Selasa, 28 November 2023

Hujan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Ta’ala. Ia menurunkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menahan dari siapa yang dikehendaki-nya.

Hujan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Ta’ala. Ia menurunkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menahan dari siapa yang dikehendaki-nya. 

Disyariatkan padanya beberapa hukum dan sunnah. Setiap muslim dan muslimah hendaknya mengetahui hukum dan sunnah tersebut agar hujan yang turun bukan sekedar fenomena rutin saja, tapi juga sebagai ajang untuk meraup segudang pahala.

Diantaranya:

1. Berdoa
Disunnahkan untuk berdoa tatkala:
- Hujan terlambat atau tidak turun. Pada kondisi ini kita melakukan doa diwaktu-waktu mustajab, oleh khatib tatkala khutbah Jum’at, dan tatkala shalat Istisqa’.

- Hujan telah dan sedang turun. Maka kita membaca: ‘ALLAHUMMA SHAYYIBAN NAFI’AN’ (Ya Allah. Turunkan kami hujan yang bermanfaat) (HR. al Bukhari 1032)

Dan disunnahkan pula untuk memperbanyak doa. Karena diantara waktu mustajab yang tidak tertolak padanya doa seorang adalah tatkala hujan turun. (HR. al Hakim 2534 dan di shahihkan oleh al Albani)

- Hujan sangat lebat dan tak kunjung berhenti sehingga di khawatirkan dapat menimbulkan bahaya dan mudarat. Maka kita membaca: ‘ALLAHUMMA HAWALAINA WALA  ALAINA. ALLAHUMMA ‘ALAL AKAAMI WADZDZIRAB WABUTHUNIL AUDIYATI WAMANABITISY SYAJARI’ ("Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turunkan lah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah, dan tempat tumbuhnya pepohonan.") (HR. Bukhari 1014)

2. Menyingkap baju untuk membasahkan badan atau sebagiannya dengan air hujan.

Berdasarkan hadits Anas bin Malik bahwa ia melihat bahwa Rasulullah ﷺ ketika hujan turun membuka pakaiannya agar badannya terkena hujan. Maka Nabi ﷺ menjelaskan bahwa hujan adalah rahmat dari Allah. (HR. Muslim )

Dan al Allamah Ibnu Baz menjelaskan bahwa tidak mengapa menyingkap sebagian anggota tubuh semisal kepala, lengan, betis dan semislanya (Tidak mesti keseluruhan badan -pent).

3. Bagi Mu’adzdzin boleh untuk mengganti ucapan ‘HAYYA ‘ALASH SHALAH’ (Ketika azan -sebagiaman hadits Ibnu Abbas-) atau membaca setelah ucapan tahlil ‘LAILAHAILLALLAH’ (Setelah azan - sebagaimana hadits Ibnu Umar): SHALLU FI RIHALIKUM  (shalatlah di rumah rumah kalian). Hal ini sebagaimana yang telah shahih dari Nabi.

Wallahu a’lam
Ustsdz yami cahyanto