FAWAID_DAURAH_ILMIYAH_SOLO
PONPES_IMAM_BUKHARI_SOLO
شرح أصول السنة
للإمام الحميدي رحمه الله
مع فضيلة الشيخ الأستاذ الدكتور إبراهيم بن عامر الرحيلي حفظه الله تعالى
*SYARAH USHUL AS-SUNNAH*
LIL IMAM AL-HUMAIDY rahimahullah
(bagian 13)
Dijelaskan oleh Fadhilah Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily hafizhahullah
Halaman 41:
قول سفيان في الإيمان:
Perkataan Sufyan bin Uyainah rahimahullah (wafat 198 H) tentang Iman:
قَالَ رَحِمَهُ اللَّهُ: وَسَمِعْت سُفْيَانَ رَحِمَهُ اللَّهُ يَقُولُ: "الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ". فَقَالَ لَهُ أَخُوهُ إبْرَاهِيمُ بْنُ عُيَيْنَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ:" يَا أَبَا مُحَمَّدٍ، لَا تَقُلْ يَنْقُصُ". فَغَضِبَ وَقَالَ: "اُسْكُتْ يَا صَبِيُّ، بَلْ حَتَّى لَا يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ".
"Telah berkata Imam Al-Humaidy rahimahullah berkata: 'Saya mendengar Sufyan bin Uyainah rahimahullah (wafat 198 H) berkata: 'Iman adalah perkataan dan perbuatan, ia bisa bertambah dan berkurang.'' Lalu saudaranya, Ibrahim bin 'Uyainah (semoga Allah merahmatinya), berkata kepadanya: 'Wahai Abu Muhammad, jangan katakan 'berkurang'.' Maka Sufyan marah dan berkata: 'Diamlah, wahai anak kecil, bahkan iman bisa berkurang sampai tidak tersisa apa pun darinya.'"
Penjelasan dari Prof. Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily hafizhahullah:
قَالَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ: وَسَمِعْت سُفْيَانَ يَقُولُ:" الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ". هَذِهِ الْمَسْأَلَةُ حَقُّهَا أَنْ تُقَدَّمَ مَعَ كَلَامِ الْمُصَنِّفِ عَنْ الْإِيمَانِ وَعَنْ زِيَادَتِهِ وَنَقْصِهِ. وَيَبْدُو أَنَّ تَأْخِيرَهَا كَانَ مِنْ بَعْضِ النَّسَّاخِ. فَقَوْلُهُ: "سَمِعْتُ سُفْيَانَ يَقُولُ: الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ" ، هَذَا تَقَدَّمَ شَرْحُهُ وَهُوَ مُعْتَقَدُ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي الْإِيمَانِ، أَنَّ الْإِيمَانَ يَتَأَلَّفُ مِنْ الْقَوْلِ وَالِاعْتِقَادِ وَالْعَمَلِ، وَأَنَّهُ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ، يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ. تَقَدَّمَ أَنَّ الزِّيَادَةَ تَكُونُ فِي الْاعْتِقَادِ، وَالتَّصْدِيقِ، وَالْقَوْلِ، وَالْعَمَلِ، كُلُّهَا مُؤَثِّرَةٌ فِي الزِّيَادَةِ وَالنَّقْصِ.
"Penulis (al-Humaidy rahimahullah) berkata: 'Saya mendengar Sufyan bin Uyainah berkata: 'Iman adalah perkataan dan perbuatan, dan iman itu bisa bertambah dan berkurang.'' Masalah ini seharusnya didahulukan bersama dengan pembahasan penulis tentang iman dan tentang bertambah dan berkurangnya iman. Tampaknya penundaan ini disebabkan oleh kesalahan sebagian penyalin. Maka perkataannya: 'Saya mendengar Sufyan bin Uyainah berkata: “Iman adalah perkataan dan perbuatan, dan iman itu bisa bertambah dan berkurang,”' ini telah dijelaskan sebelumnya dan ini adalah keyakinan Ahlus Sunnah tentang iman, bahwa iman terdiri dari perkataan, keyakinan, dan perbuatan, dan bahwa iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa bertambahnya iman terjadi dalam hal keyakinan, pembenaran, perkataan, dan perbuatan, semuanya mempengaruhi pertambahan dan pengurangan (iman)."
قَالَ فَقَالَ لَهُ أَخُوهُ إِبْرَاهِيمُ بْنُ عُيَيْنَةَ: "يَا أَبَا مُحَمَّدٍ، لَا تَقُلْ يَنْقُصُ" ، فَقَالَ سُفْيَانُ: "اُسْكُتْ يَا صَبِيُّ، بَلْ حَتَّى لَا يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ". يَنْقُصُ حَتَّى لَا يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ، وَهَذِهِ الْمَسْأَلَةُ تُعْتَبَرُ مِنْ الْمَسَائِلِ الْمُهِمَّةِ. وَاعْتَبَرَ بْنُ عُيَيْنَةَ عَلَى أَخِيهِ أَنَّ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ مَنْ كَانَ يَقُولُ: الْإِيمَانُ يَزِيدُ وَلَا يَقُولُ إِنَّهُ يَنْقُصُ، وَنُسِبَ هَذَا لِلْإِمَامِ مَالِكٍ، وَلَكِنَّ الصَّحِيحَ أَنَّ الْإِمَامَ مَالِكٍ لَمْ يَثْبُتْ عَنْهُ هَذَا. الثَّابِتُ عَنْهُ هُوَ كَقَوْلِ أَهْلِ السُّنَّةِ، أَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ. وَقِيلَ إنَّهُ كَانَ يَقُولُ بِذَلِكَ ثُمَّ رَجَعَ عَنْهُ. وَاَلَّذِي عَلَيْهِ أَهْلُ السُّنَّةِ أَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ. الْإِيمَانُ الْمَقْصُودُ هُنَا هُوَ الْإِيمَانُ الَّذِي يَقُومُ بِهِ النَّاسُ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ. فَكَانَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ يَقُولُ: نَحْنُ نَحْتَجُّ عَلَى الزِّيَادَةِ بِمَا دَلَّ عَلَيْهَا مِنْ الْأَدِلَّةِ مِنْ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى:" لِيَزْدَادُوا إيمَانًا مَعَ إيمَانِهِمْ "، وَقَوْلِ بَعْضِ الصَّحَابَةِ:" قُمْ بنِاَ نَزْدَدْ إِيمَانًا "، فَقَالُوا: الزِّيَادَةُ دَلَّتْ عَلَيْهَا الْأَدِلَّةُ. أَمَّا النَّقْصُ، فَلَا نَجِدُ لَهُ دَلِيلًا. وَاَلَّذِي عَلَيْهِ جُمْهُورُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَهُوَ الْحَقُّ أَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ.
"Kemudian saudaranya, Ibrahim bin 'Uyainah, berkata kepadanya: 'Wahai Abu Muhammad, jangan katakan 'berkurang'.' Maka Sufyan berkata: 'Diamlah, wahai anak kecil, bahkan (iman) itu bisa berkurang hingga tidak tersisa apa pun darinya.' Iman bisa berkurang sampai tidak tersisa apa pun, dan masalah ini dianggap sebagai salah satu masalah yang penting. Ibrahim bin 'Uyainah menentang saudaranya dengan alasan bahwa di antara ulama ada yang mengatakan bahwa iman bisa bertambah, tetapi mereka tidak mengatakan bahwa iman bisa berkurang. Pendapat ini dinisbatkan kepada Imam Malik, namun yang benar adalah bahwa Imam Malik tidak menetapkan hal tersebut. Yang benar darinya adalah seperti keyakinan Ahlus Sunnah, bahwa iman bisa bertambah dan berkurang. Dikatakan bahwa beliau (Imam Malik) pernah berpendapat demikian, tetapi kemudian kembali dari pendapat tersebut. Yang menjadi keyakinan Ahlus Sunnah adalah bahwa iman bisa bertambah dan berkurang. Iman yang dimaksud di sini adalah iman yang dimiliki oleh manusia, yang bisa bertambah dan berkurang. Sebagian ulama mengatakan: 'Kami berpegang pada dalil yang menunjukkan bertambahnya iman dari Al-Qur'an dan Sunnah, seperti firman Allah Ta'ala: 'Agar mereka bertambah keimanan di samping keimanan mereka,' (QS. Al-Fath: 4) dan ucapan sebagian sahabat: 'Ayo kemarilah kita menambah iman.' Mereka berkata: 'Dalil-dalil menunjukkan adanya penambahan (iman). Adapun pengurangan (iman), kami tidak menemukan dalil yang mendukungnya.' Namun, pendapat mayoritas Ahlus Sunnah, yang juga merupakan kebenaran, adalah bahwa iman bisa bertambah dan berkurang."
وَقَدْ دَلَّتْ الْأَدِلَّةُ عَلَى النَّقْصِ كَمَا فِي قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:" مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ مِنْكُنْ "، قَالَ:" نَاقِصَاتُ عَقْلٍ وَدِينٍ".
وَنَقْصُ الْعَقْلِ أَنَّ الْمَرْأَةَ لَا تُقْبَلُ شَهَادَتُهَا حَتَّى تَكْمُلَ بِشَهَادَةِ غَيْرِهَا. وَنَقْصُ الدِّينِ أَنَّهُنَّ يَتْرُكْنَ الصَّلَاةَ زَمَنَ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ. فَهَذَا نَقْصٌ فِي الدِّينِ. لَكِنْ قَالَ الْعُلَمَاءُ: النَّقْصُ فِي الدِّينِ عَلَى قِسْمَيْنِ: نَقْصٌ يُؤَاخَذُ بِهِ الْإِنْسَانُ، وَهُوَ مَا كَانَ سَبَبُهُ الذُّنُوبَ وَالْمَعَاصِي، وَنَقْصٌ لَا يُؤَاخَذُ بِهِ الْإِنْسَانُ، وَهُوَ أَنَّ الْمَرْأَةَ شُرِعَ لَهَا تَرْكُ الصَّلَاةِ فِي حَالِ الْحَيْضِ. فَهَذَا نَقْصٌ لَهَا فِي دِينِهَا عَنْ الرَّجُلِ الَّذِي يُصَلِّي فِي كُلِّ وَقْتٍ. فَأَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى هَذَا: أَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ.
"Dan telah ada dalil-dalil yang menunjukkan adanya pengurangan (iman), seperti dalam sabda Nabi ﷺ: 'Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih mampu menghilangkan akal seorang pria selain dari kalian (para wanita),' beliau berkata: 'Mereka (para wanita) kurang dalam akal dan agama.' (HR. Al-Bukhari no. 304 dan Muslim no. 80). Kekurangan akal berarti kesaksian seorang wanita tidak diterima kecuali disempurnakan dengan kesaksian wanita lain. Dan kekurangan agama berarti mereka meninggalkan shalat pada masa haid dan nifas. Maka, ini adalah kekurangan dalam agama. Namun, para ulama mengatakan: Kekurangan dalam agama ada dua jenis: Kekurangan yang menyebabkan seseorang mendapat dosa, yaitu ketika kekurangan itu disebabkan oleh dosa dan kemaksiatan, dan kekurangan yang tidak menyebabkan dosa, yaitu ketika seorang wanita diperintahkan untuk meninggalkan shalat pada saat haid. Ini adalah kekurangan dalam agama mereka dibandingkan dengan pria yang shalat setiap waktu. Maka, para ulama berpendapat bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang."
وَقَالَ الْعُلَمَاءُ أَيْضًا: كُلُّ دَلِيلٍ دَلَّ عَلَى الزِّيَادَةِ فَهُوَ حُجَّةٌ يَدُلُّ عَلَى النَّقْصِ، لِأَنَّهُ قَبْلَ الزِّيَادَةِ كَانَ نَاقِصًا. "لِيَزْدَادُوا إيمَانًا مَعَ إيمَانِهِمْ" فَهُمْ قَبْلَ أَنْ يَزْدَادُوا كَانُوا نَاقِصِينَ فَازْدَادُوا. وَاحْتَجُّوا أَيْضًا بِحُجَّةٍ عَقْلِيَّةٍ، وَهِيَ أَنَّ كُلَّ شَيْءٍ يَزِيدُ، فَإِنَّ الزِّيَادَةَ مُتَضَمَّنَةٌ عَلَى النَّقْصِ قَبْلَ الزِّيَادَةِ. فَإِذَا كَانَ لَدَيْك مَالٌ وَزِدْتَ حَتَّى أَصْبَحَ عِشْرِينَ، فَهِيَ قَبْلَ الزِّيَادَةِ نَاقِصَةٌ عَنْ هَذَا الْعَدَدِ. فَكُلُّ شَيْءٍ يَقْبَلُ الزِّيَادَةَ يَقْبَلُ النَّقْصَ. وَهَذَا مَعْرُوفٌ أَيْضًا لَدَى عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ، يَجِدُونَ النَّقْصَ فِي الْإِيمَانِ عِنْدَ نَقْصِ الطَّاعَةِ وَالْمَعْصِيَةِ.
"Para ulama juga berkata: “Setiap dalil yang menunjukkan adanya peningkatan (iman) juga menjadi bukti yang menunjukkan adanya penurunan, karena sebelum adanya peningkatan, iman tersebut dalam keadaan kurang.” Firman Allah: 'Agar mereka bertambah iman di samping keimanan mereka,' (QS. Al-Fath: 4), berarti sebelum mereka bertambah, iman mereka masih kurang, lalu bertambah. Mereka juga berdalil dengan argumen logis, yaitu bahwa setiap sesuatu yang bisa bertambah, maka peningkatan itu menunjukkan adanya kekurangan sebelum bertambah. Misalnya, jika Anda memiliki uang, dan uang itu bertambah hingga menjadi dua puluh, maka sebelum bertambah, jumlahnya kurang dari angka tersebut. Jadi, setiap sesuatu yang bisa bertambah, juga bisa berkurang. Ini juga diketahui oleh mayoritas kaum muslimin, mereka merasakan penurunan iman ketika terjadi penurunan ketaatan dan adanya kemaksiatan."
لَا يَجِدُونَ مِنْ قُوَّةِ الْإِيمَانِ وَالرَّغْبَةِ فِي الصَّالِحَةِ عِنْدَ النَّقْصِ مَا يَجِدُونَهُ فِي حَالِ قُوَّةِ الْإِيمَانِ. وَلِهَذَا اشْتَكَى الصَّحَابَةُ وَقَالُوا: إنْ نَكُونُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَأَنَّمَا نَرَى الْجَنَّةَ وَالنَّارَ، فَإِذَا ذَهَبْنَا إِلَى بُيُوتِنَا عَافَسْنَا النِّسَاءَ وَالصِّبْيَانَ، لَنَقُصَ إِيمَانُنَا. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِي وَفِي الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمْ الْمَلَائِكَةُ ". فَدَلَّ عَلَى أَنَّ النَّاسَ عِنْدَمَا يَكُونُونَ فِي مَجَالِسِ الْعِلْمِ وَالذِّكْرِ وَالْمَسَاجِدِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ يَزْدَادُ إيمَانُهُمْ، وَيَجِدُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ فِي نَفْسِهِ رَغْبَةً فِي الْخَيْرِ، وَإِذَا ذَهَبُوا وَخَالَطُوا الْأَبْنَاءَ وَالنِّسَاءَ وَلَعِبُوا وَضَحِكُوا نَقَصَ إيمَانِهِمْ، فَلَا يَجِدُونَ الرَّغْبَةَ فِي الْعَمَلِ الصَّالِحِ كَمَا يَجِدُونَهَا فِي الْمَسَاجِدِ.
"Mereka tidak merasakan kekuatan iman dan keinginan untuk melakukan amal saleh ketika iman mereka menurun, sebagaimana yang mereka rasakan saat iman mereka kuat. Oleh karena itu, para sahabat mengeluh dan berkata: 'Ketika kami berada di dekat Nabi ﷺ, seakan-akan kami melihat surga dan neraka, tetapi ketika kami kembali ke rumah kami, kami bercengkerama dengan istri dan anak-anak kami, maka iman kami menurun.' Maka Nabi ﷺ bersabda: 'Jika kalian selalu dalam keadaan seperti ketika kalian bersamaku dan dalam keadaan berdzikir, niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian.' (HR. Muslim no. 2750). Ini menunjukkan bahwa ketika orang-orang berada dalam majelis ilmu, dzikir, masjid, dan membaca Al-Qur'an, iman mereka bertambah, dan setiap dari mereka merasakan keinginan untuk berbuat baik. Namun, ketika mereka pulang dan berinteraksi dengan anak-anak dan istri-istri mereka, bermain, dan tertawa, iman mereka berkurang, sehingga mereka tidak merasakan keinginan untuk melakukan amal saleh sebagaimana yang mereka rasakan di masjid."
وَلِهَذَا تَجِدُ النَّاسَ فِي الْمَسْجِدِ يَقْرَأُونَ الْقُرْآنَ، وَتَجِدُ مَا بَيْنَ فَتْرَةٍ وَأُخْرَى رَجُلٌ قَامَ يُصَلِّي. وَلَا تَجِدُ أَنَّ أُنَاسًا يَلْهُونَ وَيَلْعَبُونَ وَيَقُومُ وَاحِدٌ مِنْ بَيْنِهِمْ وَيُصَلِّي. مَا عُرِفَ هَذَا: أَنَّ النَّاسَ فِي مَجْلِسٍ يَضْحَكُونَ وَيَلْعَبُونَ ثُمَّ يَقُومُ وَاحِدٌ يُصَلِّي. لِأَنَّهُمْ فِي سَاعَةِ غَفْلَةٍ. أَمَّا فِي الْمَسَاجِدِ، يَذْكُرُونَ اللَّهَ، يَقُومُ هَذَا يُصَلِّي، وَهَذَا يَتَصَدَّقُ، وَهَذَا يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَهَذَا يَعِظُ وَيَذْكُرُ. فَهَذَا مَعْلُومٌ بِالتَّجْرِبَةِ وَيَعْرِفُهُ كُلُّ إنْسَانٍ مِنْ نَفْسِهِ.
Dan oleh karena itu, kamu akan menemukan orang-orang di masjid membaca Al-Qur'an, dan dari waktu ke waktu, kamu akan melihat seseorang bangun untuk shalat. Tetapi kamu tidak akan menemukan orang-orang yang sedang bersenda gurau dan bermain, kemudian salah satu dari mereka bangun dan shalat. Hal ini tidak dikenal: bahwa orang-orang sedang duduk dalam majelis yang dipenuhi tawa dan permainan, kemudian salah satu dari mereka bangkit untuk shalat. Karena mereka berada dalam kondisi kelalaian. Adapun di masjid, orang-orang mengingat Allah, seseorang bangun untuk shalat, yang lain bersedekah, yang lainnya memerintahkan kebaikan, yang lainnya memberi nasihat dan mengingatkan. Hal ini diketahui berdasarkan pengalaman, dan setiap orang mengetahuinya dari dirinya sendiri.
أَيْضًا هُنَا مَسْأَلَةٌ: هَلْ النَّقْصُ فِي الْإِيمَانِ يَنْقُصُ حَتَّى لَا يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ أَنَّهُ لَا بُدَّ أَنْ يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ ؟ هَذِهِ مَسْأَلَةٌ تَكَلَّمَ النَّاسُ فِيهَا قَدِيمًا وَحَدِيثًا وَوُجِدَ بِسَبَبِهَا نِزَاعٌ.
Begitu juga, ada masalah di sini: “Apakah penurunan iman itu bisa berkurang hingga tidak tersisa sedikit pun, ataukah pasti ada yang tersisa?” Ini adalah masalah yang telah dibahas oleh orang-orang sejak dulu dan masih menjadi perdebatan hingga saat ini.
وَالصَّحِيحُ أَنَّ النَّقْصَ عَلَى قِسْمَيْنِ: نَقْصٌ لَا يَبْقَى مَعَهُ شَيْءٌ مِنْ الْإِيمَانِ، كَمَا قَالَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ: "بَلْ حَتَّى لَا يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ". فَهَذَا النَّقْصُ الَّذِي لَا يَبْقَى مَعَهُ شَيْءٌ هُوَ النَّقْصُ الَّذِي يَكُونُ بِسَبَبِ الْكُفْرِ، الشِّرْكِ، وَالرِّدَّةِ. يَنْقُصُ الْإِيمَانُ حَتَّى لَا يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ. لِأَنَّ الشِّرْكَ مُحْبِطٌ لِكُلِّ الْعَمَلِ، فَلَا يَبْقَى بَعْدَ الشِّرْكِ وَالرِّدَّةِ- وَالْعِيَاذُ بِاَللَّهِ- شَيْءٌ مِنْ الْعَمَلِ وَمِنْ الْإِيمَانِ، كَمَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:" وَلَقَدْ أُوحِيَ إلَيْك وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيُحْبِطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ". حُقُوقُ الْعَمَلِ هُوَ أَنْ لَا يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ. فَهَذَا النَّقْصُ الَّذِي لَا يَبْقَى مَعَهُ شَيْءٌ، وَهُوَ نَقْصُ الْإِيمَانِ بِأَنْ يَطْرَأَ عَلَى الْمُؤْمِنِ- وَالْعِيَاذُ بِاَللَّهِ- شِرْكٌ أَكْبَرُ أَوْ كُفْرٌ أَوْ نِفَاقٌ أَكْبَرُ، فَيَخْرُجُ بِهِ مِنْ الدِّينِ وَلَا يَبْقَى مَعَهُ مِنْ الْإِيمَانِ شَيْءٌ.
Pendapat yang benar adalah bahwa penurunan iman itu ada dua jenis:
1. Penurunan yang menyebabkan tidak tersisa sedikit pun dari iman, seperti yang dikatakan oleh Imam Sufyan bin 'Uyainah (rahimahullah): "Bahkan hingga tidak tersisa sedikit pun darinya." Penurunan iman yang menyebabkan tidak tersisa sedikit pun ini adalah penurunan yang disebabkan oleh kekufuran, syirik, dan murtad. Iman dapat berkurang hingga tidak tersisa sedikit pun. Karena syirik menghancurkan semua amal, maka tidak tersisa sedikit pun amal dan iman setelah syirik dan murtad—kita berlindung kepada Allah dari hal itu—seperti yang dikatakan Allah 'Azza wa Jalla: "Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu, jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Az-Zumar: 65). Hak-hak amal adalah bahwa tidak ada yang tersisa darinya. Inilah penurunan (iman) yang tidak menyisakan apa pun, yaitu penurunan iman yang terjadi ketika seorang mukmin—kita berlindung kepada Allah—mengalami syirik besar, kekufuran, atau nifaq besar, sehingga ia keluar dari agama dan tidak ada iman yang tersisa padanya.
النَّوْعُ الثَّانِي: النَّقْصُ الَّذِي يَحْصُلُ بِارْتِكَابِ الْبِدَعِ غَيْرِ الْمُكَفِّرَةِ، وَالْمَعَاصِي مِنْ الْكَبَائِرِ وَالصَّغَائِرِ. فَإِنَّهُ يَصْحَبُ هَذِهِ الذُّنُوبَ نَقْصٌ فِي الْإِيمَانِ، لَكِنْ لَا يَنْقُصُ الْإِيمَانُ كُلِّيًّا، بَلْ لَابُدَّ أَنْ يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ. وَهَذَا سَبَبُ الِاشْتِبَاهِ عِنْدَ مَنْ قَالَ إنَّ الْإِيمَانَ لَا يَنْقُصُ، قَالُوا: الْإِيمَانُ لَابُدَّ أَنْ يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ.
2. Jenis yang kedua adalah penurunan yang terjadi karena melakukan bid'ah yang tidak sampai kepada kekufuran, serta maksiat baik dari dosa besar maupun kecil. Dalam kasus ini, dosa-dosa tersebut menyebabkan penurunan dalam iman, tetapi iman tidak berkurang sepenuhnya, melainkan pasti ada bagian dari iman yang tetap ada. Inilah sebabnya mengapa beberapa orang berpendapat bahwa iman tidak berkurang sama sekali; mereka mengatakan bahwa iman pasti menyisakan sebagian darinya.
وَالصَّحِيحُ كَمَا تَقَدَّمَ أَنَّ النَّقْصَ عَلَى قِسْمَيْنِ: نَقْصْ يَذْهَبُ مَعَهُ الْإِيمَانُ بِالْكُلِّيَّةِ، وَهُوَ مَا كَانَ عَنْ شِرْكٍ أَكْبَرَ أَوْ كُفْرٍ أَكْبَرَ وَهُوَ الرِّدَّةُ وَالْعِيَاذُ بِاَللَّهِ عَنْ الْإِسْلَامِ. وَأَمَّا النَّقْصُ الَّذِي يَكُونُ بِالْمَعَاصِي مِنْ الْكَبَائِرِ وَالصَّغَائِرِ، فَإِنَّهُ لَابُدَّ أَنْ يَبْقَى مَعَهُ شَيْءٌ مِنْ الْإِيمَانِ. الْمَعَاصِي لَا تُوجِبُ الْكُفْرَ، وَلَا تُحْبِطُ الْعَمَلَ بِالْكُلِّيَّةِ، فَيَبْقَى مَعَ ذَلِكَ شَيْءٌ مِنْ الْإِيمَانِ.
Dan pendapat yang benar, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, adalah bahwa penurunan iman itu ada dua jenis: penurunan yang menyebabkan hilangnya iman secara keseluruhan, yaitu yang terjadi karena syirik besar atau kekufuran besar, yang merupakan bentuk kemurtadan—kita berlindung kepada Allah—dari Islam. Adapun penurunan yang terjadi karena maksiat, baik dosa besar maupun kecil, pasti masih menyisakan sebagian dari iman. Maksiat tidak menyebabkan kekufuran, dan tidak membatalkan amal sepenuhnya, sehingga masih ada sebagian iman yang tetap tersisa bersamanya.
وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ أَبِي ذَرٍّ فِي الصَّحِيحِ: "مَنْ قَالَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ". قَالَ أَبُو ذَرٍّ: وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ ؟ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:" وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ". قَالَ: وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ ؟ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ رَغِمَ أَنْفُ أَبِي ذَرٍّ". فَكَانَ أَبُو ذَرٍّ إذَا رَوَى الْحَدِيثَ يَقُولُ: وَإِنْ رَغِمَ أَنْفُ أَبِي ذَرٍّ. فَهَذَا الرَّجُلُ الَّذِي قَالَ فِيهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّهُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ، الزِّنَا وَالسَّرِقَةُ يُوجِبَانِ نَقْصَ الْإِيمَانِ وَمَعَ هَذَا أَخْبَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ.
Oleh karena itu, Nabi ﷺ bersabda dalam hadits Abu Dzar yang diriwayatkan dalam kitab yang shahih: "Barangsiapa yang mengucapkan 'La ilaha illallah' (Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah), maka dia akan masuk surga meskipun dia berzina dan mencuri." Abu Dzar berkata: "Meskipun dia berzina dan mencuri?" Nabi ﷺ menjawab: "Meskipun dia berzina dan mencuri." Abu Dzar kembali bertanya: "Meskipun dia berzina dan mencuri?" Nabi ﷺ menjawab: "Meskipun dia berzina dan mencuri, meskipun hal itu tidak disukai oleh Abu Dzar." (HR. Al-Bukhari no. 5827 dan Muslim no. 94). Maka Abu Dzar, ketika meriwayatkan hadits ini, selalu berkata: "Meskipun hal itu tidak disukai oleh Abu Dzar." Orang yang disebutkan oleh Nabi ﷺ bahwa dia akan masuk surga meskipun dia berzina dan mencuri, zina dan pencurian tersebut menyebabkan penurunan iman. Namun demikian, Nabi ﷺ memberitahukan bahwa dia akan masuk surga.
لَكِنْ مَا مَعْنَى دُخُولِ الْجَنَّةِ هُنَا ؟ إنَّهُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِاعْتِبَارِ الْمَآلِ، لَكِنَّهُ قَدْ يُعَذَّبُ فِي النَّارِ بِسَبَبِ الزِّنَا وَالسَّرِقَةِ. فَلَا يَغْتَرُّ الْجَاهِلُ بِمِثْلِ هَذِهِ النُّصُوصِ فَيَتَجَرَّأُ عَلَى الْمَعَاصِي. فَدُخُولُ الْجَنَّةِ هُنَا بِاعْتِبَارِ الْمَآلِ، وَقَدْ يَفْعَلُ هَذَا الْعَاصِي مِنْ الْحَسَنَاتِ مَا يُكَفِّرُ هَذِهِ السَّيِّئَاتِ. فَدَلَّ عَلَى وُجُودِ الْإِيمَانِ مَعَ شَيْءٍ مِنْ الْمَعَاصِي كَالزِّنَا وَشُرْبِ الْخَمْرِ. وَالَّذِي يَدُلُّ عَلَى تَأْثِيرِ الزِّنَا وَالسَّرِقَةِ وَشُرْبِ الْخَمْرِ قَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يَزْنِي الزَّانِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَنْتَهِبُ حِينَ يَنْتَهِبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ". فَهُنَا نَفْيُ الْإِيمَانِ عَنْ أَصْحَابِ هَذِهِ الْمَعَاصِي. وَهَذَا النَّفْيُ هُوَ نَفْيٌ لِلْإِيمَانِ الْكَامِلِ الْوَاجِبِ.
Tetapi, apa makna "masuk surga" di sini? Artinya, dia akan masuk surga pada akhirnya, namun dia mungkin akan disiksa di neraka karena zina dan pencurian tersebut. Oleh karena itu, orang yang bodoh tidak boleh tertipu dengan nash-nash seperti ini dan kemudian berani melakukan maksiat. Masuk surga di sini diartikan sebagai hasil akhir, dan mungkin saja pelaku maksiat ini melakukan kebaikan yang dapat menghapuskan dosa-dosanya. Ini menunjukkan adanya iman meskipun terdapat sebagian maksiat seperti zina dan minum khamr. Yang menunjukkan pengaruh dari zina, pencurian, dan minum khamr adalah sabda Nabi ﷺ: "Seorang pezina tidak berzina dalam keadaan beriman, dan seseorang tidak minum khamr dalam keadaan beriman, dan seseorang tidak mencuri dalam keadaan beriman." (HR. Al-Bukhari no. 5578 dan Muslim no. 57). Di sini, penafian iman dari pelaku-pelaku maksiat ini menunjukkan penafian terhadap kesempurnaan iman yang wajib.
فَهَذَا الْحَدِيثُ، حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ" لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ "، لَا يُعَارِضُ حَدِيثَ أَبِي ذَرٍّ، بَلْ بِمَجْمُوعِ الْحَدِيثَيْنِ نَقُولُ إِنَّ الزِّنَا وَشُرْبَ الْخَمْرِ وَالسَّرِقَةَ تَنْقُصُ الْإِيمَانَ وَلَا تُذْهِبُ بِأَصْلِهِ. فَبِاعْتِبَارِ الْأَصْلِ، هَذَا الْعَاصِي يَدْخُلُ الْجَنَّةَ، وَلَكِنْ قَدْ يُعَذَّبُ عَلَى الذُّنُوبِ، ثُمَّ مَآلُهُ دُخُولُ الْجَنَّةِ. وَمِنْ حَيْثُ الْإِيمَانُ الْوَاجِبُ، فَالزَّانِي وَشَارِبُ الْخَمْرِ لَيْسَ بِمُؤْمِنٍ الْإِيمَانَ الْكَامِلَ، فَالْإِيمَانُ الْمَنْفِيُّ هُنَا" لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ "هُوَ الْإِيمَانُ الْكَامِلُ الْوَاجِبُ، وَلَيْسَ هُوَ الْأَصْلُ. وَالْخَوَارِجُ يَحْتَجُّونَ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى التَّكْفِيرِ بِالذُّنُوبِ، وَالْمُرْجَئَةُ يَحْتَجُّونَ عَلَى أَنَّ الْإِيمَانَ لَا يَضُرُّهُ شَيْءٌ بِحَدِيثِ أَبِي ذَرٍّ. وَلَيْسَ فِي الْحَدِيثَيْنِ حُجَّةٌ لِكُلٍّ مِنْ الطَّائِفَتَيْنِ، بَلْ بِمَجْمُوعِ الْحَدِيثَيْنِ يَتَبَيَّنُ الْحَقُّ: أَنَّ الذُّنُوبَ وَالْمَعَاصِيَ تُنْقِصُ الْإِيمَانَ، وَصَاحِبُهَا مُعَرَّضٌ لِدُخُولِ النَّارِ، لَكِنْ إنْ مَاتَ عَلَى أَصْلِ الْإِيمَانِ فَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بَعْدَ أَنْ يَطْهُرَ مِنْ ذُنُوبِهِ أَوْ يَعْفُوَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْهُ.
Hadits ini, yaitu hadits Abu Hurairah "Seorang pezina tidak berzina ketika berzina dalam keadaan beriman," (HR. Al-Bukhari no. 5578 dan Muslim no. 57) tidak bertentangan dengan hadits Abu Dzar. Sebaliknya, dengan menggabungkan kedua hadits tersebut, kita dapat mengatakan bahwa zina, minum khamr, dan mencuri mengurangi iman tetapi tidak menghilangkan pokoknya. Dari segi pokok iman, pelaku maksiat ini akan masuk surga, tetapi dia mungkin akan disiksa karena dosa-dosanya, kemudian pada akhirnya dia akan masuk surga. Adapun dari segi iman yang wajib, seorang pezina dan peminum khamr tidak berada dalam keadaan iman yang sempurna. Penafian iman dalam hadits "Seorang pezina tidak berzina ketika berzina dalam keadaan beriman" adalah penafian terhadap kesempurnaan iman yang wajib, bukan penafian terhadap pokok iman.
Kaum Khawarij menggunakan hadits ini sebagai dalil untuk mengkafirkan seseorang karena dosa-dosa besar, sementara kaum Murji'ah menggunakan hadits Abu Dzar sebagai dalil bahwa iman tidak terpengaruh oleh apa pun. Namun, tidak ada dalil bagi kedua kelompok dalam kedua hadits tersebut. Sebaliknya, dengan menggabungkan keduanya, kebenaran menjadi jelas: dosa dan maksiat mengurangi iman, dan pelakunya berisiko masuk neraka, tetapi jika dia meninggal dengan membawa pokok iman, maka dia adalah termasuk ahli surga setelah dibersihkan dari dosanya atau setelah Allah Ta'ala memaafkannya.
هَذِهِ عَقِيدَةُ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي بَابِ الْإِيمَانِ. وَعَلَى هَذَا، فَلَا يَنْبَغِي التَّنَازُعُ فِي مَسْأَلَةِ النَّقْصِ: هَلْ يَنْقُصُ الْإِيمَانُ وَيَذْهَبُ كُلِّيًّا أَوْ لَابُدَّ أَنْ يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ ؟ اثْنَانِ مِنْ الْمُعَاصِرِينَ مِنْ الْمُنْتَسِبِينَ لِلسُّنَّةِ بَيْنَهُمَا نِزَاعٌ كَبِيرٌ وَرُدُودٌ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ، وَكُلٌّ يُقَرِّرُ قَوْلًا مِنْ أَقْوَالِ السَّلَفِ. وَلَمَّا سَأَلَنِي أَحَدُ الطُّلَّابِ قُلْتُ: هَذَا فِي الْكَلَامِ لَا دَاعِيَ لَهُ لِأَنَّ النَّقْصَ مُنْقَسِمٌ إلَى قِسْمَيْنِ: نَقْصٌ يَذْهَبُ بِالْأَصْلِ وَلَا يَبْقَى مَعَهُ شَيْءٌ، وَنَقْصٌ لَا يَذْهَبُ بِالْأَصْلِ وَيَبْقَى مَعَهُ شَيْءٌ.
Inilah aqidah Ahlus Sunnah dalam bab iman. Oleh karena itu, tidak seharusnya ada perdebatan mengenai masalah penurunan iman: apakah iman berkurang hingga hilang seluruhnya ataukah masih ada yang tersisa? Ada dua orang dari kalangan ulama kontemporer yang berafiliasi dengan Ahlus Sunnah yang terlibat dalam perdebatan besar dan saling menolak dalam masalah ini, dan masing-masing menetapkan salah satu pendapat dari pendapat-pendapat salaf. Ketika salah seorang murid bertanya kepada saya, saya katakan: "Ini adalah pembahasan yang tidak perlu karena penurunan iman itu terbagi menjadi dua: penurunan yang menghilangkan pokok iman sehingga tidak ada yang tersisa, dan penurunan yang tidak menghilangkan pokok iman sehingga masih ada sebagian yang tersisa."
فَالَّذِي يَقُولُ إنَّ الْإِيمَانَ يَنْقُصُ وَيَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ هُوَ عَلَى قَوْلٍ صَحِيحٍ بِاعْتِبَارٍ، وَاَلَّذِي يَقُولُ إنَّهُ لَا يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ قَوْلُهُ صَحِيحٌ بِاعْتِبَارٍ. وَمَتَى مَا فَصَّلْنَا فِي الْمَسَائِلِ ارْتَفَعَ الْخِلَافُ، لَكِنَّ بَعْضَ النَّاسِ يَنْظُرُ إلَى طَرَفٍ مِنْ الْحَقِّ وَيُخْطِئُ الطَّرَفَ الْآخَرَ، وَهَذَا يَأْخُذُ بِالطَّرَفِ صَاحِبِ هَذَا الْقَوْلِ. وَمَنْ رَزَقَهُ اللَّهُ الْعِلْمَ عَرَفَ أَنَّ هَذِهِ الْمَسَائِلَ هِيَ مَحَلُّ تَفْصِيلٍ. وَأَكْثَرُ مَا يَحْصُلُ الْخِلَافُ فِي مَسَائِلَ مُنْقَسِمَةٍ، فَيَكُونُ فِي هَذَا الْقِسْمِ حُكْمٌ وَلِهَذَا الْقِسْمِ حُكْمٌ، مِثْلُ الْكَمَالِ: كَمَالٌ وَاجِبٌ وَكَمَالٌ مُسْتَحَبٌّ. وَالْكَمَالُ الْوَاجِبُ لَهُ حُكْمٌ وَالْكَمَالُ الْمُسْتَحَبُّ لَهُ حُكْمٌ. النَّقْصُ: النَّقْصُ الَّذِي يُذْهِبُ بِالْإِيمَانِ، وَالنَّقْصُ الَّذِي لَا يَذْهِبُ مَعَهُ أَصْلُ الْإِيمَانِ، فَهَذَا لَهُ حُكْمٌ وَهَذَا لَهُ حُكْمٌ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ، وَصَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ.
Orang yang mengatakan bahwa iman berkurang tetapi masih ada sebagian yang tersisa adalah benar dalam satu aspek, dan orang yang mengatakan bahwa tidak ada yang tersisa darinya juga benar dalam aspek lain. Jika kita memperinci masalah-masalah ini, maka perbedaan pendapat akan hilang. Namun, sebagian orang hanya melihat satu sisi dari kebenaran dan mengabaikan sisi lainnya, sementara yang lain memegang sisi lain dari pendapat tersebut. Dan siapa pun yang diberi ilmu oleh Allah akan mengetahui bahwa masalah-masalah ini membutuhkan rincian. Sebagian besar perbedaan pendapat muncul dalam masalah-masalah yang terbagi, sehingga satu bagian memiliki hukum tersendiri dan bagian lainnya memiliki hukum yang berbeda. Seperti dalam hal kesempurnaan: ada kesempurnaan yang wajib dan ada kesempurnaan yang dianjurkan. Kesempurnaan yang wajib memiliki hukum tersendiri, begitu juga dengan kesempurnaan yang dianjurkan. Demikian juga dengan penurunan iman: ada penurunan yang menghilangkan iman sepenuhnya, dan ada penurunan yang tidak menghilangkan pokok iman, sehingga masing-masing memiliki hukum tersendiri. Allahu A'lam, dan semoga Allah senantiasa melimpahkan shalawat, salam, dan keberkahan.
---Bersambung----
Lajnah Tafrigh Faedah Daurah - Mahad Imam Al-Bukhari Solo
#Daurah_Al_Ilmiyyah_Solo_Mahad_Imam_Al_Bukhari_Muharram1446H
Ustadz Zaki rakhmawan