Kamis, 26 September 2024

Hukum Shalat Jama'ah

Dalam kolom berbalas komentar, menyinggung permasalahan Hukum Shalat Jama'ah yang dihukumi Wajib dan menjadi Ushul untuk tegaknya kembali Izzah Muslimin.

Maka saya mengomentari demikian dan saya posting sebagai bagian dari belajar saya, apabila ada kebaikannya agar bermanfaat bagi banyak orang, dan jika ada kekeliruannya, agar saya bisa memperbaiki.

Saya katakan, 

Fulan bin fulan baiklah, dengan memohon pertolongan Allah saya jelaskan, sehingga sudah gugur kewajiban saya untuk menyampaikan.

Shalat Berjamaah, adalah bagian dari syariat, tidak ada ulama yang mengingkari. Hanya saja, dalam hukum taklifinya, ada perselisihan pendapat.

Dalam Hanafiyah, dihukumi sunnah muakad (Ibnu Najim dalam Bahr Raiq syrh Kanzul Daqoiq, Al Quduri dalam Mukhtashar Al Quduri Bab Sifat sholat pasal ke 2 setelah fardhu shalat).

Dalam Malikiyah, Al Kholil dalam Mukhtashar Khalil menyatakan Jama'ah hanya untuk sholat fardhu. Dalam Mawahibul Jalil syarh Mukhtashar Khalil disebutkan, hukum sholat jama'ah adalah sunnah, ini adalah pendapat mayoritas... Sedangkan Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid mengatakan hukumnya menurut mayoritas adalah sunnah atau fardhu kifayah, sedangkan menurut madzhab Dzahiri hukumnya wajib bagi setiap orang yang mukalaf (Bidayah, cet Baitul Afkar Ad Dauliyah, h 170, cet Darul Alamiyah Mesir, h 146).

Dalam Syafi'yah, Khatib Syarbini dalam Mughni Muhtaj syarah Minhaj mengatakan, Jama'ah pada shalat fardhu atau maktubah selain shalat jum'at adalah sunnah muakad...dikatakan pula hukumnya fardhu kifayah untuk laki-laki...
Sedangkan An Nawawi mengatakan, yang lebih tepat menurut nash2 adalah fardhu kifayah bagi laki-laki merdeka dan mukim...Dan dikatakan fardhu ain apabila terkumpul seluruh syarat pada seseorang tersebut, namun bukankah syarat benarnya shalat... (secara ringkas).

Menurut Hanabilah, Al Mardawi penulis Al Insof, beliau mengatakan, Jama'ah adalah wajib dalam shalat lima waktu bagi setiap laki-laki, tidak ada syarat. Ini adalah pendapat madzhab (mu'tamad Hanabilah), tanpa keraguan, inilah pendapat jumhur ulama Hanabilah, inilah pendapat mayoritasnya... .... ... sedangkan jamaah adalah syarat benarnya shalat ... adalah mufradat (pendapat yang menyelisihi madzhab lain). Pendapat ini dipilih oleh ibnu Abi Musa, Ibnu Uqail dan Syaikh Taqiyuddin (ibnu Taimiyah).

Menurut Dzahiri, berkata Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, tidak sah shalat fardhu seorang laki-laki: yakni apabila seseorang mendengar adzan maka tidaklah ada shalat kecuali bersama imam di masjid, jika menyengaja meninggalkan (jama'ah) bersama imam, maka batal shalatnya. (Al Muhalla, masalah 485, cet Dar Ibnu Hazm, Juz 4, h 442).

Dari sini, seharusnya kita bisa menahan lisan untuk tidak memaksakan sesuatu yang para ulama berselisih. Hal ini pula, memberikan pengertian pada kita bahwa shalat jama'ah adalah perkara furu'. Apabila kita memahami sebagaimana salah satu dari pendapatan ulama atau madzhab tertentu, tidak dibenarkan kemudian memukul rata dan memaksakan pemahaman kita tersebut untuk semuanya.

Shalat berjamaah adalah syiar Islam, bagian dari syariat, namun bukan sendi dasar (ushul) untuk menjadi tolak ukur izzah muslimin.

Bukankah dalam riwayat disebutkan tentang banyaknya kaum muslimin, namun seperti buih di lautan. Musuh-musuh Islam tidak takut dengan banyaknya muslimin, bukan karena mereka tidak shalat, namun karena Al Wahn, muslimin sendiri cinta dunia dan takut mati?

Bukankah nanti di masa akhir, banyak orang yang shalat, namun mereka tidak mengerti apa itu shalat, bahkan mereka ketika ditanya, mereka mengikuti nenek moyangnya saja. Padahal hari itu muslimin waktu itu banyak.
Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah disebutkan, "akan datang pada manusia suatu zaman, dimana mereka shalat jamaah di masjid namun tidak ada satupun dari mereka yang beriman", dikeluarkan juga oleh Al Hakim semisalnya dan berkata : shahih sanadnya dengan syarat syaikhan (Bukhari - Muslim) dan tidak meriwayatkannya, disepakati Adz Dzahabi dalam Talkhis (ithaful Jama'ah..., Hamud At Tuwaijiri, cet Darul Shomi'i, Juz 2, h 68). Allahulmusta'an.

Apa yang saya maksud, sebagaimana dari awal.
Pertama. Janganlah memukul rata hukum wajib untuk shalat jamaah, karena memang para ulama yang lebih alim dari kita berselisih pendapat.
Kedua. Janganlah menjadikan tegaknya shalat jamaah di masjid sebagai tolok ukur kejayaan Islam, karena dalam hukum sebab akibat, shalat jamaah merupakan akibat, bukan sebab. Sedangkan sebabnya adalah tegak kembali aqidah yang benar, tegaknya kembali amar ma'ruf dan nahyi munkar, tegak kembali jihad. Jika itu sudah ditegakkan, maka bagaimanapun mereka memandang hukum shalat jamaah, tentunya jamaah akan ditegakkan dengan sendirinya, tanpa perlu dipaksakan dengan memahami hukum wajibnya.

Demikianlah, akhir dari penjelasan saya, saya tidak akan melanjutkan setelah ini, telah tegak hujjah, dalil dan pendapat ulama, allahua'lam.

#kangstadz #jogjangaji #kajianfiqhjogja #akalsehat #madzhab_hanabilah
Ustadz prasetyo