SHALAT DI MASJID TERDEKAT ATAU YANG JAUH?
Sebagian orang berpendapat, shalat berjamaah di masjid yang dekat dengan tempat tinggal, itu lebih baik daripada shalat di masjid yang jauh dari tempat tinggal. Pendapat mereka berdasarkan dalil berikut ini.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
ليصل أحدكم في المسجد الذي يليه ، ولا يتبع المساجد
Hendaklah kalian shalat di masjid yang ada di sekitarnya, jangan mencari-cari masjid (lain). (HR. Ibnu Hibban).
Menurut Syekh Utsaimin rahimahullah, hadits ini masih diperselisihkan keshahihannya. Karena dahulu sebagian sahabat, mereka lebih memilih shalat di belakang Nabi shallallahu alaihi wa sallam di masjid Nabawi daripada shalat di masjid yang dekat dengan rumahnya.
Syekh Utsaimin rahimahullah ditanya,
أريد صحة حديث ( ليصل أحدكم في المسجد الذي يليه ، ولا يتبع المساجد ) . وماذا نقول للذي يتتبع المساجد ليخشع في الصلاة وأقرب لحضور القلب دون أن يفوت صلاة العشاء ؟
Saya ingin (mengetahui) status hadits,
”Hendaklah kalian shalat di masjid yang ada di sekitarnya, jangan mencari-cari masjid (lain).”
Dan apa yang kita katakan dengan orang-orang yang mencari-cari masjid (di tempat lain) agar khusyu dalam shalat dan lebih meresap di hati tanpa terlewatkan shalat Isya?
Beliau menjawab,
"هذا الحديث فيما أعرفه مُختلف في صحته ، وعلى تقدير ثبوته فإنه يحمل على ما إذا كان في ذلك تفريق للمصلين عن المسجد الذي حولهم ، وإلا فمن المعلوم أن الصحابة رضي الله عنهم كانوا يرتادون المسجد النبوي ليصلوا خلف النبي صلى الله عليه وسلم ، بل كان معاذ رضي الله عنه يصلي مع النبي صلى الله عليه وسلم صلاة العشاء الآخرة ، ثم يرجع إلى قومه فيصلي بهم ، مع تأخر الزمن .
Hadits ini sepengetahuan saya masih diperselisihkan keshahihannya. Kalau kita angggap hadits ini sah, maka hadits difahami jika dia melakukan itu berdampak pada perpecahan di tengah masyarakat yang shalat di sekitarnya. Kalau tidak, sebagaimana diketahui bahwa para shahabat radhiallahu’anhum, sering berangkat ke Masjid Nabawi untuk shalat di belakang Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan Mu’ad radhiallahu ‘anhu menunaikan shalat isya terakhir bersama Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau pulang ke kaumnya dan shalat menjadi Imam bersama mereka, meskipun waktunya menjadi agak terlambat.
وارتياد الإنسان المسجد من أجل حسن القراءة ، واستعانته بحسن قراءة إمامه على القيام لا بأس به ، اللهم إلا إذا خشي من ذلك فتنة ، أو خشي من ذلك إهانة للإمام الذي حوله ، مثل أن يكون هذا الرجل من كبراء القوم ، وانصرافه عن مسجده إلى مسجد آخر يكون فيه شيء من القدح في الإمام ، فهنا قد نقول : إنه ينبغي أن يراعي هذه المفسدة فيتجنبها" انتهى .
والله أعلم .
"مجموع فتاوى الشيخ ابن عثيمين" (14/241-242) ."
Berangkatnya seseorang ke masjid karena (sang imam) bagus bacaannya, dan dengan bacaan imam tersebut membantunya menunaikan qiyam, hal itu tidak mengapa. Kecuali kalau hal itu dikhawatirkan timbul fitnah atau kekhawatiran hal itu menghina imam yang ada disekitarnya. Misalnya, apabila seseorang di kenal sebagai tokoh, yang kalau meninggalkan masjidnya dan pergi ke masjid lainnya, akan timbul kesan pelecehan kepada Imam. Kondisi seperti ini kita katakan: “Hendaklah dia mempertimbangkan mafsadah (keburukan ini) dan dia hindari. Majmu Fatawa Asy Syekh Utsaimin (14/241-242).
Shalat di masjid yang terdekat memang lebih baik, kalau imamnya tidak jatuh kepada kesyirikan, bacaannya bagus, shalatnya tidak ngebut, tidak banyak berbuat bid'ah dalam shalatnya dan yang semisalnya. Tetapi kalau imamnya pelaku kesyirikan, bacaannya salah-salah, terutama bacaan al-fatihahnya yang merubah makna, shalatnya tidak thumaninah, kainnya sampai menyentuh lantai dan banyak melakukan bid'ah, maka shalat di masjid lain yang lebih jauh dari tempat tinggalnya itu lebih baik.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:
هل يجوز للمصلي في يوم الجمعة أن يترك المسجد الموجود في منطقته ويذهب إلى مسجد آخر بعيد المسافة ، وذلك لكون الخطيب لديه اطلاع واسع. وجيد الإلقاء ؟
Apakah dibolehkan bagi seorang yang shalat Jumat meninggalkan masjid di daerahnya dan pergi ke masjid yang lebih jauh, karena khatib di sana lebih berilmu dan lebih pandai bicara.
Beliau menjawab,
"الأحسن أن يصلي أهل الحي في مسجدهم للتعارف والتآلف بينهم ، وتشجيع بعضهم بعضاً ، فإذا ذهب أحد إلى مسجد آخر لمصلحة دينية كتحصيل علم ، أو استماع إلى خطبة تكون أشد تأثيراً ، وأكثر علماً فإن هذا لا بأس به ، وكان الصحابة رضي الله عنهم يصلون مع النبي صلى الله عليه وسلم ، في مسجده لإدراك فضل الإمام ، وفضل المسجد ، ثم يذهبون ليصلوا في حيِهم ، كما كان يفعل معاذ رضي الله عنه في عهد النبي صلى الله عليه وسلم ، وهو يعلم ، ولم ينكره الرسول صلى الله عليه وسلم" انتهى من "فتاوى إسلامية""
Lebih baik bagi penduduk suatu daerah untuk shalat di masjid mereka sendiri, agar mereka dapat saling mengenal, menjalin silaturahmi, dan saling menguatkan. Akan tetapi, jika seseorang pergi ke masjid lain untuk kepentingan agama, seperti menuntut ilmu atau mendengarkan khutbah yang lebih bermanfaat dan menambah ilmu, maka hal itu tidak mengapa. Para sahabat biasa shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjidnya, karena keutamaan imam dan keutamaan masjid, maka mereka shalat di masjid setempat, sebagaimana yang dilakukan Mu’adz shallallahu ‘alaihi wa sallam di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui hal itu, tetapi tidak menegurnya. (Fataawa Islamiyyah).
Disebutkan dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal Ifta :
فإذا كان الإمام يسدل في صلاته ويديم القنوت في صلاة الصبح على ما ذكر في السؤال نصحه أهل العلم وأرشدوه إلى العمل بالسنة ، فإن استجاب فالحمد لله ، وإن أبى وسهلت صلاة الجماعة وراء غيره صُلِّيَ خلف غيره محافظةً على السنة ، وإن لم يسهل ذلك صُلِّيَ وراءه حرصاً على الجماعة ، والصلاةُ صحيحةٌ على كل حال .
Apabila Imam melakukan sadl (diantara maknanya menjulurkan pakaian hingga menyentuh tanah) dalam shalatnya dan terus-menerus melakukan qunut di shalat subuh sebagaimana yang ditanyakan dalam pertanyaan maka orang yang berilmu menasehatinya dan menjelaskannya
kepada amalan yang sesuai sunnah. Jika dia menerima maka Alhamdulillah dan seandainya dia mengabaikan (ia yang menanggung kesalahannya) dan jika memungkinkan untuk salat jamaah di belakang selainnya maka sholat dibelakang selainnya lebih sesuai sunnah. Dan jika tidak memungkinkan, maka shalat di belakangnya sebagai bentuk semangat menegakkan sholat jamaah dan shalatnya sah -‘ala kulli haal-“.(Fatwa Lajnah Daimah 366/7)."
AFM
Copas dari berbagai sumber