JANGAN TIDUR DI TIGA WAKTU INI
Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Ada tiga waktu yang sedapat mungkin hindarilah dipakai untuk tidur,
1. Setelah Subuh
2. Setelah Asar
3. Setelah Magrib
Saya akan menerangkan secara singkat alasan masing-masing.
***
Sedapat mungkin jangan tidur setelah subuh. Sebab waktu subuh adalah waktu berkah. Rasulullah ﷺ mendoakan umatnya di pagi hari. Artinya aktivitas produktif apapun di pagi hari entah bekerja, menuntut ilmu, membantu orang dan semisalnya adalah aktivitas yang baik dan diberkahi. Abū Dāwūd meriwayatkan,
عَنْ صَخْرٍ الْغَامِدِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا». «سنن أبي داود» (3/ 35 ت محيي الدين عبد الحميد)
Artinya,
“Dari Ṣakhr al-Gāmidī, dari Nabi ﷺ beliau berdoa,’Ya Allah berkahilah untuk umatku di pagi harinya” (H.R. Abū Dāwūd)
Ada riwayat dengan sanad sahih bahwa seorang Sahabat yang bernama Khawwāt bin Jubair menyebut tidur pagi, yakni tidur setelah subuh itu sebagai bentuk kebodohan. Al-Bukhārī meriwayatkan dalam al-Adab al-Mufrad,
«عَنْ خَوَّاتِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: نَوْمُ أَوَّلِ النَّهَارِ خُرْقٌ». «الأدب المفرد - ت عبد الباقي» (ص425)
Artinya,
“Dari Khawwāt bin Jubair beliau berkata, ‘Tidur di awal siang adalah kebodohan” (al-Adab al-Mufrad, hlm 425)
Ada juga riwayat Ibnu ‘Abbās menendang putranya yang tidur setelah subuh dengan kaki supaya terbangun dan menasihati bahwa waktu pagi itu waktu dibagikan rezeki, jadi jangan dipakai untuk tidur. Al-Dīnawarī meriwayatkan,
«مَرَّ عَبْدُ اللهِ بْنُ الْعَبَّاسِ بِالْفَضْلِ ابْنِهِ وَهُوَ نَائِمٌ نَوْمَةَ الضُّحَى، فَرَكَلَهُ بِرِجْلِهِ وَقَالَ لَهُ: قُمْ؛ إِنَّكَ لَنَائِمُ السَّاعَةِ الَّتِي يُقَسِّمُ اللهُ فِيهَا الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ». «المجالسة وجواهر العلم» (5/ 221)
Artinya,
“Abdullah bin Al Abbas melewati al-Fadl putranya yang sedang tidur di waktu duha. Maka beliau menendang dengan kakinya dan berkata kepadanya, ‘Bangunlah. Sesungguhnya engkau tidur di waktu di mana Allah membagi-bagi rizki” (al-Mujālasah, juz 5,hlm 221)
Ada juga riwayat dimana seorang Sahabat bernama al-Zubair melarang anak-anaknya untuk tidur setelah subuh,
كَانَ الزُّبَيْرُ يَنْهَى بَنِيهِ عَنِ التَّصَبُّحِ، ». «مصنف ابن أبي شيبة» (5/ 222 ت الحوت)
Artinya,
“al-Zubair melarang putranya tidur setelah subuh” (Ibnu Abī Syaibah)
Urwah bahkan menegaskan jika beliau mendengar seseorang tidur setelah subuh, maka beliau jadi kurang respect kepada orang tersebut,
وَقَالَ عُرْوَةُ: «إِنِّي لَأَسْمَعُ بِالرَّجُلِ يَتَصَبَّحُ فَأَزْهَدُ فِيهِ». «مصنف ابن أبي شيبة» (5/ 222 ت الحوت)
Artinya,
“Urwah berkata, sesungguhnya aku mendengar seorang lelaki tidur setelah subuh, lalu aku jadi menganggapnya kurang berharga” (Ibnu Abī Syaibah)
Ibnu Qayyim juga menegaskan bahwa waktu siang terburuk untuk tidur adalah setelah subuh. Beliau menulis,
«وَأَرْدَؤُهُ نوم أول النهار». «الطب النبوي لابن القيم» (ص180)
Artinya,
“Yang terburuk –untuk tidur di waktu siang- adalah di awal siang-yakni setelah subuh-” (al-Ṭibb al-Nabawī, hlm 180)
***
Adapun mengapa juga jangan tidur setelah Asar, karena ada riwayat Sahabat yang menyebut itu sebagai kebiasaan tolol. Al-Bukhārī meriwayatkan dalam al-Adab al-Mufrad,
«عَنْ خَوَّاتِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: نَوْمُ أَوَّلِ النَّهَارِ خُرْقٌ، وَأَوْسَطُهُ خُلْقٌ، وَآخِرُهُ حُمْقٌ». «الأدب المفرد - ت عبد الباقي» (ص425)
Artinya,
“Dari Khawwāt bin Zubair beliau berkata, ‘Tidur di awal siang adalah kebodohan, di tengah siang adalah akhlak yang baik dan di akhir siang adalah ketololan” (al-Adab al-Mufrad, hlm 425)
Ada juga riwayat Makḥūl tidak suka tidur setelah Asar dan mengkhawatirkan itu bisa menyebabkan waswas. Ibnu Abī Syaibah meriwayatkan,
عَنْ مَكْحُولٍ، أَنَّهُ كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ بَعْدَ الْعَصْرِ ، وَقَالَ: «يُخَافُ عَلَى صَاحِبِهِ مِنْهُ الْوَسْوَاسُ». «مصنف ابن أبي شيبة» (5/ 339 ت الحوت)
Artinya,
“Dari Makḥūl bahwasanya beliau tidak suka tidur setelah asar dan berkata, ‘Pelakunya dikhawtirkan terkena waswas” (Ibnu Abī Syaibah)
Secara medis Ibnu Qayyim menyebut tidur setelah Asar itu bahkan lebih buruk daripada tidur setelah subuh. Beliau menulis,
«وَأَرْدَؤُهُ نوم أول النهار، أردأ مِنْهُ النَّوْمُ آخِرَهُ بَعْدَ الْعَصْرِ». «الطب النبوي لابن القيم» (ص180)
Artinya,
“Yang terburuk –untuk tidur di waktu siang- adalah di awal siang-yakni setelah subuh-. Lebih buruk lagi adalah di akhir siang setelah asar” (al-Ṭibb al-Nabawī, hlm 180)
***
Adapun mengapa jangan tidur setelah maghrib, maka itu didasarkan pada hadis sahih bahwa Rasulullah ﷺ tidak suka tidur setelah Maghrib. Al-Bukhārī meriwayatkan,
«وَكَانَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ الْعِشَاءَ الَّتِي تَدْعُونَهَا الْعَتَمَةَ، وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا، وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا». «صحيح البخاري» (1/ 115 ط السلطانية)
Artinya,
“Beliau (Rasulullah ﷺ) lebih suka mengakhirkan shalat 'Isya yang kalian sebut dengan salat 'Atamah, dan beliau tidak suka tidur sebelum salat Isya dan berbincang-bincang sesudahnya.” (H.R. al-Bukhārī)
Al-Nawawī menjelaskan hukum ini dalam Minhāju al-Ṭālibīn sebagai berikut,
«يكره تسمية المغرب عشاء والعشاء عتمة والنوم قبلها». «منهاج الطالبين وعمدة المفتين في الفقه» (ص21)
Artinya,
“Dimakruhkan menamai salat Magrib dengan Isya dan (dimakruhkan juga) menyebut salat Isya dengan salat ‘Atamah, dan (dimakruhkan juga) tidur sebelum Isya ” (Minhāj al-ṭālibīn, ,hlm 21)
***
Dikecualikan dalam hal ini jika kita sedang sakit, atau sangat capek dan sangat butuh istirahat. Dalam kondisi tersebut maka tidak masalah kita tidur di salah satu dari tiga waktu tersebut dengan niat memenuhi hak tubuh, agar bisa punya kekuatan kembali untuk menaati Allah. Diriwayatkan, ada seorang Sahabat bernama Ṣuhaib pernah tidur setelah Subuh dan diketahui Umar. Ternyata Umar tidak mengingkarinya karena memang beliau tahu Ṣuhaib membutuhkannya. Ibnu Abī Syaibah meriwayatkan,
عَنْ أَبِي يَزِيدَ الْمَدِينِيِّ، قَالَ: غَدَا عُمَرُ عَلَى صُهَيْبٍ فَوَجَدَهُ مُتَصَبِّحًا، فَقَعَدَ حَتَّى اسْتَيْقَظَ، فَقَالَ صُهَيْبٌ: أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ قَاعِدٌ عَلَى مَقْعَدَتِهِ وَصُهَيْبٌ نَائِمٌ مُتَصَبِّحٌ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: «مَا كُنْتُ أُحِبُّ أَنْ تَدَعَ نَوْمَةً تُرْفِقُ بِكَ». «مصنف ابن أبي شيبة» (5/ 223 ت الحوت)
Artinya,
“Dari Abu Yazid al-Madini Beliau berkata, ‘Umar pergi untuk menemui Ṣuhaib di pagi hari. Ternyata beliau mendapati Ṣuhaib dalam keadaan tidur setelah subuh. Maka beliau pun duduk menunggu hingga Ṣuhaib terbangun. Lalu Ṣuhaib berkata (karena merasa tidak enak) ‘Amirul mukminin duduk di tempat duduknya sementara Ṣuhaib tidur di waktu pagi?’ maka Umar berkata kepadanya, Tidak lah aku suka kamu meninggalkan tidurmu (yang kau butuhkan) untuk menyayangi dirimu” (Ibnu Abī Syaibah)
***
Adapun tidur lagi setelah terbangun di malam hari, maka ini tidak tercela lebih-lebih jika tidur lagi di malam hari setelah salat tahajud, karena justru itu kebiasaan Rasulullah ﷺ saat salat malam.
Wallahua‘lam.