Minggu, 08 September 2024

Kecerdasan dan Kejeniusan Syaikh Taqiyuddin al-Hilali dari Maroko dalam menyebarkan Kitab "Kasyf asy-Syubuhat" Karya Imam Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab

Kecerdasan dan Kejeniusan Syaikh Taqiyuddin al-Hilali dari Maroko dalam menyebarkan Kitab "Kasyf asy-Syubuhat" Karya Imam Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab

Syaikh Muhammad Taqiyuddin al-Hilali dari Maroko – rahimahullah – berkata:

“Aku menulis catatan (hasyiah) atas kitab Kasyf asy-Syubuhat karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, dan aku mencetak serta menyebarkannya. Namun, aku menggunakan apa yang disebut dalam istilah hadits sebagai 'tadlis asy-syuyukh' (penyembunyian nama guru), yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan, jika tujuannya adalah untuk kebaikan.

Maksudnya, syaikh tersebut memiliki dua nama, yang terkenal dengan salah satunya, tetapi tidak dengan nama yang lainnya. Maka, periwayat menyebutnya dengan nama yang kurang terkenal untuk tujuan tertentu.

Aku menyebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai ‘Muhammad bin Sulaiman ad-Dar’i’, yaitu menisbatkan beliau kepada kakeknya, dan kemudian menisbatkan kepada daerah Dar’iyyah, yang merupakan tempat asalnya. 

Namun, beliau tidak terkenal dengan nama tersebut. Hal ini semakin memperumit situasi karena di Maroko ada wilayah yang disebut 'Dar’ah', dan penduduknya disebut ‘Dar’i’.

Aku berhasil mencapai tujuanku dalam menyebarkan kitab tersebut. Aku mencetak seribu eksemplar, dan semuanya terjual dalam waktu singkat. 

Tidak ada seorang pun yang menyadarinya, bahkan Syaikh Ahmad bin Shiddiq al-Ghumari, meskipun dia memiliki pengetahuan yang luas, dedikasi besar dalam penelitian, dan koleksi buku yang banyak, dia tetap kebingungan. 

Dia meneliti sejarah orang-orang yang dinisbatkan ke daerah Dar’ah, tetapi tidak menemukan siapa pun yang dikenal dengan nama tersebut atau yang memiliki karya ini!

Akhirnya, dia mengirim surat kepadaku untuk menanyakan siapa sebenarnya penulis kitab tersebut, dan aku menjelaskan kebenarannya kepadanya.

Ketika ulama besar, Mufti Kerajaan Arab Saudi, dan Syaikhnya para ulama Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh – rahimahullah – mengetahui tindakan ini, beliau sangat menyukainya.

Aku melakukan hal tersebut karena tokoh-tokoh akhir dari Dinasti Utsmaniyah mendorong para ulama su' di seluruh dunia Islam untuk mencemarkan nama baik Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. 

Mereka menyebarkan kebohongan tentang Syaikh, mengatakan bahwa dia membawa agama baru, merendahkan Nabi yang mulia, dan mengkafirkan kaum Muslimin, serta berbagai kebohongan lainnya.

Ketika buku ini diterbitkan, para penyembah kubur  dan penganut tarekat resah. Banyak khatib masjid mengingatkan jamaah tentang 'kesesatan' dalam buku ini, karena menurut mereka, tauhid adalah kesesatan terbesar. Namun, tidak ada yang mendengarkan mereka.

Sebaliknya, para ulama terkemuka seperti Muhammad at-Tanji, Abdul Salam al-Murabit, dan Abdullah Kanun menyambut baik penerbitan buku ini, memuji penulis dan penerbitnya.

Seperti kata pepatah, 'Awan tidak akan terganggu oleh gonggongan anjing.'

Kemudian aku mencetak risalah Ziyarat al-Qubur dengan beberapa catatan tambahan dari Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah. Aku menyebutnya 'Ahmad bin Abdul Halim al-Harani', tanpa menyebut 'bin Taimiyyah', untuk alasan yang sama seperti sebelumnya. Buku itu diterima dengan baik, disebarluaskan, dan Allah memberi manfaat kepada umat Islam melalui buku ini.

Ketika aku mengirimkan salinan kedua buku tersebut kepada Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh – rahimahullah – beliau sangat senang dengan penerbitan keduanya dan memuji pendekatan yang aku ambil, karena kebijaksanaan beliau."

— Sumber: Kitab ad-Da'wah Ilallah fi Aqthar Mukhtalifah hal. 47-48, karya Syaikh Taqiyuddin al-Hilali al-Maghribi rahimahullah. 
Catatan gambar: Ini adalah salah satu (gambar) kitab Hasyiyah Al-Allamah Taqiyuddin Al-Hilali ala Kasyf Asy-Syubuhat yang dicetak dan disebarkan sebanyak 1.000 (seribu) eksemplar pada masanya yaitu pada tahun 1363 H, bertepatan dengan tahun 1944 Masehi.

Begitulah, jika nama-nama dihapus dan kitab-kitab tauhid dibiarkan apa adanya, maka fitrah yang sehat akan menerimanya. Kebencian itu lahir dari para pengikutnya terhadap istilah-istilah tertentu, sehingga mereka mengaitkannya kepada penulisnya dan mewariskannya kepada orang-orang. Namun, fitrah yang lurus tak menerima kecuali kebenaran.

Wallahu alam. 

Andre Satya Winatra
Senin, 6 Rabi'ul Awwal 1446 H
___
https://t.me/catatanAndreSatyaWinatra