Selasa, 05 April 2022

Jika hasil ijtihad atau pandangan Ulama Ahlussunnah dalam satu masalah keliru maka itu dianggap sebuah Zallah atau ketergelinciran. Lalu bagaimana sikap kita terhadap pribadi dari Ulama tersebut? Sifat 'Adālah ulama tersebut tidak boleh digugurkan hanya karena ketergelinciran tersebut, sehingga kita meninggalkannya,

Jika hasil ijtihad atau pandangan Ulama Ahlussunnah dalam satu masalah keliru maka itu dianggap sebuah Zallah atau ketergelinciran. 

Lalu bagaimana sikap kita terhadap pribadi dari Ulama tersebut? 

Sifat 'Adālah ulama tersebut tidak boleh digugurkan hanya karena ketergelinciran tersebut, sehingga kita meninggalkannya, membencinya, dan mencoretnya dari kelompok Ulama terlebih Ahlussunnah, hal ini sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam Ibnu Abī Hātim dalam Al-Jarh Watta'dīl, Beliau berkata; 

"Aku pernah berbincang dengan Imam Ahmad bin Hanbal mengenai meminum Annabīdz (minuman anggur yang kalau diminum sedikit tidak memabukkan, tapi kalau banyak akan memabukkan. Pent) yang dilakukan oleh Muhaddits-Muhaddits negeri Kūfah, dan aku pun menyebutkan beberapa nama tokoh pelaku kepada Beliau, maka Imam Ahmad berkata; "Ini adalah ketergelinciran mereka namun sifat 'Adālah mereka tidak boleh digugurkan karena ketergelinciran mereka."
 
Demikianlah Manhaj yang lurus dalam berinteraksi dengan ketergelinciran Ulama. Semoga menjadi pelajaran dan renungan.
Ustadz Musamulyadi luqman