Kamis, 19 Januari 2023

MADZHAB (Bagian Kedua)

MADZHAB (Bagian Kedua)

[Untuk Bagian Pertama: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2052109775129888&id=100009926563522]

PERTANYAAN: Fadhilatusy Syaikh -hafizhakumullaah-, di sana ada arahan -dari sebagian ikhwan kita yang menisbatkan diri kepada Sunnah-: agar (kita punya) perhatian terhadap kitab-kitab madzhab dalam pembelajaran Fiqih. Maka kami mengharapkan arahan dari anda.

SYAIKH IBRAHIM BIN ‘AMIR AR-RUHAILI -hafizhahullaah- menjawab:

[1]- ‘Ali (bin Abi Thalib) -radhiyallaahu ‘anhu- tatkalah orang-orang Khawarij berbicara: Hukum itu hanya milik Allah; maka beliau berkata:

كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيْدَ بِهَا بَاطِلٌ

“Kalimat yang benar; akan tetapi yang diinginkan darinya adalah kebathilan.”

Terkadang sebagian (perkara) yang tersebar di kalangan manusia: secara lahiriyahnya pada asalnya adalah benar, akan tetapi terkadang yang diinginkan darinya adalah kebathilan.

[2]- Seruan yang ada belakangan ini, yang tersebar di media sosial -dan itu tersebar di banyak tempat-: ajakan kepada madzhab. Dan yang tampak darinya bahwa ada udang di balik batu; yaitu: untuk memalingkan para penuntut ilmu dari ittiba’ kepada dalil & Sunnah, untuk kemudian kembali kepada matan-matan Fiqih, dan mendorong untuk menghafalkan matan-matan tersebut, dengan tidak melihat kepada dalil.

- Tidak diragukan lagi bahwa kalau benar bahwa perkaranya demikian; maka kita harus memperingatkan akan bahayanya perkara ini.

- Adapun jika yang dimaksud dengan bermadzhab adalah: bahwa penuntut ilmu memulai pembelajaran dengan membaca sebuah matan (Fiqih), kemudian setelah itu ia terus belajar dan mendalami ilmu sampai kemudian ia kembali kepada dalil-dalil dan menelitinya: maka, jalan inilah yang ditempuh para ulama zaman sekarang, dan mereka adalah para imam Ahlus Sunnah; di antara mereka ada yang sudah wafat dan ada juga yang masih hidup: mereka semua mengikuti dalil dan mengarahkan para penunut ilmu kepada dalil, mendalami Kitabullah dan Sunnah Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-. Mereka tidaklah mengajak kepada madzhab.

[3]- Walaupun kaum muslimin pada masing-masing negerinya telah tersebar sebuah madzhab dan penduduknya mempelajari madzhab ini; akan tetapi madzhab ada yang bisa diterima darinya dan ada juga yang ditolak. Yang tidak boleh ditolak sama sekali hanyalah dalil.

Maka yang sepantasnya para penuntut ilmu dibina di atasnya adalah: di atas dalil, di atas mempelajari Kitabullah dan Sunnah Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.

[4]- Tidak diragukan lagi bahwa para masyayikh yang mengajar dan menyampaikan ilmu: mereka kembali kepada kitab-kitab Fiqih. Kita sekarang ketika kita menulis dan mengajar: apakah mengambil dari kepala kita sendiri? Justru kita kembali kepada kitab-kitab para ulama. Kalau permasalahannya berkaitan dengan Tafsir; maka dikembalikan kepada kitab-kitab Tafsir, kalau permasalahannya berkaitan dengan kitab-kitab Fiqih; maka dikembalikan kepada para Fuqaha’, dan kalau permasalahannya berkaitan dengan Bahasa Arab; maka dikembalikan kepada kitab-kitab Bahasa Arab.

[5]- Seolah-olah mereka (yang mengajak kepada madzhab) memberikan gambaran kepada manusia bahwa: para ulama telah meninggalkan kitab-kitab Fiqih, sehingga perlu untuk kembali bermadzhab dan mendorong untuk menghafal matan-matan Fiqih yang ditulis pada madzhab tertentu.

Anggapan ini tidak benar. Bahkan para ulama senantiasa  melihat kepada kitab-kitab: kitab-kitab Fiqih, kitab-kitab Tafsir, kitab-kitab Bahasa Arab, dan kitab-kitab Hadits. Kemudian mereka mengarahkan para penuntut ilmu kepada dalil yang rajih menurut mereka. Dan inilah jalan yang benar yang dipraktekkan oleh antum sekalian di Ma’had ini dan di Ma’had-Ma’had Ahlus Sunnah lainnya. Alhamdulillaah. Mereka belajar ilmu dan kembali kepada Masyayikh, tidak meninggalkan kitab-kitab Fiqih sama sekali, tidak meninggalkan madzhab-madzhab Fiqih, dan tidak meninggalkan perkataan para ulama; kita senantiasa mengambil faedah dari mereka.

[6]- Ketika kita merasa dari ajakan (kepada madzhab) ini bahwa ada udang di balik batu; maka kita tidak boleh tertipu. Karena ada Ahli Bid’ah yang ingin memalingkan manusia dari Sunnah dengan seruan: bermadzhab dengan madzhab tertentu. Mereka ingin mengembalikan fanatik madzhab, setelah para penuntut ilmu bersatu di atas Sunnah dan di atas dalil, setelah tersebar di tengah-tengah penuntut ilmu: tahqiq dan ilmu. Alhamdulillah.

Maka mereka ingin mengembalikan para penuntut ilmu (kepada madzhab): engkau di negeri ini maka madzhabnya ini, kami madzhabnya itu, fulan madzhabnya ini. Ini telah memecah belah kaum muslimin para zaman dahulu. Sampai sebagian orang yang fanatik pada sebagian madzhab berfatwa: tidak boleh shalat bermakmum di belakang pengikut madzhab lain.

Maka Allah telah menyelamatkan kita dari fitnah ini. Dan kita berada pada zaman tersebarnya ilmu, tersebarnya dakwah yang diberkahi ini, Dakwah Salafiyyah, yang tegak di atas dalil. Dan hati Ahlus Sunnah di setiap tempat telah bersatu di atas dakwah ini. Tidak ada perpecahan di antara kita; padahal di masing-masing negeri kita: para penduduknya berada pada suatu madzhab, akan tetapi para ulama negeri tersebut tidak fanatik terhadap madzhab tertentu.

Maka sebagian mereka (yang mengajak kepada madzhab) ingin mengembalikan manusia kepada fanatik madzhab. Dan hendaknya kita waspada!

[7]- Intinya: semua yang dikatakan; kita timbang dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.

Niat-niat manusia; maka mereka akan dihisab atasnya:

- Kalau hal ini (ajakan kembali kepada madzhab) adalah dimaksudkan untuk memalingkan manusia dari dalil-dalil menuju kepada kitab-kitab tulisan manusia, kepada anggapan baik dan akal-akal manusia semata, agar para penuntut ilmu menghafal matan-matan dan berpaling dari Al-Qur-an dan As-Sunnah: maka ini meupakan suatu bentuk penyimpangan.

-  Dan kalau maksudnya adalah: agar para ulama kembali kepada kitab-kitab Fiqih dan men-tahqiq berbagai permasalahan -terkadang seorang ulama merajihkan pendapat madzhab ini dan terkadang madzhab lainnya-: maka inilah yang diamalkan sampai zaman sekarang di antara Ahlus Sunnah dan para pengikut Manhaj yang agung ini; Manhaj Salaf yang tegak di atas: pembelaan terhadap dalil dan penghormatan kepada para ulama. Alhamdulillaah.

-diterjemahkan oleh: Ahmad Hendrix