Hafal belum tentu paham (faqih), paham belum tentu hafal.
Anda mau tahu kenapa sebabnya?
Coba renungkan
Hukum asal makanan adalah halal.
Hukum asal jual beli adalah halal.
Hukum asal bercocok tanam adalah halal.
Hukum asal berdagang adalah halal.
Shalat lima waktu wajib.
Khamer haram.
Babi haram.
Para pelaku dosa dan kemaksiatan harus dibenci dan dimusuhi.
Kawan! Namun tahukan anda bahwa andai ilmu fiqih berhenti sampai di sini saja, niscaya setiap muslim menjadi orang cerdas alias faqih atau ahli fiqih.
Namun dalam urusan makanan ada banyak perincian dan kondisi yang harus dikaji secara lebih mendalam, semisal daging sembelihan seorang muslim yang lupa membaca bismillah.
Dalam urusan jual beli juga demikian, ada banyak perincian masalah karena perbedaan waktu, kondisi, pelaku, dan tujuan.
Terlebih lagi banyak masalah yang diperselisihkan dan aplikasinya dalam perdagangan moderen.
Dalam urusan bercocok tanam ada masalah jual beli hasil panen dengan sistem ijon.
Apakah larangan sistem ijon berlaku pula pada menjual belikan pohon jati atau sengon yang baru ditanam atau belum siap dipotong dengan harga tertentu namun pembeli baru akan memotong pohon yang ia beli setelah beberapa tahun kemudian.
Ada pula menyewakan kebun semisal kebun sawit selama beberapa tahun untuk dipetik hasilnya oleh penyewa, dan lainnya.
Dalam urusan perdagangan ada masalah riba, dengan berbagai aplikasinya dalam perdagangan kontemporer, semisal BG, LC, Obligasi, Sukuk dan lainnya.
Dalam urusan menyikapi pelaku dosa dan kemaksiatan, maka ada pelaku maksiat yang merupakan tokoh masyarakat, ada pula yang mentalitasnya waton suloyo alias asal tampil beda, ada pula yang tulus namun bodoh karena tidak ada yang mengajarinya, ada pula yang berilmu luas namun salah dalam menganalisa dalil, ada yang berterang terangan, ada yang sembunyi sembunyi, dan masih banyak lagi.
Bila anda baru mengkaji dalil dalil umum dan belum secara mendalam mengkaji dalil dalil yang spesific dalam setiap masalah, apalagi aplikasinya dalam kehidupan nyata apalagi moderen, maka memilih diam itu adalah pilihan cerdas.
Andaipun sudah pernah baca dan belajar belum tentu mampu mengaplikasikannya dalam berbagai kasus semisal di atas secara benar.
Makanya belajar fiqih tuh ada 3 tahapan:
1. Memahami dalil (takhrij al manath)
2. Menyimpulkan illah (subtansi) setiap hukum yang dimuat oleh setiap dalil (tanqih al manath)
3. Aplikasinya dalam kasus nyata (tahqiq al manath)
Tidak semua orang yang hafal dalil lalu dia mampu memahaminya dengan sempurna.
Dan tidak semua yang memahaminya bisa mengamalkannya secara benar.
Kawan, saya harap anda tidak buru buru ngegas, simak dulu hadits berikut:
نضر الله امرأ سمع منا حديثا فحفظه حتى يبلغه فرب حامل فقه إلى من هو أفقه منه ورب حامل فقه ليس بفقيه...
Semoga Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengar dari kami sebuah hadits, lalu menghafalnya, hingga dia menyampaikannya, maka bisa jadi dia membawa fiqh(meriwayatkan hadits) kepada orang yang lebih faqih (paham) darinya. Dan bisa jadi seorang pembawa fiqh (perawi hadits) tidak paham (terhadap hadits yang diriwayatkannya)."(Abu Dawud dalam kitab al-'Ilmu)
Semoga bermanfaat.
Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri MA