Para ulama dan syaikh keduanya adalah manusia sama-sama bisa melakukan kesalahan dan bisa juga benar, dan semuanya bisa diambil perkataannya dan bisa juga ditolak, kecuali Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Permasalahannya adalah jika kesalahan itu memang benar terjadi pada pihak syaikh, dan bukan sekedar gosip, tuduhan, maupun periwayatan yang palsu, jika dipastikan bahwa memang syaikhnya melakukan kesalahan, bagaimana posisi murid dalam hal ini, dan bahkan bagaimana posisi yang bukan muridnya?
Imam As-Sa’di menjawab ini, “Diantara hal-hal yang paling terlarang dan keburukan yang paling keji adalah mempublikasikan ketergelinciran dan mencela mereka atas kesalahannya. Dan yang paling jelek dari ini adalah menyia-nyiakan jasa kebaikan mereka yang nyata. Dan terkadang sebenarnya kesalahannya itu mempunyai penafsiran lain yang logis atau mereka mempunyai ijtihad sendiri mengenai hal itu, sementara si pencela justru tidak mempunyai udzur.
Maka dalam hal ini menjadi jelas perbedaan antara ahli ilmu yang menasihati dengan tulus dan ahli ilmu yang menisbatkan dirinya pada ilmu, dengan mereka yang iri hati dan memusuhi. Ahli ilmu yang hakiki mereka akan saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan bersegera dalam apa pun yang termasuk dalam perkara ini, menutupi keburukan (aurat) seorang muslim, dan tidak menyebarkan rumor terkait kesalahan tersebut, bersemangat untuk memperingatkan dengan segala cara yang memungkinkan dan bermanfaat, dan membela kehormatan para ahli ilmu dan agama, dan tidak ada keraguan bahwa ini adalah salah satu cara mendekatkan diri pada Allah yang paling utama.
Kemudian jika ternyata mereka tidak mempunyai penjelasan atau alasan (udzur) atas kesalahan atau aib yang mereka lakukan, tidaklah benar dan tidak adil jika jasa mereka disia-siakan dan hak-hak mereka dirusak karena sejumlah kesalahan tersebut.
Sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang melampaui batas dan melakukan permusuhan, karena ini madharatnya besar, dan kerusakannya luas. Adakah ulama yang tidak melakukan kesalahan? Adakah orang bijak yang tidak pernah tergelincir?
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam Syarh Al-Hilyah, “Jika muncul kekeliruan atau kesalahan pada syaikh, apakah kalian akan diam saja, atau kalian memperingatkannya?
Jika kalian mengingatkannya, apakah kalian memperingatkannya di tempat pelajaran diadakan, atau di tempat lain?
Ini harus memperhatikan adab yang baik. Kami katakan, tidak boleh bagimu berdiam diri terhadap suatu kesalahan. Karena ini berbahaya bagi dirimu dan juga syaikhmu. Maka jika engkau mengingatkannya akan kesalahan tersebut, dan dia memperhatikan (menerima), maka perbaiki kesalahannya, begitu juga jika ia mengalami keraguan (wahm).
Aku mendengar ceramah Syaikh Muqbil ibn Hadi al Wadi’iy dalam rekaman pelajarannya, beliau menukil dari Al Albani bahwa manusia terbagi menjadi tiga kategori :
1. Mereka yang taqlid, mengambil semua perkataan seorang ulama. Ini tidak benar.
2. Mereka yang menolak semua perkataan ulama tersebut. Ini juga tidak benar.
3. Mereka yang mengambil pelajaran dari ulama kaum muslimin, mengambil apa yang benar dan meninggalkan apa yang keliru darinya. Karena semua perkataan manusia bisa diambil dan ditolak, kecuali perkataan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
_________________________________________
Selesai nukilan dari kitab Adabu Thalib ma'a Syaikhihi. Nampaknya pembahasan di kajian offline di Masjid Pogung Raya belum sampai halaman ini.
ustadz yhouga