DALAM MENYIKAPI REALITA UMAT; MAKA PENUNTUT ILMU HARUS MELIHAT KAPASITAS DIRINYA TERLEBIH DAHULU
[Muqaddimah Syaikh Ibrahim bin 'Amir Ar-Ruhaili -hafizhahullaah- (Bagian Kedua)]
[1]- Masing-masing penuntut ilmu harus melihat: apa peranannya pada zaman ini untuk menjaga umat dari berbagai fitnah (kejelekan)
(Sebagai gambaran): kita lihat sebagian dokter: Jika datang kepadanya orang sakit mengeluhkan penyakitnya, yang penyakit terebut bukan bidang dari sang dokter; maka dokter tersebut akan berkata: "Pergilah ke dokter lain, karena bidang saya adalah penyakit mata, sedangkan penyakit anda adalah penyakit telinga." Dan yang semisalnya. Inilah yang dilakukan oleh para dokter yang jujur dan cerdik.
Maka para da'i pun harus demikian. Tidak mungkin masing-masing kita bisa melakukan perbaikan sebelum mengenal dirinya sendiri.
[2]- Karena sungguh, di antara sebab terjadinya fitnah (ujian) pada zaman sekarang adalah: adanya berbagai ujian yang muncul, kemudian sebagian kaum muslimin tampil mencoba untuk mengatasinya. Akan tetapi yang terjadi justru fitnah-fitnah semakin bertambah.
Hal ini seperti yang pernah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullaah- sejak zaman dahulu:
- Ketika muncul Khawarij; maka keluarlah orang-orang Murji'ah untuk membantah Khawarij; sehingga mereka mendatangkan Bid'ah baru yaitu Bid'ah Murji'ah.
- Musyabbihah berbicara tentang masalah sifat-sifat Allah -sehingga mereka menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya-; maka keluarlah kelompok Mua'ththilah (orang-orang yang menolak sifat Allah) untuk membantah mereka.
- Juga ketika Qadariyyah berbicara tentang masalah takdir; maka keluarlah Jabariyyah untuk membantah mereka.
Sehingga setiap muncul fitnah; maka akan mendatangkan fitnah yang lainnya.
Sebagaimana juga yang kita perhatikan pada jama'ah-jama'ah yang mengajak untuk memberontak melawan penguasa/pemerintah dan mengajak untuk meninggalkan dakwah 'aqidah, maka niat mereka adalah untuk melakukan perbaikan; akan tetapi tindakan mereka tidak di atas petunjuk.
Maka tidak mungkin bagi seorang da'i untuk melakukan perbaikan kecuali dia harus mengenal dirinya sendiri.
[3]- Kita membutuhkan orang yang bagus pemahamannya terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Fitnah-fitnah ini harus ada yang melakukan perbaikan dan harus ada yang bisa mengembalikan umat kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta bisa mengarahkan umat, dan meluruskan kesalahan-kesalahan mereka dengan arahan-arahan yang syar'i.
Kita tidaklah butuh kepada cara-cara yang baru, karena Rasulullah -shallallaahu 'alaihi wa sallam- telah menjelaskan jalannya bagi kita, beliau bersabda:
إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ؛ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ
“Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara; yang kalian tidak akan tersesat setelahnya: Kitabullah dan Sunnah-ku.”
Maka perkaranya sangatlah jelas. Akan tetapi: siapa yang bisa memahami Al-Qur'an? Dan siapa yang bisa memahami As-Sunnah?
Jika kita ingin menghilangkan syubhat-syubhat (kerancuan-kerancuan) dalam masalah 'aqidah; maka tidak mungkin bisa menghilangkan syubhat-syubhat dari orang-orang yang menyimpang dalam masalah ini: dengan mengandalkan anak muda yang hanya memiliki semangat saja. Maka ini bukan perbaikan, bahkan ini merupakan fitnah baru lagi dalam umat ini.
Sehingga masing-masing dari kita harus mengetahui siapa dirinya, dan dia harus jujur ketika menilai dirinya sendiri.
[4]- Maka di sana memang ada para ulama, akan tetapi ada juga: para penuntut ilmu yang kuat ilmunya dan kuat juga pengaruhnya (terhadap masyarakat).
Dan para penuntut ilmu ini jika kita katakan kepada mereka: Apa peran kalian dalam menghadapi fitnah ini? Mereka akan berkata: "Tanyalah kepada para ulama, kami bukan ulama, kami hanya penuntut ilmu pemula."
Maka, merendahkan diri umumnya adalah terpuji, akan tapi jangan menyampaikan kepada kufur nikmat, dimana Allah telah memberikan nikmat kepadamu dengan ilmu dan memberikan taufik kepadamu; kemudian engkau kufur terhadap nikmat ini, dengan mengatakan: "Saya tidak mampu untuk melakukan perbaikan, saya hanya penuntut ilmu." Kemudian meninggalkan tanggung jawabnya.
Ada lagi orang yang berlebihan, dia tidak mengenal dirinya sendiri, dia menyangka bahwa dirinya sepadan dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, atau setingkat Ahmad bin Hanbal, sehingga orang ini menyelami setiap fitnah yang terjadi. Tidaklah terjadi suatu permasalahan yang menimpa umat; melainkan orang ini tampil untuk berbicara dan memberikan arahan.
Maka kita harus berada di antara 2 (dua) golongan ini:
1. Orang yang mampu, akan tetapi tidak mau melakukan perbaikan.
2. Orang yang tidak memiliki kemampuan, akan tetapi berani tampil.
Dan kita mengetahui dampak (buruk) yang dimunculkan oleh dua golongan ini terhadap umat.
Maka, sekali lagi, dari sini kita mengetahui bahwa: masing-masing kita harus menilai dirinya sendiri dengan jujur: Siapa saya? Apa peran saya dalam masalah ilmu? Apa yang saya kuasai? Sehingga nantinya engkau melakukan perbaikan sesuai dengan kemampuanmu.
[5]- Janganlah menganggap besar dirimu, kemudian engkau ingin melakukan perbaikan untuk umat secara keseluruhan. Kita tidak ingin mengubah umat dalam waktu sekejap, akan tetapi dengan perencanaan 'ilmiyah yang teratur dalam mengusahakan perbaikan, masing-masing sesuai dengan kemampuannya.
Maka penuntut ilmu yang menguasai suatu bidang ilmu: dia melakukan perbaikan sesuai dengan apa yang dia mampu, dia memberikan ta'shil (pondasi) kepala manusia dalam ilmu yang dia kuasai, dan memperingatkan mereka dari kesalahan yang terjadi mengenai ilmu tersebut.
Hal itu tentunya dimulai dari dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya.
Dan janganlah dia terburu-buru untuk melakukan sesuatu yang besar; seperti: ingin menegakkan Daulah Islamiyyah, akan tetapi tidak melakukan perbaikan dalam keluarganya terlebih dahulu.
Kalaulah seseorang memulai perbaikan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya terlebih dahulu; tentulah umat ini akan menjadi baik. Yakni: dengan memulai secara bertahap.
Para Nabi -'alaihimus salaam- tidaklah melakukan perbaikan dalam waktu sekejap. Bahkan Allah menceritakan kepada kita tentang kisah-kisah mereka yang dipenuhi dengan: berbagai ujian, tipu daya, dan pengusiran yang menimpa mereka. Sampai kemudian Allah menguatkan dan memuliakan agama-Nya dan para nabi-Nya.
Maka sebagaimana musuh-musuh kita memiliki perencanaan; kita juga harus terencana dalam usaha perbaikan kita untuk meluruskan umat. Masing-masing sesuai dengan bidang kita:
- orang yang berilmu melakukan perbaikan dengan ilmunya,
- orang yang memiliki harta melakukan perbaikan dengan hartanya,
- bahkan seorang dokter pun bisa menolong (untuk memperbaiki kesehatan) umat.
[6]- Akan tetapi yang terjadi sekarang adalah:
- kita mendapat ujian dengan adanya seorang dokter yang menjadi da'i,
- artis yang menjadi pemberi nasehat,
dan perkara-perkara semisal yang menjadikan kita tertawa sekaligus menangis.
Maka tugas masing-masing kita sebagai penuntut ilmu dan da'i adalah: untuk berbicara (dalam rangka melakukan perbaikan) sesuai dengan apa yang kita kuasai, dan jangan sampai kita berbicara tentang sesuatu yang tidak kita kuasai.
[7]- Maka saya berpendapat bahwa tidak ada jalan keluar bagi umat ini dari berbagai fitnah (kejelekan) ini melainkan dengan:
- kita Jelaskan kepada mereka realita zaman sekarang (lihat: Muqaddimah Bagian Pertama),
- dan harus ada para penuntut ilmu yang berusaha untuk menekan fitnah tersebut.
- Dan untuk para ulama pada masing-masing negeri: mereka mempelajari secara terperinci realita yang ada, untuk kemudian mencari solusi perbaikan: bagaimana cara menjauhkan umat ini dari berbagai macam fitnah, dan memberikan pengarahan yang benar kepada umat.
-ditulis dengan ringkas oleh: Ahmad Hendrix-