Makna Hadis “Kefasihan Adalah Sihir”
Pertanyaan:
Bagaimana maksud hadis yang berbunyi:
إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا
“Sesungguhnya sebagian penjelasan adalah sihir”.
Jawaban:
Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du,
Maksud hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, ia berkata:
أنَّهُ قَدِمَ رَجُلَانِ مِنَ المَشْرِقِ فَخَطَبَا، فَعَجِبَ النَّاسُ لِبَيَانِهِمَا، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا، أوْ: إنَّ بَعْضَ البَيَانِ لَسِحْرٌ
“Ada dua orang dari negeri timur datang kemudian berkhutbah. Kemudian orang-orang pun takjub dengan khutbah mereka karena kefasihan tutur kata mereka. Maka Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda: sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” (HR. Al-Bukhari no.5767).
Dua orang yang disebutkan dalam hadis ini adalah Az-Zibriqan bin Badr (الزبرقان بن بدر) dan Amr bin Al-Ahtam (عمرو بن الأهتم) (Lihat Syarah Sunan Abu Daud karya Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, 8/568). Mereka berdua merupakan utusan dari Bani Tamim yang datang kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk membebaskan kaumnya yang ditawan oleh kaum muslimin.
Dalam riwayat yang lain, dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ من البيانِ سحرًا، وإنَّ من الشِّعر حِكَمًا
“Sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir dan sebagian sya’ir mengandung hikmah-hikmah” (HR. Abu Daud no. 5011, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).
Al-bayan dalam hadis-hadis di atas maknanya adalah al-fashohah, kefasihan berbahasa. Sehingga makna hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dalam Al-Qamus Al-Muhith disebutkan:
البَيانُ: الإِفْصاحُ مع ذكَاءٍ
“Al-bayan: kefasihan berbahasa yang disertai kecerdasan”.
Kemudian para ulama berbeda pendapat tentang apakah hadis ini pujian atau celaan menjadi dua pendapat:
Pendapat pertama, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah pujian, ini pendapat jumhur ulama. Yaitu orang yang menyampaikan kebenaran akan lebih diterima lagi jika bisa menyampaikannya dengan bahasa yang fasih.
Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan:
أن يجعَلُوا قولَه -صلى الله عليه وسلم-: “إن من البيانِ لَسِحْرًا” مَدْحًا وثناءً وتَفْضِيلًا للبيانِ وإطْرَاءً، وهو الذي تَدُلُّ عليه سِياقَةُ الخبرِ ولفْظُه
“Jumhur ulama memaknai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: “sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” sebagai bentuk pujian dan penyebutan keutamaan terhadap kefasihan berbahasa serta kemampuan membuat pujian. Inilah yang ditunjukkan oleh konteks dan teks kalimatnya yang berupa khabar” (At-Tamhid, 3/583).
Ash-Shan’ani rahimahullah menjelaskan:
أي بعض البيان سحر لأن صاحبه يوضح المشكل ويكشف بحسن بيانه عن حقيقته فيستميل القلوب كما تستمال بالسحر
“Maksudnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir karena orang yang demikian dapat menjelaskan perkara-perkara yang membingungkan dan menyingkapkan hakekat dari suatu perkara dengan kebagusan penjelasannya. Sehingga bisa mempengaruhi hati sebagaimana sihir bisa mempengaruhi hati” (At-Tanwir Syarah Jamius Shaghir, 4/108).
Pendapat kedua, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah celaan, ini pendapat para ulama muhaqqiq. Yaitu hendaknya jangan sampai terpengaruh oleh fasihnya bahasa, terkadang kefasihan berbahasa digunakan untuk menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran.
Abu Dawud dalam Sunan-nya membawakan hadis Ibnu Abbas dalam bab:
ما جاء في المتشدق في الكلام
“Bab orang yang berlebihan dalam berbicara”.
Ini isyarat bahwa beliau memaknai hadis di atas sebagai celaan. Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Imam Malik rahimahullah. Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan:
واحتجّوا على ما ذهبوا إليه من ذلك بتشبيه النّبىّ عليه السّلام لذلك البيان بالسِّحر. والسّحرُ محرَّمٌ مذمومٌ قليلُه وكثيرُهُ. ذلك -والله أعلمُ- لما في البلاغة من التَّفَيْهُقِ من تصوير الباطل في صورة الحقِّ، وقد قال رسول الله في المتَفَيْهِقِينَ أَنَّهُمْ أبغضُ الخَلْقِ إلى اللهِ
“Alasan Imam Malik dan sebagian ulama Malikiyah adalah karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyerupakan kefasihan berbahasa seperti sihir, sedangkan sihir itu haram dan tercela baik sedikit maupun banyak. Yang demikian itu wallahu a’lam karena orang yang fasih berbahasa termasuk mutafaihiqiin (orang yang menampakkan diri seolah pandai), sehingga ia bisa menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran. Dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengatakan bahwa mutafaihiqiin adalah orang yang paling Allah murkai” (Al-Masalik fi Syarhil Muwatha’, 7/575-576).
Demikian juga sababul wurud hadis Abdullah bin Umar adalah tentang dua orang dari Bani Tamim, yaitu Az-Zibriqan bin Badr dan Amr bin Al-Ahtam, yang berusaha untuk membebaskan kaum mereka yang menentang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka menggunakan kefasihan bahasa mereka untuk memuji-muji kabilah Bani Tamim, sehingga sebagian orang terpukau. Maka hadis ini konteksnya adalah celaan kepada dua orang tersebut.
Maka pendapat kedua ini yang kuat. Dan dalam hadis ini sudah ada huruf مِنَ (min) yang menunjukkan tab’idh (sebagian). Bahkan dalam lafaz yang lain jelas-jelas menggunakan kata بَعْضَ (sebagian). Sehingga menunjukkan tidak semua kefasihan berbahasa itu tercela. Ada juga yang terpuji. Sehingga pendapat kedua ini lebih mencakup semua makna.
Selengkapnya:
https://konsultasisyariah.com/44344-makna-hadis-kefasihan-adalah-sihir.html
Join channel telegram @fawaid_kangaswad