Jumat, 30 Mei 2025

Tarekat Naqsyabandiyah di Lapangan

Tarekat Naqsyabandiyah di Lapangan

Penulis menanyakan kepada pelaku tarekat Naqsyabandiyah bahkan yang telah mencapai tingkat 'guru mursyid' atau mencapai tingkat muroqobah, apa amalan atau wirid harian bagi pengikut tarekat Naqsyabandiyah yang telah mencapai tingkat puncak yaitu muroqobah itu?

36) Ibid, hal. 348.

Jawaban yang diperoleh adalah membaca lafazh "Alloh" sekian ribu kali, membaca La ilaha illallôh sekian ribu kali, dan membaca kalimat Lâ maujûd illallôh (tidak ada wujud kecuali Alloh), sekian ribu kali.

Bacaan-bacaan itu dirasakan atau ditujukan di dada kanan sekian ribu kali, dada kiri sekian ribu kali dan seterusnya.

Penulis katakan, kalimat Lâ maujûd illallôh itu sangat bertentang-an dengan Islam. Tidak ada wujud selain Alloh, itu adalah kepercayaan bahwa semuanya ini adalah Alloh, alam ini Alloh, diri kita ini Alloh. Itu adalah kepercayaan yang sangat bertentangan dengan Islam. Orang yang berkeyakinan seperti itu di antaranya adalah tokoh sufi Husain bin Manshur Al-Hallaj yang berpaham ittihad (menyatu dengan Tuhan) yang sudah dihukum bunuh di jembatan Baghdad oleh para ulama pada tahun 309 H/922 M.37) Demikian pula paham itu sama dengan paham Wihdatul Wujud (satunya wujud, yaitu semua ini Alloh) yang menghasilkan wihdatul adyan (kesatuan agama, tauhid maupun syirik). Karena penyembah patung pun dianggap sebagai penyembah Alloh, karena patung dianggap sebagai perwujudan Alloh. Kepercayaan batil itu ditokohi oleh Ibnu 'Arobi (560-638 H/1165-1240 M) yang telah dikafirkan oleh 37 ulama di antaranya Ibnu Hajar Al-'Asqolani, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, 'Izzuddin Ibnu 'Abdis Salam, An-Nawawi, Adz-Dzahabi, Al-Bulqini dan lain-lain. 38)