Sabtu, 31 Mei 2025

Status Anak di Luar Nikah

[ Status Anak di Luar Nikah ]

Beberapa kali mendapatkan pertanyaan serupa. Kasus terakhir ini cukup miris. Si istri baru tahu bahwa ia anak di luar nikah, ia pun ragu akan status pernikahannya karena yang menikahkannya ialah bapak biologisnya. Tragisnya, kondisi istri tersebut juga menikah dalam kondisi hamil anak di luar nikah.

Yang perlu didudukkan di awal adalah, membahas ragam pendapat dalam masalah ini bukan berarti meninjau ulang besarnya dosa zina. Zina tetaplah dosa besar, banyak riwayat menempatkan dosa zina sebagai dosa terbesar ketiga setelah menyekutukan Allah dan membunuh jiwa tanpa hak. 

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ 

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik" (QS. An Nuur : 3)

Sebagian ulama mengambil faidah dari ayat di atas tentang disandingkannya dosa syirik dengan dosa zina. 

فالزنا يُعتبر انتهاكًا للقيم الأخلاقية والدينية، مثلما يُعد الشرك انتهاكًا لحق الله في التوحيد والعبادة. التشبيه بالشرك يُبرز أثر الزنا في تدمير النقاء الإيماني وفساد الضمير، حيث أن كلاهما يُضعف الإيمان ويقود إلى الانحراف عن الطريق المستقيم

"Perzinahan dianggap sebagai pelanggaran nilai-nilai moral dan agama, sebagaimana syirik merupakan pelanggaran terhadap hak Allah untuk diesakan dalam ibadah. Analogi dengan syirik menekankan dampak perzinaan dalam menghancurkan kemurnian iman dan merusak hati nurani, sebab keduanya melemahkan iman dan menjerumuskan pada penyimpangan dari jalan yang lurus."

Para ulama memandang status anak yang lahir di luar nikah dalam beberapa pendapat. Dalam IslamQA disebutkan,

أن المرأة إذا كانت فراشا ، أي متزوجة ، وأتت بولد بعد ستة أشهر من زواجها ، فإنه ينسب إلى الزوج ، ولا ينتفي عنه إلا بملاعنته لزوجته . ولو ادعى رجل أنه زنى بالمرأة وأن هذا ابنه من الزنا ، لم يلتفت إليه بالإجماع، وذلك لقول النبي صلى الله عليه وسلم : " الولد للفراش وللعاهر الحجر" رواه البخاري

Jika seorang perempuan statusnya sebagai firasy (maaf : kasur alias bersuami), kemudian melahirkan seorang anak setelah enam bulan (dihitung dari akad nikah -pen), maka anak itu nasab ke suaminya dan tidak dapat dicabut darinya, kecuali dengan cara meli'an istrinya. Jika seorang laki-laki lain kemudian datang dan mengaku telah berzina dengan perempuan tersebut dan mengatakan bahwa anak itu adalah anaknya hasil zina, maka tidak perlu diperhatikan perkataan orang tersebut berdasarkan ijma’, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Anak itu adalah bagian dari tempat tidur, sedangkan pelaku zina harus dirajam dengan batu.” (HR Al-Bukhari)

Beberapa ulama menilai pendapat ini adalah ijma', seperti Ibnu Qudamah.

Perbedaan pendapat yang cukup tajam adalah jika anak tersebut lahir di luar nikah dalam kondisi ibunya bukan istri dari siapapun alias bukan sebagai firasy. 

ذهب جمهور العلماء إلى أنه لا ينسب إليه.

ونقل عن الحسن وابن سيرين وعروة والنخعي وإسحاق وسليمان بن يسار ، أنه ينسب إليه .

واختار هذا القول شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله

"Mayoritas ulama berpendapat bahwa hal itu tidak dapat dinasabkan ke bapak biologisnya (dinasabkan ke ibunya -pen).

Diriwayatkan dari Al-Hasan, Ibnu Sirin, Urwah, An-Nakha’i, Ishaq, dan Sulaiman bin Yasar bahwa anak itu dapat dinasab kepada bapak biologisnya. Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, rahimahullah.

Hukum di Indonesia melalui Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 251 juga mengatur bahwa anak yang sah adalah setiap anak yang lahir minimal seratus delapan puluh hari setelah pernikahan alias enam bulan.

Dengan demikian kasus di atas bila Anda membawa ke KUA untuk akad ulang maka penghulu akan mengecek terlebih dahulu tanggal berapa si anak lahir dan tanggal berapa akad nikahnya berlangsung. Bila lebih dari 180 hari maka KUA tidak dapat memfasilitasi akad ulang karena melanggar undang-undang (dan ijma' ulama dalam hal ini). Wallahu a'lam, semoga Allah Ta'ala beri taufiq dan hindarkan anak cucu keturunan kita dan kaum muslimin seluruhnya dari dosa zina dan dosa keji lainnya. Aamiin.
Ustadz yhouga pratama

Hasad (iri dengki), pada hakikatnya adalah bentuk permusuhan terhadap Allah.Karena orang yang hasad membenci nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya,padahal Allah justru mencintai pemberian itu.”

Allah Memberi, Kamu Membenci?

Ibn al-Qayyim رحمه الله berkata:

الحسد، في الحقيقة نوع من معاداة الله، فإنه يكره نعمة الله على عبده، وقد أحبها الله.

“Hasad (iri dengki), pada hakikatnya adalah bentuk permusuhan terhadap Allah.
Karena orang yang hasad membenci nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya,
padahal Allah justru mencintai pemberian itu.”

Badā’i‘ al-Fawā’id, 1/158
Ustadz gigih nugraha

Jumat, 30 Mei 2025

Antara Asy'ariyah dan Salafiyah di Maghrib

*-بين الأشعرية والسلفية في المغرب

يقول ابن القاضي المكناسي في ترجمة أبي عمرو عثمان #السلالجي القيسي الفاسي #الأشعري :

" ورتبته كرتبة أبي المعالي في العلم وهو منقذ أهل #فاس من #التجسيم! ".

[ جذوة الاقتباس] ٤٥٨

#قلت :رحم الله أجدادنا المغاربة  #المجسمة! وقبح الله من يطعن في دين أجداده وسلفه ويتهمهم بهذه التهمة الكاذبة،  وهم من خيار هذه الأمة التي لا تجتمع على ضلالة وقد كان فيهم العلماء والصلحاء والأمراء من أهل التقوى والجهاد والفتوحات الإسلامية ، وقد اعتمد الدجال ابن #تومرت_الأشعري وأتباعه على مثل هذه التهمة لاستحلال دماء المغاربة ممن درج على اعتقاد مالك وأئمة السلف.

قال ابن عذارى المراكشي :

" ورحل عبد المؤمن بعساكره حتى وصل قريبا من مراكش فخرج إليه جمع من #لمتونة لكن قذف الله في قلوبهم الرعب ومروا لائذين بسورهم بعدما قتل منهم خلق كثير.. فتبعهم #الموحدون ! فأدركوهم وقتلوهم #قتلا_ذريعا
وغنموا! لهم من الجمال عددا كثيرا...

[فقال] عبد المؤمن :
هو  الفتح  لا يجلو  غرائبه  الشرح
أصاب بني #التجسيم  من يأسه ترح

[ البيان المغرب] ١٠٤

يقول ابن خلدون  متكلما عن موقف فقهاء #المرابطين من السفاح ابن تومرت #الأشعري :

"  وكانوا مُلئوا منه حسدا وحفيظة لمَّا كان ينتحل مذهب الأشعريّة في تأويل المتشابه وينكر عليهم جمودهم على مذهب السلف في إقراره كما جاء ".

( تاريخ ابن خلدون) ٦/٣٠٣

وما أحسن هذا الجمود إذ هو اعتقاد مالك والسلف الصالح. 

فهؤلاء هم  #الخوارج الذين غيروا عقيدة المغاربة السلفية المالكية بعقيدة الفلاسفة وكفروا أسلافهم وقتّلوهم وأحدثوا وابتدعوا في الدين ما ليس منه، ولا شك أن كل من يدندن حول اتهام المغاربة بالتجسيم هو من هؤلاء المبتدعة الخوارج قطع الله دابرهم. 

كتبه : أبو الوليد المغربي

https://www.facebook.com/share/p/1PPBEcmETn/

Sebuah catatan sejarah berdarah

Antara Asy'ariyah dan Salafiyah di Maghrib

Ibnu al-Qadhi al-Makhnasi berkata dalam biografi Abu ‘Amr ‘Utsman as-Sallalaji al-Qaisi al-Fasi al-Asy’ari:

“Kedudukannya dalam ilmu seperti kedudukan Abu al-Ma‘ali, dan dialah penyelamat penduduk Fes dari paham tajsim (penyerupaan Allah dengan makhluk)!”

(Jadzwat al-Iqtibas, hal. 458)

Saya (penulis) berkata: Semoga Allah merahmati para leluhur kami di Maghrib –  para "mujassimah" (orang-orang yang menisbahkan sifat jasad pada Allah)! Semoga Allah memburukkan orang yang mencela agama para leluhurnya dan para salafnya, serta menuduh mereka dengan tuduhan dusta ini. Padahal mereka adalah di antara sebaik-baik umat ini, yang tidak akan berkumpul di atas kesesatan. Di antara mereka terdapat para ulama, orang-orang saleh, para pemimpin yang bertakwa, berjihad, dan menaklukkan wilayah dalam Islam. Tuduhan seperti ini telah dijadikan dalih oleh Dajjal Ibnu Tûmert al-Asy’ari dan para pengikutnya untuk menghalalkan darah kaum Maghribi yang menganut keyakinan Imam Malik dan para imam salaf.

Ibnu ‘Idhârî al-Marrâkushî mengatakan:

“Abdul Mu’min berangkat bersama pasukannya hingga tiba dekat Marrakesh. Maka keluarlah sekelompok dari Lamtûnah (kaum bermazhab Maliki) menyongsongnya. Namun Allah timpakan rasa takut ke dalam hati mereka, lalu mereka kabur dan berlindung ke dalam benteng mereka setelah banyak dari mereka terbunuh... Maka kaum Muwahhidûn (pengikut Ibnu Tûmert) mengejar mereka, menyusul mereka, dan membunuh mereka dengan pembantaian dahsyat. Mereka juga merampas unta dalam jumlah sangat banyak...

Lalu Abdul Mu’min berkata:

“Inilah kemenangan yang keajaibannya tak bisa dijelaskan,
Menimpa Bani Tajsim dengan penderitaan dan kehancuran.”

(al-Bayân al-Maghrib, hal. 104)

Ibnu Khaldun juga berkata mengenai sikap para fuqaha Murâbithûn (Dinasti Almoravid) terhadap sang pembantai Ibnu Tûmert al-Asy’ari:

“Mereka (fuqaha) sangat marah dan dengki terhadapnya, karena ia menganut mazhab Asy’ariyah dalam menakwil ayat-ayat mutasyabihat dan mengingkari mereka yang tetap berpegang teguh pada mazhab salaf dalam menetapkan (sifat-sifat Allah) sebagaimana datangnya.”

(Târîkh Ibnu Khaldûn, 6/303)

Betapa baiknya keteguhan mereka pada jalan salaf itu, karena itulah akidah Imam Malik dan salafus saleh.

Merekalah para khawarij yang telah mengubah akidah kaum Maghribi dari Salafiyah Malikiyah menjadi akidah filsuf, mengkafirkan leluhur mereka, membunuh mereka, membuat-buat perkara baru dalam agama yang bukan darinya. Tidak diragukan bahwa siapa saja yang terus-menerus menuduh kaum Maghribi sebagai mujassimah, maka ia adalah bagian dari para ahli bid’ah khawarij ini. Semoga Allah memutuskan akar mereka!

Ditulis oleh: Abu al-Walid al-Maghribi
Ustadz noor akhmad setiawan
https://www.facebook.com/1047101720/posts/pfbid05PV6kfwGpHvNUygwkpgJEUutgjcTUcmWXreF8WJ8BVkvy7qAJBK8kDUZNh1SB5wsl/?mibextid=RtaFA8

Jika banyak golongan-golongan (hizbiyyah)?

Kedua puluh satu: Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah berkata, "Jika banyak golongan-golongan (hizbiyyah), maka jangalah mengikuti hizbi yang ada. Dahulu sudah muncul banyak golongan seperti Khawarij, Muktazilah, Jahmiyyah, dan Rafidhah. Kemudian belakangan ini ada berbagai golongan seperti salafiyyun, tablighiyyun, dan semacamnya. Ini semua kelompok-kelompok, jadikanlah yang kamu ikuti adalah sunnah nabi shallallahu alaihi wa salam "Hendaklah berpegang pada ajaranku dan ajaran shallallahu 'alaihi wa sallam katakan, rosyidin. Tidak ragu lagi bahwa wajib bagı kaum muslimin mengikuti madzhab salaf, kita tidak disuruh mengikuti kelompok yang namanya salafiyyun. Wajib bagi umat Islam mengikuti madzhab salafush shalih, bukan mengikuti kelompok salafiyyun. Namun para ikhwah salafiyyun lebih dekat pada kebenaran. Akan tetapi, masalah mereka adalah sama dengan yang lainnya, mereka saling sesatkan dan saling memfasikkan. Kami tidak salahkan mereka jika mereka berada di atas kebenaran. Akan tetapi, yang kami ingkari adalah cara mereka mengoreksi dengan cara seperti itu. Wajib bagi kita untuk menyatukan pemimpin tiap-tiap kelompok ini.

Lalu kita suruh untuk mengikuti Alquran dan sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. Kita berhukum kepada keduanya bukan kembali pada hawa nafsu, bukan berhukum pada fulan atau fulan. Setiap orang bisa benar atau salah, selama masih berada di atas ilmu dan ibadah. Akan tetapi yang maksum adalah dinul Islam" (Syarh Al-Arba'in An-Nawawiyyah, hlm. 308-309)
Diambil dari web Rumaysho.com 
Ustadz Dr muhammad abduh tuasikal 

Istilah Haji Akbar

Istilah Haji Akbar

“Haji akbar tahun ini gagal, Saudi umumkan Idul Adha hari Jum’at, wukuf hari Kamis”.

Demikian kata sebagian netizen. Karena beredar di tengah orang awam bahwa istilah “haji akbar” adalah ketika wukuf di Arafah bertepatan dengan hari Jum’at. Ini salah kaprah dan keyakinan yang tidak benar.

Istilah “haji akbar” disebutkan dalam Al Qur’an. Allah ta’ala berfirman:

وَأَذَانٌ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ۙ وَرَسُولُهُ ۚ فَإِن تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ ۗ وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُوا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

“Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At Taubah: 3). 

Apa makna “hari haji akbar” pada ayat ini? 

- Sebagian ulama mengatakan, bahwa maksudnya adalah hari Arafah. Ini tafsiran Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin az-Zubair, Abdullah bin Abbas, Thawus, Sa’id bin Musayyab, Mujahid, bahkan ternukil ijma sahabat atas tafsiran ini.
- Sebagian ulama mengataan, bahwa maksudnya adalah hari Idul Adha. Ini tafsiran Ali bin Abi Thalib dalam riwayat lain, Abdullah bin Abi Aufa, Abdullah bin Sinan, Al Mughirah bin Syu’bah, Sa’id bin Jubair, Qais bin Ubadah, Abdullah bin Syaddad, Mujahid dalam riwayat lain, Muhammad bin ‘Ali dan para salaf lainnya.
- Sebagian ulama mengataan, bahwa maksudnya adalah seluruh hari-hari dalam ibadah haji. Ini pendapat Sufyan ats-Tsauri dan juga Mujahid dalam riwayat lain.

Pendapat yang dikuatkan oleh Imam ath-Thabari adalah pendapat kedua. Karena terdapat beberapa hadits yang menegaskan hal ini. Di antaranya adalah hadits Abdullah bin Umar radahiallahu’anhuma, beliau berkata:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم وقف يوم النحر في الحجة التي حج فيها فقال : ( أي يوم هذا ؟ ) فقالوا : يوم النحر ، فقال : ( هذا يوم الحج الأكبر ) 

“Rasulullah Shallallah’alaihi Wasallam berdiri pada hari Idul Adha di saat ibadah haji yang beliau kerjakan, lalu beliau bersabda: “Hari apakah ini?” Para sahabat menjawab: “Ini hari Nahr (Idul Adha)”. Beliau lalu bersabda: “Ini adalah hari Haji Akbar” (HR. Abu Daud no.1945, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
  
‘Ala kulli hal, dari tiga pendapat di atas tentang makna “hari haji akbar” maka kita bisa dapati satu kepastian bahwa istilah “haji akbar” itu maknanya adalah ibadah haji itu sendiri. Ibadah haji itulah haji akbar.
 
Kenapa ibadah haji disebut sebagai haji akbar (haji besar)? Untuk membedakannya dengan ibadah umroh yang merupakan haji ashghor (haji kecil). 

An Nawawi rahimahullah mengatakan:

قال العلماء وقيل الحج الأكبر للاحتراز من الحج الأصغر وهو العمرة

"Para ulama berkata: Disebut sebagai 'Haji Akbar' untuk membedakannya dari 'Haji Asghar', yaitu umrah" (Syarah Shahih Muslim, 9/116).

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan:

واختلف في المراد بالحج الأصغر، فالجمهور على أنه العمرة، وقيل الحج الأصغر يوم عرفة والحج الأكبر يوم النحر، لأن فيه تكتمل بقية المناسك

"Para ulama berbeda pendapat mengenai makna dari 'haji ashghar' (haji kecil). Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan haji kecil adalah umrah. Ada juga yang berpendapat bahwa haji kecil adalah hari Arafah, sedangkan haji besar adalah hari Nahr (Idul Adha), karena pada hari itu seluruh rangkaian ibadah haji telah disempurnakan" (Fathul Bari, 8/321).

Adapun keyakinan bahwa istilah haji akbar adalah wukuf di Arafah yang jatuh pada hari Jum’at, ini tidak ada asalnya, sehingga merupakan khurafat. Al Mubarakfuri rahimahullah mengatakan:

تنبيه قد اشتهر بين العوام أن يوم عرفة إذا وافق يوم الجمعة كان الحج حجاً أكبر ولا أصل له

“Perlu diperhatikan bahwa telah masyhur di kalangan orang awam bahwa hari Arafah jika bertepatan dengan harii Jum’at maka itu adalah haji akbar. Ini keyakinan yang tidak ada asalnya” (Tuhfatul Ahwadzi, 4/28). 

Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik.

Fawaid Kangaswad | https://lynk.id/kangaswad

Aku (Fahd As-Sunaid) bertanya kepada Syaikhuna, Ibnu Utsaimin:"Apakah boleh kita mengatakan kepada seseorang yang mengenakan pakaian yang pendek hingga pertengahan betisnya: Itu adalah pakaian syuhrah?"

Tarekat Naqsyabandiyah di Lapangan

Tarekat Naqsyabandiyah di Lapangan

Penulis menanyakan kepada pelaku tarekat Naqsyabandiyah bahkan yang telah mencapai tingkat 'guru mursyid' atau mencapai tingkat muroqobah, apa amalan atau wirid harian bagi pengikut tarekat Naqsyabandiyah yang telah mencapai tingkat puncak yaitu muroqobah itu?

36) Ibid, hal. 348.

Jawaban yang diperoleh adalah membaca lafazh "Alloh" sekian ribu kali, membaca La ilaha illallôh sekian ribu kali, dan membaca kalimat Lâ maujûd illallôh (tidak ada wujud kecuali Alloh), sekian ribu kali.

Bacaan-bacaan itu dirasakan atau ditujukan di dada kanan sekian ribu kali, dada kiri sekian ribu kali dan seterusnya.

Penulis katakan, kalimat Lâ maujûd illallôh itu sangat bertentang-an dengan Islam. Tidak ada wujud selain Alloh, itu adalah kepercayaan bahwa semuanya ini adalah Alloh, alam ini Alloh, diri kita ini Alloh. Itu adalah kepercayaan yang sangat bertentangan dengan Islam. Orang yang berkeyakinan seperti itu di antaranya adalah tokoh sufi Husain bin Manshur Al-Hallaj yang berpaham ittihad (menyatu dengan Tuhan) yang sudah dihukum bunuh di jembatan Baghdad oleh para ulama pada tahun 309 H/922 M.37) Demikian pula paham itu sama dengan paham Wihdatul Wujud (satunya wujud, yaitu semua ini Alloh) yang menghasilkan wihdatul adyan (kesatuan agama, tauhid maupun syirik). Karena penyembah patung pun dianggap sebagai penyembah Alloh, karena patung dianggap sebagai perwujudan Alloh. Kepercayaan batil itu ditokohi oleh Ibnu 'Arobi (560-638 H/1165-1240 M) yang telah dikafirkan oleh 37 ulama di antaranya Ibnu Hajar Al-'Asqolani, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, 'Izzuddin Ibnu 'Abdis Salam, An-Nawawi, Adz-Dzahabi, Al-Bulqini dan lain-lain. 38)

kewajiban seorang istri terhadap suami

mendengarkan, patuh, tunduk, tidak membantah, dan taat kepada suami selama dlm kebaikan bukanlah perkara mudah bagi wanita, sang istri harus menekan dan menurunkan egonya, mengalah meski merasa benar dan tidak salah, oleh karenanya ganjaran dan pahala nya pun tidak main - main : bebas masuk surga dari pintu mana saja yang dikehendaki nya

Hendaknya para istri selalu mengingat hadits ini dan menjadikannya pedoman dalam hidup berumah tangga,  saat merasa akan ada percikan2 api konflik antara suami dan istri, ingat lah hadits ini, meski anda merasa benar, mengalahlah, demi mndpt ganjaran surga

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertutur,

“إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.

“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh albani)
ustadz lutfi setiawan

Terlalu membatasi diri hanya pada amal fardhu (wajib) dan meninggalkan amalan sunnah (tathawwu') akan mengantarkan seseorang kepada sikap malas, dan tidak semangat dalam beribadah

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:  

 "ﻣﻼﺯﻣﺔ اﻻﻗﺘﺼﺎﺭ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﺮاﺋﺾ ﻭﺗﺮﻙ اﻟﺘﻨﻔﻞ، ﻳﻔﻀﻲ ﺇﻟﻰ ﺇﻳﺜﺎﺭ اﻟﺒﻄﺎلة، ﻭﻋﺪﻡ اﻟﻨﺸﺎﻁ ﺇﻟﻰ اﻟﻌﺒﺎﺩﺓ"
 
"Terlalu membatasi diri hanya pada amal fardhu (wajib) dan meninggalkan amalan sunnah (tathawwu') akan mengantarkan seseorang kepada sikap malas, dan tidak semangat dalam beribadah."
فتح الباري شرح صحيح البخاري لابن حجر 8 / 106 .
Ustadz nurhadi nugroho

"Janganlah engkau kepedean dengan banyaknya amalan, karena engkau tidak tahu apakah amalan tersebut diterima atau tidak

al-Imam Ibnu 'Aun رحمه اللّه berkata :
"Janganlah engkau kepedean dengan banyaknya amalan, karena engkau tidak tahu apakah amalan tersebut diterima atau tidak." (at-Taubah Lii Ibni Abi ad-Dunya, 73)
ustadz noviryardi amarullah

Kamis, 29 Mei 2025

siapa yg sedikit jujurnya

Empat perka akan mendatangkan rizqi

Al-Imâm Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:

"Empat perka akan mendatangkan rizqi:
1. Qiyâmul lail
2. Banyak beristighfâr di waktu sahur
3. Bersungguh-sungguh dalam bershadaqah 
4. Dzikir di permulaan siang dan akhirnya."

[Zâdul Ma'âd 4/378]

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah.

Pakaian ketaqwaan

𝐀𝐍𝐓𝐀𝐑𝐀 𝐑𝐈𝐖𝐀𝐘𝐀𝐇 𝐝𝐚𝐧 𝐃𝐈𝐑𝐀𝐘𝐀𝐇

𝐀𝐍𝐓𝐀𝐑𝐀 𝐑𝐈𝐖𝐀𝐘𝐀𝐇 𝐝𝐚𝐧 𝐃𝐈𝐑𝐀𝐘𝐀𝐇

Keduanya sama-sama penting bagi penuntut ilmu, namun sisi dirayah harus mendapat prioritas lebih.
Inilah yang yang dicontohkan oleh para salaf dahulu, sebagaimana kisah Imam ahmad saat berada di Mekkah, beliau lebih memilih menghadiri majelis Imam Asy-Syafi’iy daripada majelis Imam Sufyan bin Uyainah, yang lebih tinggi dari sanad haditsnya. Sehingga salah satu sahabat beliau memberi kritikan terkait hal ini, namun Imam Ahmad membalas : 

: اسكت فإن فاتك حديث بعلو تجده بنزول فلا يضرك في دينك ولا في عقلك أو فقهك، وإن فاتك عقل هذا الفتى أخاف ألا تجده إلى يوم القيامة، ما رأيت أحداً أفقه في كتاب الله تعالى من هذا الفتى القرشي

“𝑫𝒊𝒂𝒎𝒍𝒂𝒉, 𝒔𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖𝒉 𝒂𝒑𝒂𝒃𝒊𝒍𝒂 𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖 𝒕𝒆𝒓𝒍𝒖𝒑𝒖𝒕 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒉𝒂𝒅𝒊𝒕𝒔 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒏𝒂𝒅 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊, 𝒌𝒂𝒖 𝒎𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒏𝒂𝒅 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒓𝒆𝒏𝒅𝒂𝒉, 𝒏𝒂𝒎𝒖𝒏 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖 𝒕𝒆𝒓𝒍𝒖𝒑𝒖𝒕 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒂𝒌𝒂𝒍 (𝒊𝒍𝒎𝒖 𝒅𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒎𝒂𝒉𝒂𝒎𝒂𝒏) 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒊𝒏𝒊 (𝒚𝒂𝒌𝒏𝒊 𝑨𝒔𝒚-𝑺𝒚𝒂𝒇𝒊’𝒊) 𝒂𝒌𝒖 𝒌𝒉𝒂𝒘𝒂𝒕𝒊𝒓 𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒖𝒎𝒑𝒂𝒊𝒏𝒚𝒂 𝒍𝒂𝒈𝒊, 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈𝒑𝒖𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒑𝒂𝒉𝒂𝒎 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝑨𝒍-𝑸𝒖𝒓𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉𝒊 𝒍𝒆𝒍𝒂𝒌𝒊 𝒊𝒏𝒊"

hukum bermakmum kepada imam yg beda niat

faidah mengetahui khilaf ulama dan sebabnya serta perbedaan penuntut ilmu pemula dan lanjutan dalam menyikapinya

Faidah berharga dari Prof.Dr. Abdussalam Asy-Syuwai'ir -ℎ𝑎𝑓𝑖𝑑ℎ𝑎ℎ𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ-

"Sesungguhnya seseorang jika mengetahui sebab terjadinya khilaf di kalangan ulama, maka ia akan memberikan udzur jika ada yang keliru dari mereka.
Dari sini engkau akan jumpai perbedaan antara pelajar yang mutqin, dan pelajar yang masih pemula.

Seseorang bila semakin bertambah ilmu dan pemahamannya, dan semakin banyak menelaah al-kitab dan as-sunnah, dan membaca penjelasan ulama tentang keduanya, serta metodologi istimbath mereka terhadap al-kitab dan as-sunnah, maka ia akan banyak memberi udzur pada ahli ilmu, oleh karenanya : "𝐬𝐞𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐤𝐢𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡 𝐢𝐥𝐦𝐮𝐧𝐲𝐚, 𝐦𝐚𝐤𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐤𝐢𝐧 𝐬𝐞𝐝𝐢𝐤𝐢𝐭 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 (𝐭𝐞𝐫𝐡𝐚𝐝𝐚𝐩 𝐩𝐞𝐫𝐤𝐚𝐫𝐚 𝐤𝐡𝐢𝐥𝐚𝐟𝐢𝐲𝐲𝐚𝐡 𝐢𝐣𝐭𝐢𝐡𝐚𝐝𝐢𝐲𝐲𝐚𝐡)", hal ini karena ia tahu bahwasanya seorang ahli ilmu tidaklah mengatakan sebuah pendapat, kecuali berlandaskan sebab dan tinjauan, yang menjadikannya memilih pendapat tersebut.

Adapun penuntut ilmu pemula, maka umumnya ia kan mengingkari seluruh perkara yang tidak ia ketahui..........."

[ 𝑺𝒚𝒂𝒓𝒉 𝑹𝒂𝒇'𝒖𝒍 𝑴𝒂𝒍𝒂𝒎 𝑨𝒏𝒊𝒍-𝑨'𝒊𝒎𝒎𝒂𝒕𝒊𝒍-𝑨'𝒍𝒂𝒎 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂 𝑺𝒚𝒂𝒊𝒌𝒉𝒖𝒍-𝑰𝒔𝒍𝒂𝒎 𝑰𝒃𝒏𝒖 𝑻𝒂𝒊𝒎𝒊𝒚𝒚𝒂𝒉, hal.12]
Ustadz fandy abu syarifah