Kaidah dalam dzikir yang disyari'atkan adalah bahwa kalimat dzikir tersebut adalah sebuah kalimat yang lengkap, memiliki makna yang jelas, yaitu memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Misalnya: Subhanallah (سبحان الله), yang bermakna: Maha Suci Allah. Alhamdulillah (الحمد لله), yang bermakna: Segala puji hanya bagi Allah. Allahu Akbar (الله أكبر), yang bermakna: Allah Maha Besar. Laa ilaaha illallaah (لا إله إلا الله), yang bermakna: Tidak ada tuhan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah.
Adapun berdzikir dengan mengucapkan Allah Allah (الله الله) secara berulang kali, apalagi meyakini bahwa lafazh ini lebih baik dan lebih afdhal daripada kalimat-kalimat dzikir yang berupa kalimat yang lengkap seperti yang telah disebutkan contoh-contohnya di paragraf sebelumnya, maka ini adalah sebuah kesalahan.
Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
قال موسى: يا رب، علمني شيئا أذكرك وأدعوك به، قال: قل يا موسى: لا إله إلا الله، قال: كل عبادك يقولون هذا، قال: يا موسى، لو أن السموات السبع وعامرهن غيري والأرضين السبع في كفة، ولا إله إلا الله في كفة، مالت بهن لا إله إلا الله
"Musa berkata, 'Wahai Rabb-ku, ajarilah aku sesuatu yang dengannya aku bisa berdzikir dan berdoa kepadamu.' Allah berfirman, 'Katakanlah wahai Musa: Laa ilaaha illallaah.' Musa berkata, 'Semua hamba-Mu mengucapkannya.' Allah berfirman, 'Wahai Musa, seandainya ketujuh langit dan penghuninya -selain Aku- dan ketujuh bumi berada dalam satu sisi timbangan, dan kalimat Laa ilaaha illallaah berada dalam sisi lain timbangan, maka sungguh kalimat Laa ilaaha illallaah akan lebih berat timbangannya.'" [Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim, dan dishahihkan juga oleh adz-Dzahabiy dan Ibnu Hajar]
Dari hadits ini, kita mengetahui bahwa kalimat dzikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallaah, bukan selainnya.
Oleh karena itu, jangan berdzikir dengan kalimat yang tidak membentuk makna yang lengkap, seperti: Allah, Allah, Allah. Atau: Hu, Hu, Hu.
Ustadz Dr andy oktavian latief