorang berkata: "Saya akan mendekatkan diri kepada Allah dengan berpuasa pada hari Rabu." Kami katakan: ini adalah bid'ah karena ia mengkhususkan hari yang tidak di khususkan untuk puasa di dalamnya. Namun para ulama berkata: jika seseorang berpuasa pada hari Rabu dan terus melakukannya tanpa maksud pengkhususan untuk tujuan lain, seperti itu adalah hari liburnya, maka ia berpuasa karena hari liburnya bukan karena ingin mengkhususkan.
تَوْضِيحٌ لِلْبِدَعِ الْإِضَافِيَّةِ:
• إِطْلَاقُ الْمُقَيَّدِ: يُطْلَقُ الْمُقَيَّدُ بِزَمَنٍ، مَكَانٍ، أَوْ حَالٍ.
• تَقْيِيدُ الْمُطْلَقِ: تَقْيِيدُ الْعِبَادَةِ الْمُطْلَقَةِ بِزَمَنٍ أَوْ حَالٍ. النَّتِيجَةُ: مَنْ وَفَّقَهُ اللَّهُ لِلْعَمَلِ عَلَى هَذَا النَّحْوِ، مُمْتَثِلًا فِي الْعِبَادَةِ الْمَشْرُوعَةِ، بِإِخْلَاصٍ لِلَّهِ، مُتَابِعًا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَا يُقَيِّدُ مُطْلَقًا وَلَا يُطْلَقُ مُقَيَّدًا، فَهُوَ عَلَى خَيْرٍ عَظِيمٍ، وَعَلَى مَنْزِلَةٍ عَظِيمَةٍ مِنْ الْعِبَادَةِ، وَهُوَ مِنْ الْمُتَّبِعِينَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًّا.
Penjelasan tentang bid'ah tambahan:
• Membebaskan yang terikat: membebaskan yang terikat oleh waktu, tempat, atau keadaan. • Mengikat yang Mutlaq (bebas): mengikat ibadah yang bebas oleh waktu atau keadaan. Kesimpulan: Barang siapa yang diberikan taufik oleh Allah untuk beramal seperti ini, mematuhi dalam ibadah yang syar'i, dengan ikhlas kepada Allah, mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tidak mengikat yang bebas dan tidak membebaskan yang terikat, maka ia berada dalam kebaikan yang besar, dalam derajat ibadah yang agung, dan dia adalah pengikut Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang sebenarnya.
خُلَاصَةٌ: الْكَثِيرُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ الْيَوْمَ، إِلَّا مَنْ رَحِمَ اللَّهُ، بَلْ حَتَّى بَعْضَ طُلَّابِ الْعِلْمِ، يَفْتَقِدُونَ لِهَذَا الْفِقْهِ فِي كَيْفِيَّةِ أَدَاءِ الْعِبَادَةِ. الْبِدَعُ الْحَقِيقِيَّةُ يَعْرِفُهَا الْكَثِيرُونَ، لَكِنَّ الْمُشْكِلَةَ تَكْمُنُ فِي الْبِدَعِ الْإِضَافِيَّةِ لِأَنَّهَا خَفِيَّةٌ. نَبَّهَنَا اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ إِلَى اتِّبَاعِ السُّنَّةِ وَالتَّمَسُّكِ بِهَا، وَالِابْتِعَادِ عَنْ الْبِدَعِ بِكُلِّ أَنْوَاعِهَا.
Ringkasan: Banyak dari kaum muslimin hari ini, kecuali yang dirahmati Allah, bahkan sebagian pelajar ilmu, kehilangan pemahaman ini dalam cara melaksanakan ibadah. Bid'ah hakiki diketahui oleh banyak orang, tetapi masalahnya terletak pada bid'ah idhofiyah (tambahan) karena ia tersembunyi. Semoga Allah memberi kita peringatan untuk mengikuti sunnah dan berpegang teguh padanya, serta menjauhkan diri dari bid'ah dalam segala bentuknya.
---Bersambung----
Lajnah Tafrigh Faedah Daurah - Mahad Imam Al-Bukhari Solo
#Daurah_Al_Ilmiyyah_Solo_Mahad_Imam_Al_Bukhari_Muharram1446H
Ustadz Zaki rakhmawan