Rabu, 18 Juni 2025

adab imam sebelum memulai sholat jamaah

JANGAN SIBUK MENILAI MOTIF ORANG!

JANGAN SIBUK MENILAI MOTIF ORANG!

Makhul rahimahullah:

"Aku melihat seorang laki-laki menangis dlm shalatnya, aku curiga ia menangis karena riya'. Akibatnya, aku dihukum tak bisa menangis selama 1 tahun.

📚 Al-"Uqubat, Ibnu Abid Dunya

Hukum Berobat dalam Mazhab Hanbali

*📚 Hukum Berobat dalam Mazhab Hanbali*

Dalam Mazhab Hanbali terdapat dua pendapat mengenai hukum berobat:

*1. Pendapat Utama dalam Mazhab:*  
Yang lebih utama adalah *tidak berobat*, meskipun seseorang menyangka akan mendapat manfaat dari pengobatan tersebut. Pendapat ini berdasarkan sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq *رضي الله عنه*. Ketika beliau sakit, ada yang berkata: *"Tidakkah engkau memanggil dokter?"* Beliau menjawab:

*"Dia (Allah) telah melihatku, dan Dia berkata: *Sesungguhnya Aku Maha Melakukan apa yang Aku kehendaki*.”*  
(Lihat: *at-Thabaqāt* karya Ibn Sa‘d)

Para ulama Hanabilah menilai, sikap ini lebih dekat dengan *tawakkal*.

*2. Riwayat Kedua (Dipilih al-Qadhi, Abu al-Wafa', Ibn al-Jauzi):*  
Berobat lebih utama, berdasarkan hadits-hadits, di antaranya:  
*“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan untuk setiap penyakit obat, maka berobatlah kalian.”*  
(HR. Abu Dawud)

Dalam kitab *al-Inshāf* disebutkan:  
*"Dikatakan bahwa berobat bisa jadi wajib, jika diduga kuat membawa manfaat."*


*📖 Sumber:*  
*Al-Hawāsyi As-Sābighāt*, Ahmad Al-Qu'aimi, hlm. 171, cet. Asfar-Kuwait
Ustadz datyadakara

Hakikat Kembali Kepada Al-Qur'an Was Sunnah

Hakikat Kembali Kepada Al-Qur'an Was Sunnah

Seruan kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah hakikatnya mengajak umat Islam kembali kepada kemurnian agamanya, menjadikan dalil-dalil Al-Qur'an, hadits shahih, ijma', atsar, qiyas sebagai rujukan.

Al-Imam Asy-Syafii rahimahullah dalam kitab beliau "Ar-Risalah" menyatakan, 

"Allah tidak mengizinkan kepada seorangpun untuk berpendapat kecuali berdasarkan ilmu yang telah dia ketahui sebelumnya dan sumber ilmu itu adalah Al-Kitab, As-Sunnah, ijma’, atsar, dan mengqiyaskannya kepada dalil-dalil tersebut." 

📚 Ar-Risalah (hlm. 508)

Al-Kitab yakni kitabullah Al-Qur'an sedangkan As-Sunnah adalah petunjuk Nabi ﷺ dalam hadits-hadits beliau yang bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya. 

Ijma' yakni kesepakatan para ulama terutama kesepakatan para shahabat Nabi radhiyallahu 'anhum generasi terbaik umat ini. 

Atsar yaitu apa yang ternukil dari shahabat selama tidak menyelisihi dalil Al-Qur'an was Sunnah. Apabila para shahabat berselisih, pendapat yang diikuti yang lebih mendekati dalil.

Qiyas yaitu menyamakan masalah pada fare' (cabang) dengan masalah ashl (utama) dalam suatu hukum dikarenakan adanya illat (sebab) yang bertalian antara keduanya selama memenuhi syarat.

Maka semboyan kembali kepada Al-Qur'an was Sunnah bukan berarti jumud dan letterlijk seperti yang dituduhkan oleh sebagian kalangan.

Bukan pula sebaliknya, beragama hanya mengandalkan pendapat ulama semata dengan dalih ulama Fulan lebih alim dari ulama Allan. 

Apabila dijumpai pendapat sebagian ulama terbukti menyelisihi Al-Qur'an was Sunnah atau ijma', maka pendapat tersebut tidak boleh diikuti tanpa dijatuhkan kehormatannya. 

Karena pendapat ulama yang menyelisihi dalil itu terkadang dibangun di atas hadits dha'if yang disangkanya shahih, atau karena belum mengetahui adanya riwayat yang shahih, atau karena ada faktor lain yang dimaklumi. 

Adapun bagi yang belum memiliki perangkat yang memadai di dalam mengkaji dalil-dalil syar'i, kewajiban dia bertanya kepada para ahlinya yang akan menuntun dirinya kepada ilmu dan pemahaman yang benar.

Allah ta'ala mengatakan di dalam firman-Nya,

فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون 

"Maka bertanyalah kepada ahlinya apabila kalian tidak mengetahui." 

(QS. Al-Anbiya': 7)
#manhajulhaq

Barang siapa yang mengajarkanmu satu huruf dari sesuatu yang kamu butuhkan dalam urusan agama, maka dia adalah bapakmu dalam agama

قال العلامة الزرنوجي رحمه الله: من علَّمك حرفاً مما تحتاجُ إليه في أمور الشرع فهو أبوك في الدين.

Al-‘Allāmah Az-Zarnūjī rahimahullāh berkata: Barang siapa yang mengajarkanmu satu huruf dari sesuatu yang kamu butuhkan dalam urusan agama, maka dia adalah bapakmu dalam agama.
Saluran fiqh hambali 

Barangsiapa yang bertekad untuk mengerjakan sesuatu dan sudah mengerjakan apa yang ia mampu, maka kedudukannya sama dengan orang yang telah mengerjakannya

[ Mendaftarlah Haji Reguler ]

Dalam masalah haji, kami punya keyakinan dari awal saat dahulu menyetor nomor porsi haji bahwa hal itu insya Allah sudah tercatat pahala dan penggugur kewajiban. Tanpa perlu memaksakan diri kami untuk membeli paket haji plus atau bahkan plus plus. 

Belakangan di Islamweb kami baca pertanyaan serupa dari seorang yang telah lama menanti undian haji, berikut jawabannya. 

اعلم أنك إذا بذلت جهدك في أداء الحج, وعلم الله تعالى صدق نيتك, وأنه لم يمنعك من الحج, إلا عدم القدرة عليه, فإنه يكتب -إن شاء الله تعالى- ثواب ما نويته من الحج

Ketahuilah, jika kamu telah bersungguh-sungguh mengerahkan upaya dalam melaksanakan haji, Allah Ta'ala pasti mengetahui keikhlasan niatmu. Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangimu untuk melaksanakan haji kecuali ketidakmampuanmu, maka insya Allah, Dia mencatat pahala haji yang telah kamu niatkan.

يقول شيخ الإسلام ابن تيمية في الفتاوى الكبرى: وهذه قاعدة الشريعة: أن من كان عازماً على الفعل عزماً جازماً، وفعل ما يقدر عليه منه، كان بمنزلة الفاعل، كما جاء في السنن في من تطهر في بيته، ثم ذهب إلى المسجد فوجد الصلاة قد فاتت، أنه يكتب له أجر صلاة الجماعة. انتهى

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Al-Fatawa Al-Kubra, "Inilah kaidah dalam syariat Islam : Barangsiapa yang bertekad untuk mengerjakan sesuatu dan sudah mengerjakan apa yang ia mampu, maka kedudukannya sama dengan orang yang telah mengerjakannya, sebagaimana ditegaskan dalam sunnah tentang orang yang bersuci di rumahnya, kemudian pergi ke masjid, ternyata ia tertinggal shalat, maka baginya pahala shalat berjamaah".

- selesai nukilan Islamweb -

Semoga Allah Ta'ala juga demikian, mencatat pahala atas niat kita berhaji ke Baitullah dengan sempurna seperti yang telah mengerjakannya. Aamiin.
Ustadz yhouga pratama

I'lamu Al-Muwaqi'in Ibnu Al-Qayyim rahimahullaah.

Kalau kita perhatikan fatwa-fatwa fikih itu sangat tergantung dengan asumsi terhadap realita, sehingga tidak jarang kita dapatkan fatwa ulama mengatakan "jika benar demikian maka menjadi tidak wajib" nah "demikian" itu bersifat asumsi artinya jika asumsi tidak terpenuhi maka fatwa itu batal dengan sendirinya, artinya kembali ke hukum asal, sebaliknya ada fatwa yang memang kembali ke hukum asal, kecuali jika tidak terpenuhi syaratnya. Bagi saya kedua fatwa itu pada hakikatnya sama saja. Kadang fatwa itu bersifat preventif karena melihat realita, contoh muamalah dengan kripto, ada fatwa yang kembali ke hukum asal sehingga sangat relatif dan tidak perlu dibenturkan. Dalam khasanah sains modern, semua teori itu dibangun berdasarkan beberapa asumsi, ketika asumsi tidak berlaku maka teori itu tidak akan akurat sehingga kadang orang mengatakan teori kok beda dengan realita, ya karena teori dibangun di atas asumsi yang belum tentu terpenuhi. Sebagian ilmuwan ada yang berkata semua teori itu "salah" tetapi ada manfaatnya. Bagi yang mau lebih paham silakan mengkaji I'lamu Al-Muwaqi'in Ibnu Al-Qayyim rahimahullaah.
Ustadz noor akhmad setiawan

Senin, 16 Juni 2025

Benarkah manusia memiliki aura?

Benarkah manusia memiliki aura?

Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid :

الهالة أو الـــ Aura من مصطلحات المعالجين بالطاقة ، يعبرون بها عن الجسم الطاقي اللطيف الذي يحيط بالجسم المادي ، فالهالة عندهم هي الواسطة الموصلة بين الإنسان وطاقة الكون !

ويزعم مروجو العلاج بالطاقة أنه بإمكان بعض الناس من أصحاب القدرات البصرية الخارقة رؤية هذه الهالات المحيطة بالجسم ، وأنها تتكون من سبع طبقات تسمى بالأجسام السبعة !

ويزعمون كذلك أنه يمكن لمن لا يملكون قدرات خارقة رؤية هذه الهالات وألوانها المختلفة بالعين المجردة ، من خلال القيام ببعض التمارين المحددة 

Aura adalah salah satu istilah yang digunakan oleh para praktisi pengobatan dengan energi. Mereka menggunakannya untuk menggambarkan adanya "energi halus" yang mengelilingi tubuh manusia. Menurut mereka, aura adalah perantara yang menghubungkan antara manusia dengan energi alam semesta!

Para praktisi terapi energi mengklaim bahwa sebagian orang yang memiliki kemampuan visual di atas normal (indigo) dapat melihat aura yang mengelilingi tubuh manusia, dan bahwa aura tersebut terdiri dari tujuh lapisan yang disebut al-ajsam as-sab'ah (tujuh lapis tubuh). 

Mereka juga mengklaim bahwa orang yang tidak memiliki kemampuan di atas normal / paranormal pun dapat melihat macam-macam warna aura yang berbeda dengan mata telanjang, dengan melakukan latihan-latihan tertentu.

وليُعلم أن فلسفة الأجسام السبعة : متعلقة بإحدى فلسفات اليوغا القديمة ، حيث يرتبط كل واحد من هذه الأجسام السبعة بمركز من مراكز الطاقة أو ما يسمى بالــــ ( شاكْرات ) ، وهي مراكز للطاقة الروحية الكونية توجد في الهالات، ولها مراكز مماثلة في الجسم تعرف بشبكة الأعصاب!

كذا في ( الكامل في اليوغا ) ص 344 لسوامي فشنو ديفانندا

وعامة مباحث علم الطاقة وتطبيقاتها الشفائية مبنية على مجرد التكهن والظن، ومرتبطة بعقائد وثنية ، لا علاقة لها بالطب التجريبي ، ولا الحدود الشرعية ؛ إذ لا سبيل لإثبات شيء منها بالأدلة الشرعية أو التجريبية المقبولة عند العلماء ، بل تعدى الأمر إلى التنجيم المباشر من خلال فلسفة العناصر الخمسة المتعلقة بالكواكب والأبراج ، ولذا تجد التنجيم الصريح في بعض تطبيقات الـــ ( ريكي ) والــــ ( أيورفيدا ) ، وخاصة في العلاج بالأحجار الكريمة والبلورات !

هذا مع ما فيها من الإيغال في تقديس الذات ، وذلك لانصباب اهتمام الواحد منهم على استخراج ذاته الإلاهية المدفونة ، والتوحد بنفسه مع الطاقة الكونية ، لتحريرها - بزعمهم من رق المادية ! ، حتى يصل السالك إلى مراحل متقدمة من الوعي بذاته ، ويدرك أنه هو والمعبود شيء واحد ، فلا يبقى للعبادة عنده معنى !

وهذه بعينها هي عقيدة الملاحدة : أصحاب الحلول والاتحاد ، القائلين بوحدة الوجود ، وهي من الفلسفات الوثنية القديمة ، التي تسربت إلى بعض أهل الضلال من المتصوفة الحلوليين

Perlu diketahui juga bahwa konsep tentang al-ajsam as-sab'ah memiliki kaitan erat dengan salah satu filsafat kuno dalam praktik yoga. Di mana setiap tubuh dari ketujuh tubuh tersebut dikaitkan dengan salah satu pusat energi yang dikenal dengan istilah Chakra. Yaitu pusat-pusat energi spiritual kosmis yang diyakini terdapat dalam aura, dan memiliki pusat-pusat yang mirip dengan jaringan syaraf dalam dalam fisik manusia.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam "Al-Kamil fil Yoga", hlm. 344, karya Swami Vishnu Devananda.

Secara umum, seluruh kajian ilmu energi dan penerapannya dalam penyembuhan hanya dibangun atas dasar dugaan dan prasangka semata. Serta terkait erat dengan keyakinan-keyakinan kaum pagan (penyembahan berhala). Ia sama sekali tidak memiliki hubungan dengan ilmu kedokteran yang didasari penelitian, dan juga tidak ada dasarnya dalam syariat agama Islam. Padahal tidak ada cara untuk membuktikan adanya aura atau energi tersebut melainkan harus berdasarkan dalil syar’i atau bukti ilmiah yang diterima oleh para ilmuwan.

Bahkan, persoalan ini bersentuhan langsung dengan ilmu nujum (astrologi), melalui  filsafat lima unsur yang dikaitkan dengan planet-planet dan zodiak. Sehingga Anda dapat menemukan unsur-unsur ilmu nujum secara nyata dalam beberapa praktik Reiki dan Ayurveda, terutama dalam terapi dengan batu mulia dan kristal!

Di samping itu, praktik-praktik ini juga sarat dengan pengultusan terhadap diri sendiri. Karena perhatian para praktisinya berfokus pada membuka “sisi ketuhanan” dalam dirinya yang tersembunyi, dan bersatu dengan energi kosmis demi membebaskan diri dari kungkungan materialisme, menurut mereka. Sampai pada titik, sang pelaku mencapai tingkatan-tingkatan kesadaran diri yang tinggi, lalu menyadari bahwa ia dan sesembahannya adalah satu dan sama, hingga ibadah tidak lagi memiliki makna baginya!

Ini sejatinya keyakinan kaum ateis dari kalangan penganut paham hululiyah dan ittihad (bersatunya makhluk dengan Tuhan) yang meyakini doktrin Wihdatul Wujud, sebuah filsafat pagan kuno yang telah menyusup ke sebagian kalangan sesat dari kaum sufi penganut hululiyah.

(Fatawa Islam Sual wa Jawab, no.276254, dengan peringkasan).

Fawaid Kangaswad | https://lynk.id/kangaswad

TANYA JAWAB TENTANG IKHLASSyaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin رَحِمَهُ اللهُ

TANYA JAWAB TENTANG IKHLAS

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin رَحِمَهُ اللهُ ditanya tentang makna ikhlas dan jika seorang hamba mengharapkan dengan ibadahnya: sesuatu yang lain; maka apa hukumnya?

Maka beliau رَحِمَهُ اللهُ menjawab:

“Ikhlas kepada Allah تَعَالَى maknanya: “Seseorang memaksudkan dengan ibadahnya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai perantara untuk masuk negeri kemuliaan-Nya (Surga).”

Jika seseorang mengharapkan perkara lain dengan ibadahnya; maka ada perincian sesuai macam-macam berikut:

PERTAMA: Seorang ingin mendekatkan diri kepada selain Allah تَعَالَى dalam ibadahnya ini, dan dia ingin meriah pujian dari para makhluk; maka ini membatalkan amal dan ini termasuk syirik.

Dalam kitab Shahih (Muslim), dari hadits Abu Hurairah رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ مَعِيْ فِيْهِ غَيْرِيْ؛ تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Allah تَعَالَى berfirman: Aku adalah Yang Maha Cukup sangat tidak butuh kepada syirik. Barangsiapa yang mengerjakan amal perbuatan yang di dalamnya dia mempersekutukan-Ku dengan selain-Ku; maka Aku tinggalkan dia bersama perbuatan syiriknya itu.”

 KEDUA: Seorang memaksudkan tujuan duniawi dengan ibadahnya; seperti: kepemimpinan, jabatan dan harta; tanpa niatan untuk mendekatkan diri kepada Allah تَعَالَى. Maka orang ini amalannya batal dan tidak mendekatkan-Nya kepada Allah تَعَالَى, berdasarkan firman Alah تَعَالَى:

{مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ * أُولَئِكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ}

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya; pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16)

Perbedaan antara yang kedua ini dengan yang pertama: Yang pertama ingin dipuji bahwasanya dia beribadah kepada Allah تَعَالَى. Adapun yang kedua ini dia tidak meninginkan pujian orang terhadapnya bahwasanya dia beribadah kepada Allah تَعَالَى dan dia tidak peduli pujian manusia terhadapnya atas ibadah tersebut (dia hanya ingin mendapatkan kepemimpinan, jabatan dan harta -pent).

KETIGA: Seorang yang memaksudkan dengan ibadahnya: hal duniawi yang terhasilkan dari ibadah tersebut. Seperti orang yang memaksudkan dengan thaharah -selain niat ibadah kepada Allah تَعَالَى-; dia juga menyertainya dengan niat untuk mendapatkan kesegaran dan kebersihan badan, memaksudkan dengan shalat (selain niat ibadah) juga untuk melatih badan dan menggerakannnya, memaksudkan dengan puasa (selain niat ibadah) juga untuk meringankan (berat) badan dan menghilangkan kotoran-kotoran dalam badan, memaksudkan dengan haji (selain niat ibadah) juga untuk menyaksikan (mengunjungi) masya’ir (tempat-tempat haji) dan menyaksikan para jama’ah haji lainnya (dari berbagai penjuru dunia). Maka ini semua mengurangi pahalanya.

* Akan tetapi jika yang lebih dominan adalah niat ibadah; maka telah terluput darinya kesempurnaan pahala akan tetapi hal itu tidak membahayakannya dikarenakan ia tidak bermksiat dan tidak pula mendapatkan dosa, berdasarkan firman Allah تَعَالَى tentang jama’ah haji:

{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ...}

“Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Rabb-mu (dalam perkara dunia)...” (QS. Al-Baqarah: 198)

* Dan kalau yang lebih dominan adalah niat selain ibadah; maka dia tidak mendapatkan pahala di akhirat, dan balasannya hanyalah apa yang dia dapatkan di dunia, dan saya khawatir dia justru berdosa dengannya, karena dia telah menjadikan ibadah -yang merupakan puncak tertinggi- sebagai wasilah untuk mendapatkan dunia -yang hina-. Maka dia seperti yang Allah firmankan:

{وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوْا مِنْهَا رَضُوْا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُوْنَ}

“Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang (pembagian) sedekah (zakat): jika mereka diberi bagian; mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi bagian; tiba-tiba mereka marah.” (QS. At-Taubah: 58)

Dan dalam Sunan Abu Dawud, dari Abu Hurairah رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, bahwa seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, seorang ingin berjihad akan tetapi dia mengharapkan harta duniawi. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:

لَا أَجْرَ لَهُ

“Tidak ada pahala baginya.”

Dan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari ‘Umar bin Al-Khaththab رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, beliau bersabda:

مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا؛ فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk kepentingan harta dunia yang hendak dicapainya atau karena seorang wanita yang hendak dinikahinya; maka hijrahnya menurut apa yang ia hijrah kepadanya.”

* Dan jika setara padanya dua perkara dimana tidak dominan niat ibadah dan tidak juga dominan niat selain ibadah; maka ini yang perlu diteliti lagi. Yang lebih dekat (kepada kebenaran) adalah bahwa dia tidak mendapatkan pahala sama sekali, seperti orang yang beramal karena Allah تَعَالَى dan karena selain Allah.

Perbedaan antara yang ketiga ini dengan yang sebelumnya: bahwa tujuan selain ibadah pada macam yang sebelumnya sudah pasti, tujuan (selain ibadah)nya adalah tujuan yang pasti ada, seolah-olah dia memang (dari awal) menginginkan perkara dunia dari amalannya.

Kalau ada pertanyaan: Maka apakah timbangan/barometer bagi tujuan seorang bahwa yang lebih dominan itu ibadah atau bukan ibadah?

Kita jawab: Timbangannya adalah: jika seorang tidak peduli pada selain ibadah, dia tidak peduli apakah perkara selain ibadah tersebut terhasilkan atau tidak terhasilkan; maka berarti ini menunjukkan bahwa niat yang dominan padanya adalah niat ibadah. Demikian juga sebaliknya (jika seorang hanya peduli pada terhasilkannya perkara selain ibadah; maka berarti ini menunjukkan bahwa niat yang dominan padanya adalah niat selain ibadah -pent).

Intinya, bahwa bahwa niat itu perkara hati yang agung dan penting. Terkadang dengan niat (yang ikhlas) seorang hamba naik derajatnya sampai derajat “shiddiqiin”, dan sebaliknya dengan niat (yang tidak ikhlas) seorang dikembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya. Sebagian Salaf berkata: “Tidaklah aku memerangi hawa nafsuku atas sesuatu yang lebih berat dibandingkan dari ikhlas dalam niat.” Maka, kami meminta kepada Allah bagi kami dan bagi kalian: keihklasan dalam niat dan kebaikan dalam beramal.”

-diterjemahkan oleh Ahmad Hendrix, dari “Majmuu’ Fataawaa wa Rasaa-il Fadhiilatisy Syaikh Muhammad ibni Shaalih al-‘Utsaimiin” (I/98-100)

Minggu, 15 Juni 2025

Cara Bersikap Hati-Hati (Ihtiyath) dalam Masalah yang Diperselisihkan Ulama:

Cara Bersikap Hati-Hati (Ihtiyath) dalam Masalah yang Diperselisihkan Ulama:

أما كيفية الاحتياط:
1 ـ فإذا كان الخلاف دائرا بين التحريم أو الكراهة أو الإباحة أو الاستحباب  فالاحتياط بالاجتناب.
2 ـ ولو دار الخلاف بين الوجوب والتحريم فهذا موضع نظر وتأمل في مصالح الواجب ومفاسد المحرم أيهما أشد فيؤخذ به؛ لكن لو قدر تساويهما، فربما يكون الترك أولى؛ لأن درأ المفاسد مقدم على جلب المصالح.
3 ـ ولو دار الخلاف بين الوجوب والاستحباب والإباحة فالاحتياط بالفعل.
4 ـ ولو دار الخلاف بين مشروعية الفعل وعدمه؛ فالاحتياط يكون بمن معه زيادة علم متحققة من الشرع بالإثبات أو النفي؛ فمن كانت معه سنة والآخر لم تبلغه هذه السنة فيكون الاحتياط بالعمل، ومن بلغته هذه السنة، لكنه أثبت نسخها أو ضعفها بطريق صحيح،  ولم يقف عليه المثبت فيكون الاحتياط بتركها. والله أعلم.

1. Jika perbedaan antara haram, makruh, mubah, atau sunnah, maka sikap hati-hati adalah meninggalkannya.

2. Jika perbedaan antara wajib dan haram, maka:
   - Lihat mana yang lebih kuat: manfaat kewajiban atau bahaya keharaman.
   - Jika seimbang, maka meninggalkan lebih hati-hati, karena mencegah bahaya didahulukan daripada mengambil manfaat.

3. Jika perbedaan antara wajib, sunnah, dan mubah, maka sikap hati-hati adalah melakukannya.

4. Jika perbedaan tentang disyariatkannya suatu amalan atau tidak, maka:
   - Bila satu pihak memiliki dalil (seperti hadits), dan pihak lain belum mengetahuinya, maka mengamalkannya lebih hati-hati.
   - Namun jika pihak yang menolak memiliki bukti bahwa hadits itu mansukh (dihapus) atau lemah, maka meninggalkannya lebih hati-hati.

Wallahu a‘lam.

(Catatan faidah dari Syaikh Dr. Sulaiman An-Najran -hafizhahullah-)
Ustadz nurhadi nugroho
https://www.facebook.com/share/16egqCUCy3/

SIAPA AJA GURU KH. AHMAD DAHLAN???

SIAPA AJA GURU KH. AHMAD DAHLAN???

Ditulis oleh Muhammad Gamal Abdurrahman 

...

Jujur aja, catatan dan pembahasan siapa aja guru KH. Ahmad Dahlan itu susah dicari. Makanya, banyak kader Muhammadiyah sendiri bingung pas ditanya siapa aja guru² beliau.

Sebenernya, dalam tradisi keilmuan Islam, mengetahui rantai/sanad keilmuan seorang guru itu penting. Fungsinya ya banyak.

Nah, Alhamdulillah gue punya beberapa buku yg di dalemnya ada catatan siapa aja guru beliau, baik yg ditemui di Nusantara dan di Mekah sana.

Ini dia guru² beliau, gue bagi jadi 3 bagian...

Guru² yang beliau temui dan belajar langsung di Nusantara:

- Bapaknya sendiri

- KH. Muhammad Saleh, ipar beliau (utamanya belajar ilmu fiqih)

- Kyai Muhammad Nur, ipar beliau

- KH. Sa'id

- KH. Mukhsin, ipar beliau (utamanya belajar ilmu nahwu)

- Kyai Abdul Hamid Lempuyangan

- Raden Ngabehi Sosrosugondo

- Raden Wedana Dwijosewoyo

- Kyai Makhfudh (utamanya belajar ilmu hadits)

- KH. Raden Dahlan Semarang (utamanya belajar ilmu falak)

- Syekh Soleh Darat (utamanya belajar ilmu falak dan aqidah)

- Syekh Muhammad Jamil Jambek Bukittinggi

- Syekh Khayyat (utamanya belajar ilmu hadits)

Guru² yang beliau temui dan belajar langsung di Mekah:

- KH. Asy'ari Baceyan (utamanya belajar ilmu falak)

- Syekh Ali Mishri (utamanya belajar ilmu qiroat Al Qur'an)

- Sayyid Bakri Syatho, penulis kitab I'anah Tholibin (utamanya belajar ilmu qiroat dan fiqih)

- Syekh Amin (utamanya belajar ilmu qiroat Al Qur'an) 

- Syekh Hasan (utamanya belajar ilmu pengobatan dan berbagai racun binatang)

- Syekh Baqir Jogja, masih keluarga beliau (belajar banyak cabang ilmu dan hikmah kehidupan)

- Syekh Mahfudz Termas (utamanya belajar ilmu hadits)

- Syekh Sa'id Babashil, mufti mazhab Syafi'i di Mekah waktu itu (utamanya belajar ilmu fiqih)

- Syekh Nawawi Banten

- KH. Mas Abdullah Surabaya

- KH. Faqih Maskumambang Gresik

- Syekh Ahmad Khatib Minangkabau (utamanya belajar ilmu falak dan debat)

- Sayyid Muhammad Rasyid Ridha (utamanya belajar cara membangunkan kembali umat Islam secara teoritis dan dari pengalaman sang Sayyid di Mesir)

Guru² ruhani beliau... maksudnya para penulis kitab² yang jadi kesukaan beliau:

- Imam Ibnu Taimiyah (karya² beliau yang jadi favorit adalah yang membahas bid'ah, terutama kitab At Tawassul wal Wasilah)

- Imam Ibnu Athaillah (karya beliau yang jadi favorit adalah Al Hikam)

- Sayyid Jamaluddin Al Afghani (karya beliau yang jadi favorit adalah Al Urwatul Wutsqa)

- Syekh Muhammad Abduh (karya² beliau yang jadi favorit adalah Risalah At Tauhid, Al Islam wan Nashraniyyah, Tafsir Juz Amma, makalah²nya di Majalah Al Manar dan Tafsir Al Manar — Tafsir Al Manar itu karya bersama dengan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha)

- Syekh Rahmatullah Al Hindi (karya beliau yang jadi favorit adalah Idzharul Haq)

- Dr. Farid Wajdi (karya² beliau yang jadi favorit adalah Dairatul Maarif Al Islamiyyah dan Kanzul Ulum wal Lughah)

- Beberapa ulama bermazhab Hambali (karya² mereka yang jadi favorit adalah di bidang hadits)

Nah, begitulah yang tercatat di beberapa literatur karya murid dan ahli sejarah Muhammadiyah sendiri, judul²nya udah tercantum di sumber tulisan ini.

Semoga bermanfaat!

Sumber:

1. Junus Salam. KH. Ahmad Dahlan; Amal dan Perjuangannya. Al Wasat Publishing House

2. Kanjeng Raden Haji Hadjid. Pelajaran KH. Ahmad Dahlan; 7 Falsafah & 17 Kelompok Ayat Al Qur'an. Lembaga Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah

3. M. Yusron Asrofie. KH. Ahmad Dahlan; Pemikiran & Kepemimpinannya. Majelis Pengembangan Kader dan Sumber Daya Insani Pimpinan Pusat Muhammadiyah

4. Abdul Munir Mulkhan. Warisan Intelektual KH. Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah. PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta

5. Hery Sucipto dan Nadjamuddin Ramly. Tajdid Muhammadiyah dari Ahmad Dahlan hingga A. Syafi'i Maarif. Grafindo

6. Tim Penulis Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ensiklopedi Muhammadiyah. Rajawali Pers

7. Dr. Safrudin Edi Wibowo. Tarikh Al Hadharah Al Islamiyyah fi Indonesia. Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Syaikh Shalih al-Ushaimy hafizhahullah pernah menyatakan bahwa seseorang mempelajari ratusan hadits Shahih al-Bukhary dalam sejenak, tidak lebih afdhal dibanding mempelajari 40 Nawawy. Ini ditinjau dari realita bahwa 40 Nawawy berisikan ummahat al-ahadiits (induk-induk hadits). Menguasai induk lebih didahulukan dan lebih afdhal terlebih dahulu.

Syaikh Mahir Yasin al-Fahl hafizhahullah (salah satu ulama besar ahli hadits masa kini) berkata tentang buku kecil Al-Arba'un an-Nawawiyyah:

 لو تجعل لنفسك في كل أسبوع حديث... خلال سنة تتقن هذا الكتاب

"Jika engkau menjadikan satu hadits setiap pekan untuk dipelajari, maka dalam setahun engkau akan menguasai kitab ini."

Bagi sebagian pihak mungkin bertanya, "Lama sekali setahun belajar 42 hadits saja!?"

Jangan dilihat dari jumlah haditsnya, tapi itqan dan penguasaannya dari segi hapalan, pemahaman, istinbath, pencabangan masalah dan contoh dan seterusnya. 

Syaikh Shalih al-Ushaimy hafizhahullah pernah menyatakan bahwa seseorang mempelajari ratusan hadits Shahih al-Bukhary dalam sejenak, tidak lebih afdhal dibanding mempelajari 40 Nawawy. Ini ditinjau dari realita bahwa 40 Nawawy berisikan ummahat al-ahadiits (induk-induk hadits). Menguasai induk lebih didahulukan dan lebih afdhal terlebih dahulu.

Demikian semoga terus semangat menuntut ilmu dan semoga menjadi amal saleh yang diterima Allah.
Ustadz hasan al jaizy

Penggunaan Dana Donasi yang Tersisa Setelah Pengobatan

Penggunaan Dana Donasi yang Tersisa Setelah Pengobatan

* * * *

Pertanyaan:

Telah dilakukan penggalangan dana untuk seseorang dari berbagai pihak, yang pengumumannya dimuat di surat kabar. Banyak orang menyumbang, baik dari kalangan keluarga dekat maupun selain mereka. Dana tersebut dikumpulkan dalam satu lembaga amal agar tidak ada dua sumber pengumpulan. Tujuan dari dana tersebut adalah untuk pengobatan. 

Namun, orang tersebut telah wafat, dan masih tersisa sebagian dana. Pihak lembaga meminta agar sisa dana tersebut dikembalikan. Apakah dana tersebut harus dikembalikan ataukah menjadi milik kedua orang tuanya? Mohon jawaban secepatnya dengan ketelitian dalam fatwa. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

Jawab:

Jika sisa uang yang disumbangkan untuk orang yang sudah meninggal itu masih ada, maka penggunaannya kembali kepada niat para penyumbang. Jika mereka menyumbangkan uang itu dengan tujuan hanya untuk pengobatan orang sakit tersebut, maka sisa dana itu dikembalikan kepada mereka atau kepada wakil mereka, seperti lembaga atau yayasan, jika memang mereka mewakilkan kepadanya. Maka pengembalian itu adalah suatu kewajiban.

Namun jika mereka menyumbangkan uang tersebut dengan tujuan untuk diberikan kepemilikannya kepada orang sakit itu, baik untuk pengobatan maupun keperluan lain, maka seluruh uang itu menjadi milik orang tersebut selama hidupnya. Jika masih tersisa setelah wafatnya, maka menjadi hak seluruh ahli warisnya, bukan hanya kedua orang tuanya saja jika ada ahli waris lainnya. 

Untuk penjelasan lebih lanjut, silakan lihat Fatwa No. 34293.

Sumber: Fatwa Islamweb.

Fatwa serupa dari Lembaga Fatwa Mesir (terlepas gonjang ganjing tentang Syaikh Al-Adawi):

https://www.dar-alifta.org/ar/fatwa/details/11775/%D8%B5%D8%B1%D9%81-%D8%A7%D9%84%D9%81%D8%A7%D8%A6%D8%B6-%D9%85%D9%86-%D8%AA%D8%A8%D8%B1%D8%B9%D8%A7%D8%AA-%D8%AE%D8%A7%D8%B5%D8%A9-%D8%A8%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B3%D8%AC%D8%AF

Fatwa dari Lembaga Fatwa Yordania, Cenderung Berfikih Syafii:

https://www.aliftaa.jo/research-fatwas/3808/Questions2.aspx?Id=65

https://www.facebook.com/share/1FS8e8VSU3/

Jumat, 13 Juni 2025

Salaf (ulama terdahulu) sangat mengagungkan nikmat Allah melalui adanya penguasa. Mereka memandang bahwa:1. Mendoakan kebaikan bagi penguasa, 2. Dan menasihatinya, adalah termasuk amalan paling mulia untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.

Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berpesan 

"كان السلف يُعظِّمون قدرَ نعمة الله به -أي بالسلطان-ويرون:
‏١- الدُّعاءَ له.
‏٢-ومناصحته. 
‏من أعظم ما يتقرَّبون به إلى الله تعالى، مع 
‏١-عدم الطمَع في ماله ورئاسته، 
‏٢-ولا لخشية منه، 
‏٣-ولا لمعاونته على الإثم والعدوان".

"Salaf (ulama terdahulu) sangat mengagungkan nikmat Allah melalui adanya penguasa. Mereka memandang bahwa:

1. Mendoakan kebaikan bagi penguasa,  
2. Dan menasihatinya,  
adalah termasuk amalan paling mulia untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.

Dengan catatan:

1. Tidak karena mengharapkan harta atau kedudukannya,  
2. Bukan karena takut kepadanya,  
3. Dan bukan pula untuk membantunya dalam perbuatan dosa dan kezaliman."
‏السياسة الشرعية ص233-234.
Ustadz nurhadi nugroho

TERNYATA SALAM-SALAMAN SETIAP SELESAI SHALAT FARDHU ITU BAGIAN DARI KEBIASAAN SYI'AH RAFIDHOH

TERNYATA 
SALAM-SALAMAN SETIAP SELESAI SHALAT FARDHU ITU BAGIAN DARI KEBIASAAN SYI'AH RAFIDHOH

( KITAB AL MUTAQHATH )
ustadz abu aufa adam zaini
https://www.facebook.com/share/1EtWpDS3EZ/

Kamis, 12 Juni 2025

Pertanyaan: "Bolehkah para petugas penyalur donasi mengambil sebagian kecil dari persentase uang donasi yang mereka kumpulkan ?."

Pertanyaan: "Bolehkah para petugas penyalur donasi mengambil sebagian kecil dari persentase uang donasi yang mereka kumpulkan ?."

Jawab:

Jika diizinkan donatur maka silakan sesuai yang diamanahkan donatur untuknya, bila tidak maka tidak boleh mengambil sepeserpun, tidak pula membelanjakan ke dalam bentuk apapun dari uang donasi yang sudah mereka kumpulkan, karena para pemungut uang donasi itu kata Al-Lajnah Ad-Dâimah adalah para wukalâ' (para wakil) dari para donatur,  sehingga tidak boleh bagi para wakil membelanjakan uang donasi kecuali sesuai dengan keinginan para donatur.

Berikut fatwâ Al-Lajnah Ad-Dâimah:

لا يجوز للقائمين على جمع التبرعات من المحسنين لصرفها في الوجوه الخيرية، أن يُعْطُوا منها شيئًا للموظفين لديهم ، أو لمن يقومون بجمعها من المحسنين المتبرعين؛ لأن المتبرعين دفعوها لهم لإيصالها إلى مستحقيها ، أو صرفها في أعمال البر .

فهم يعتبرون وكلاء للمتبرعين في إيصال الأموال إلى من خصصت له ؛ والوكيل لا يتصرف إلا في حدود ما أذن له فيه.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

من فتاوى اللجنة الدائمة (1/608) المجموعة الثالثة.
Tidak boleh bagi mereka yang bertugas mengumpulkan donasi para muhsinîn membelanjakan uang donasi dalam berbagai bentuk kebaikan (selain peruntukannya), dimana mereka memberikan sebagian dari uang donasi itu kepada pegawai yang mereka miliki, atau kepada orang-orang yang bertugas mengumpulkan dana dari para muhsinîn yang berdonasi, sebab para donatur mengeluarkan harta donasi kepada mereka untuk menyalurkannya kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya, atau membelanjakannya pada amal kebaikan (yang telah ditentukan). Dan mereka (para pengumpul donasi) adalah para wukalâ' (orang-orang yang menjadi wakil) bagi para donatur dalam menyalurkan harta mereka kepada siapa saja yang sudah dikhususkan hartanya untuknya, sementara seorang wakil tidak boleh membelanjakan uang donasi kecuali dalam batasan-batasan yang telah dizinkan kepadanya untuk membelanjakannya."

[Min fatâwâ Al-Lajnah Ad-Dâimah 1/608 Al-Majmû'ah Ats-Tsâlitsah]
Ustadz dihyah 

السؤال: 191708والدي مريض بالفشل الكلوي الكامل ويحتاج إلى زراعة كلى في الخارج ، وهذه الزراعة مكلفة جدا فقمت أنا بجهد شخصي مني بالبحث عن فاعلين خير من رجال أعمال وأمراء ليتكفلوا بتكاليف الزراعة والعلاج .سؤالي : هل يحق لي أن أخذ المال الزائد من العلاج ، خاصة إذا كان المبلغ كبيرا ، أم أن المال الزائد يرد لصاحبه ؟وهل يعتبر هذا المال مال والدي ويحق لأخوتي وأخواتي بالتساوي ؟

السؤال: 191708

والدي مريض بالفشل الكلوي الكامل ويحتاج إلى زراعة كلى في الخارج ، وهذه الزراعة مكلفة جدا فقمت أنا بجهد شخصي مني بالبحث عن فاعلين خير من رجال أعمال وأمراء ليتكفلوا بتكاليف الزراعة والعلاج .
سؤالي : هل يحق لي أن أخذ المال الزائد من العلاج ، خاصة إذا كان المبلغ كبيرا ، أم أن المال الزائد يرد لصاحبه ؟
وهل يعتبر هذا المال مال والدي ويحق لأخوتي وأخواتي بالتساوي ؟

الجواب

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، وبعد:

أولاً :
نشكر لك سعيك في أمر علاج الوالد ، نسأل الله أن يكتب لك الأجر ، وأن يمنّ على أبيك بالشفاء العاجل ، وأن يجعل ما أصابه رِفعةً في درجاته ، وحطاً من سيئاته .

ثانياً :
الأموال الزائدة عن حاجة المريض ، يُرجع فيها إلى نية المتبرع ، فإن قصد المتبرع بتبرعه الصدقة على المريض ، فالمال الزائد عن تكاليف العلاج يعتبر ملكاً للمريض ، يتصرف فيه كما شاء .

أما لو قصد المتبرع من ذلك المال العلاج فقط ، أو كان ما دفعه للعلاج من زكاة ماله ، ففي هذه الحال لا يجوز للمريض أن يأخذ المال الزائد ، بل يأخذ ما يكفيه ويرد الزائد للمتبرع .

قال الدردير رحمه الله : " وإن أعانه جماعة أو واحد ، فأدى وفضلت فضلة أو عجز ، فإن لم يقصدوا بما أعانوه به الصدقة ، بأن قصدوا فك الرقبة أو لا قصد لهم رجعوا بالفضلة على العبد .. ، وإلا بأن قصدوا الصدقة على المكاتب فلا رجوع لهم بالفضلة " انتهى من " الشرح الكبير للدردير " .

وظاهر الحال يدل على قصد المتبرع ؛ فإن أعطاه حين عرض عليه حاله المذكور ، أو بناء على طلبه المساعدة في غرض معين ، دل ذلك على أنه إنما قصد به دفع هذه الحاجة ، وليست مساعدة مطلقة .
جاء في "أسنى المطالب" ، للشيخ زكريا الأنصاري رحمه الله (2/479) :
" (وَلَوْ أَعْطَاهُ دَرَاهِمَ وَقَالَ اشْتَرِ لَك) بِهَا (عِمَامَةً أَوْ اُدْخُلْ بِهَا الْحَمَّامَ) أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ (تَعَيَّنَتْ) لِذَلِكَ مُرَاعَاةً لِغَرَضِ الدَّافِعِ هَذَا (إنْ قَصَدَ سَتْرَ رَأْسِهِ) بِالْعِمَامَةِ (وَتَنْظِيفَهُ) بِدُخُولِهِ الْحَمَّامَ لِمَا رَأَى بِهِ مِنْ كَشْفِ الرَّأْسِ وَشَعَثِ الْبَدَنِ وَوَسَخِهِ (وَإِلَّا) أَيْ وَإِنْ لَمْ يَقْصِدْ ذَلِكَ بِأَنْ قَالَهُ عَلَى سَبِيلِ التَّبَسُّطِ الْمُعْتَادِ (فَلَا) تَتَعَيَّنُ لِذَلِكَ بَلْ يَمْلِكُهَا أَوْ يَتَصَرَّفُ فِيهَا كَيْفَ شَاءَ." انتهى .
وينظر جواب السؤال رقم (126221) .

وقد سئل الشيخ ابن عثيمين : رجل أخذ مالاً من أهل الخير يستعين به على الزواج فزاد المال ، هل يرجعه لمن أعطاه أم يتصرف به على ما يعينه على أمور دينه ودنياه ؟

فأجاب رحمه الله : " يقول أهل العلم رحمهم الله : إن الصدقات تحل حتى للغني ، فإذا كان الذين أعطوه من المال أعطوه على أنه صدقة ، فهو له يتصرف فيه كما يشاء ، وإن كان الذي أعطوه من المال من الزكاة لهذا الغرض نفسه – أي : غرض الزواج - ، فإن ما زاد يجب عليه أن يرده لهم ؛ لأنه غني عنه ، فإن احتاجه لشيء آخر كتأثيث البيت مثلاً ، فليستأذن من هؤلاء . يقول : المهر وما يتعلق بالزواج انتهى وبقي معي فلوس ، ولكني محتاج إلى أشياء أخرى ، فهل تسمحون أن أصرفها فيها ؟ فإذا قالوا : نعم ، فلا بأس ، وإلا ردها عليهم .
والقاعدة عندنا في هذا : أن من أخذ من الناس أموالاً لشيء معين ، فإنه لا يصرفها في غيره إلا بعد استئذانهم " انتهى من " اللقاء الشهري " .

فإذا تبين أن المتبرعين قد قصدوا الحاجة التي عرضتها عليهم : لم يكن لك صرف المال الزائد في شيء من حاجات نفسك الأخرى ، أو حاجات أسرتك ؛ بل يستأذن صاحب المال ، متى كان ذلك ممكنا ، فإن تعذرت معرفته ، أو تعذر إذنه ، وضع في حال كالتي تبرع لأجلها ، كما هو الحال في المال الموقوف لغرض معين .
وينظر جواب السؤال رقم (114651) .
والله أعلم .

المصدر: 

موقع الإسلام سؤال وجواب

https://islamqa.info/ar/answers/191708/%D8%AC%D9%85%D8%B9-%D9%85%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%8B-%D9%84%D8%B9%D9%84%D8%A7%D8%AC-%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%87-%D8%8C-%D9%81%D9%85%D8%A7-%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%A7%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B2%D8%A7%D9%89%D8%AF?fbclid=IwY2xjawK4bvtleHRuA2FlbQIxMQABHn3YSiPrEeEhn-eTvPEwGZTDrOmqWsOTo5e09iuTkI_asUnvXnCbjnIeQUkL_aem_YmDFLHbT95y1IceGcX14ug

Memahami Fatwa "Tidak Wajib Haji" Bagi Orang Indonesia oleh Dr. Erwandi Tarmizi

Memahami Fatwa "Tidak Wajib Haji" Bagi Orang Indonesia oleh Dr. Erwandi Tarmizi 

Beberapa hari ini ramai tersebar potongan video yang disampaikan oleh Dr. Erwandi Tarmizi yang menyebutkan tidak wajibnya haji bagi orang Indonesia saat ini. 

Pernyataan tersebut membuat terbelalak banyak orang. Pro dan kontra pun muncul ke publik. 

Sebelum menelisik lebih jauh, kira-kira apa saja argumen yang beliau sampaikan, sehingga bisa mengatakan bahwa wajib haji bagi WNI saat ini gugur? 

Berikut ini sedikit catatan terkait dengan pendapat beliau tersebut: 

1) Masa Tunggu Puluhan Tahun 

Dr. Erwandi mengutip ayat Al Quran surat Ali Imran ayat 97 tentang wajibnya haji bagi yang mampu. 

Beliau mengatakan bahwa masa tunggu yang lama, bahkan hingga 50 tahun, menjadikan hal tersebut tidak wajib haji bagi orang Indonesia saat ini. 

2) Menukil Pendapat dari Rekan Sejawat Konsultan Bank Al Rajhi 

Tentang tidak wajibnya haji bagi WNI, Dr. Erwandi telah berdisksusi dengan rekan sejawatnya yang aktif menjadi konsultan di bank Syariah Saudi, Al Rajhi. 

Menukil ucapan rekannya itu, beliau mengatakan, masa tunggu yang sangat panjang, berdasarkan fatwa para ulama, menjadikan haji tidak lagi wajib bagi orang Indonesia. 

3) Kritik untuk Sistem Dana Talangan Haji 

Penyebab lamanya antrian di Indonesia, Dr. Erwandi menyebutkan bahwa diantara sebabnya adalah adanya dana talangan haji. 

"Di dalam buku saya berjudul Harta Haram Muamalat Kontemporer, sudah disebutkan bahwa dana talangan haji adalah haram." 

4) Dosa Ditanggung Oleh Penyelenggara Negara 

Permasalahan antrian haji yang sangat panjang hingga puluhan tahun, dan penggunaan transaksi riba serta gharar ini, membuat haji tidak wajib bagi WNI. 

Dr. Erwandi menegaskan bahwa yang berdosa dalam hal ini adalah yang mengurus negara. 

5) Negara Diurus oleh Orang tidak Mengerti ilmu Agama 

Carut marut tentang haji ini disebababkan karena negara tidak diurus oleh orang yang mengerti tentang hukum dalam agama Islam. 

6) Haji Furoda adalah Judi Gaya Baru 

Lebih menghentak, alumni S3 bidang Fikih dan Ushul Fikih di Al Imam Mohammad Ibn Saud Islamic Univeristy ini mengatakan bahwa haji furoda merupakan judi gaya baru. 

Beliau sampaikan ini karena kemungkinan berangkat bagi calon jamaah haji furoda sangat kecil sekali. 

7) Kontra Haji Cepat Berangkat 

Dr. Erwandi menentang keras adanya para WNI yang berangkat haji cepat berangkat, baik menggunakan visa ziyarah atau furoda.

Lebih tegas lagi beliau menyebutkan bahwa upaya tersebut disebut sebagai kucing-kucingan. 

Termasuk dalam hal ini, beliau mengisyaratkan ketidaksetujuannya dengan sejumlah WNI yang ikut program haji dakhili yang menggunakan kuota dalam negeri Saudi. 

Oleh salah satu jamaah disampaikan bahwa para peserta haji dakhili ini datang ke Saudi berstaus mukim, kemudian dibikinkan iqomah, dan diurus perizinan hajinya. 

Menyikapi hal tersebut, Dr. Erwandi bertanya: "Apakah orang tadi beneran mukim?." 

8) Haji Khusus yang Mengandung Riba 

Selain kritik dana talangan haji, beliau juga sampaikan hal serupa untuk haji khusus, yang tak lepas dari unsur riba.

Beliau sampaikan dengan tegas, "Saya bertanggung jawab mengatakan bahwa haji bagi orang Indonesia saat ini tidak wajib". 

9) Solusi yang tidak Bisa Haji: Umrah Ramadhan 

Menukil hadits yang menyebutkan bahwa umrah di bulan Ramadhan setara dengan haji, pakar ekonomi syariah ini memberikan solusi agar umat Islam Indonesia memilih berangkat umrah di bulan Ramadhan. 

Alasan umrah Ramadhan ini lebih realistis, baik dari segi janji pahala, keberangkatan yang jelas, dan tidak ada unsur riba di dalamnya. 

Catatan Kecil dari Fatwa Dr. Erwandi 

Apa yang disampaikan oleh beliau adalah nyata, bahwa antrian haji sangat panjang sekali dan hampir membuat putus asa banyak orang. 

Konsekwensi dari hal itu, beliau berpendapat bahwa haji tidak wajib bagi orang Indonesia saat ini. 

Bisa saja kita setuju atau menolak hal tersebut. Namanya fatwa, bisa diterima dan ditolak. Lagi pula, ia pun bersifat tidak mengikat siapapun. 

Hal lain, beliau adalah seorang yang independen, tidak terikat dengan travel dan promo haji umrah atas nama ketokohan dirinya. 

Statemen beliau tentang gharar dan ribanya  berbagai jenis haji, tidak ada kepentingan untuk mempromosikan dagangan haji cepat berangkat yang ditawarkan. 

Beliau tidak menawarkan solusi berupa haji furoda, haji ziyarah, dan haji dakhili. 

Apa yang disebutkan oleh beliau tentang haji furoda adalah jenis judi gaya baru, merupakan wujud keberanian yang tidak dimiliki oleh setiap da'i.  

---

Mekkah Al Mukarramah, 13 Juni 2025
Ustadz budi marta saudin 
https://www.facebook.com/share/1Aw7m6Ueyy/

Selasa, 10 Juni 2025

Level terendah ijabah doa adalah diberikan apa yg dia minta. Level di atasnya lagi adalah dihindarkan dari mudorot yg lebih besar shg seorang hamba ada di keadaan yg lebih baik dari yg ia pinta. Dan level tertinggi adalah diakhirkan pahalanya di akhirat, dan ia akan mendapati pahala yg sangat besar di akhirat, lebih dari seandainya doanya dikabulkan di dunia

Level terendah ijabah doa adalah diberikan apa yg dia minta. Level di atasnya lagi adalah dihindarkan dari mudorot yg lebih besar shg seorang hamba ada di keadaan yg lebih baik dari yg ia pinta. Dan level tertinggi adalah diakhirkan pahalanya di akhirat, dan ia akan mendapati pahala yg sangat besar di akhirat, lebih dari seandainya doanya dikabulkan di dunia.

-Syaikh Abdussalaam Asy Syuwa'ir hafizhobullaah-
Al akh aditya siregar

Tetap Yakin dengan Pertolongan dari Allah

Tetap Yakin dengan Pertolongan dari Allah

Tatkala engkau mengetahui kebenaran, meyakini kebenaran, mengamalkan kebenaran, dan menyampaikan kebenaran dengan sebenar-benarnya, mengajak manusia untuk mengikuti kebenaran dengan hikmah, nasihat yang baik, dan penjelasan yang baik. 

Engkau juga berjihad dalam membantah kebatilan dan meruntuhkan panji-panji para pengusung kebatilan dengan ilmu dan sikap adil. 

Maka akan banyak orang yang memusuhimu, mencacimu, dan mengecewakanmu. 

Ingatlah bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam, saat berada di antara musuh yang zalim, yang mengumpulkan pasukan besar dan di hadapannya lautan yang bergelombang, tetap berkata dengan penuh keyakinan (sebagaimana Allah Firmankan): 

قَالَ كَلَّآ ۖ إِنَّ مَعِىَ رَبِّى سَيَهْدِينِ

“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberiku petunjuk.” (QS Asy-Syu’ara: 62)

Dan ketahuilah bahwa dengan berpegang teguh pada kebenaran, bersabar, dan memiliki keyakinan, akan diraih kedudukan sebagai pemimpin dalam agama, sebagaimana firman Allah:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا۟ ۖ وَكَانُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS As-Sajdah: 24)

(Faedah dari Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullah)
Ustadz muadz mukhadasin

Rusak akhlâq dengan sebab bergaul kepada orang-orang bodoh.

'Aliy bin Abiy Thâlib radhiyallâhu 'anhu berkata:

"Rusak akhlâq dengan sebab bergaul kepada orang-orang bodoh."

[Sirâjul Mulûk 178]

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

Senin, 09 Juni 2025

akun-akun itu semuanya bukanlah milik para imâm

As-Syaikh Sulaimân Ar-Ruhailiy hafizhahullâh berkata:

"Aku mengingatkan para saudara dan saudariku qaum muslimîn dan muslimât bahwasanya didapati keberadaan banyak akun di platform X dengan nama-nama para imâm Al-Haramain waffaqahumullâh, dan diperoleh jutaan viewers, dan akun-akun itu semuanya bukanlah milik para imâm itu, dan tidak pula dengan seizin mereka, dan tidak ada seorang imâm pun dari ashhâbul fadhîlah para imâm Al-Haramain yang memiliki akun di platform X, maka berhati-hatilah kalian wahai ulil abshâr (orang yang memiliki pandangan yang tajam), dan janganlah kalian tertipu dengan akun-akun itu."

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

Sebab Gagal Paham Bidah

📒 Sebab Gagal Paham Bidah

Syekh al-Albani rahimahullah berkata:

من لا يعرف السنة لا يمكنه أن يعرف البدعة.

"Orang yang tidak mengenal sunnah tidak mungkin bisa mengenali bidah." (Silsilah al-Huda wan-Nur, 715)

🇮🇩🇸🇦 ICC DAMMAM KSA
Channel Telegram: https://t.me/iccdammamksa

Minggu, 08 Juni 2025

1️⃣ Bulughul Himmah syarh Ushulus Sunnah2️⃣ Syarah Itiqad Ahlissunnah (Aqidah Aimmah Ahlil Hadits)

TOMBO KANGEN 

Alhamdulillah telah sampai kepada kami pengobat rindu terhadap Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili حفظه الله berupa kitab syarah Aqidah Salafiyyah:
1️⃣ Bulughul Himmah syarh Ushulus Sunnah
2️⃣ Syarah Itiqad Ahlissunnah (Aqidah Aimmah Ahlil Hadits)

#Happy_Tasyrik_Days
ustadz amir al kadiri

Para ulama Malikiyah menganggap baik jika seorang qadhi (hakim) menggabungkan antara tugasnya sebagai qadhi dengan menjadi imam salat. Namun, hal itu dikritik oleh al-Hattab, beliau berkata

"Para ulama Malikiyah menganggap baik jika seorang qadhi (hakim) menggabungkan antara tugasnya sebagai qadhi dengan menjadi imam salat. Namun, hal itu dikritik oleh al-Hattab, beliau berkata:

'Yang dikenal di negeri kita, baik dahulu maupun sekarang, adalah larangan seorang qadhi kota menjadi imam di masjid jami' (utama).
Alasannya adalah karena pekerjaan qadhi merupakan pekerjaan yang rawan menimbulkan ketidaksenangan dari pihak yang diputuskan perkaranya, sehingga dikhawatirkan orang yang menjadi makmumnya adalah orang yang tidak menyukainya.'"

(Sumber: Manh al-Jalil karya Muhammad ‘Ailish, jilid 8, halaman 257)
Ustadz rizqo kamil 

Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah berkata," Saya berada di Mekah pada musim haji, dan saya melihat seorang laki-laki dari Khurasan berseru dan berkata

Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah berkata,"  Saya berada di Mekah pada musim haji, dan saya melihat seorang laki-laki dari Khurasan berseru dan berkata: "Wahai jamaah haji, wahai penduduk Mekah dari yang hadir dan yang datang dari luar kota, saya telah kehilangan sebuah kantong yang berisi 1000 dinar. Siapa yang menemukannya dan mengembalikannya kepada saya, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan dan membebaskannya dari api neraka dan dia akan mendapatkan pahala dan ganjaran pada hari kiamat."

Seorang syaikh tua dari penduduk Mekah berdiri dan berkata kepadanya, "Wahai orang Khurasan, negeri kami sedang mengalami kesulitan, dan hari² haji terbatas, serta musim haji juga terbatas, pintu² penghasilan tertutup. Mungkin harta ini jatuh ke tangan seorang mukmin yang miskin dan syaikh yang tua, yang berharap mendapatkan janji dari Anda jika dia mengembalikan harta itu kepada Anda, memberikan sedikit harta yang halal kepada Anda."

Orang Khurasan bertanya, "Berapa jumlah yang dia inginkan?" Syaikh tua itu menjawab, "Dia menginginkan sepersepuluh, 100 dinar dari 1000 dinar." Orang Khurasan itu menolak dan berkata, "Saya tidak akan melakukannya, tapi saya akan menyerahkan urusan ini kepada Allah, dan saya akan mengadukannya kepada-Nya pada hari ketika kita bertemu dengan-Nya, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung."

Ath-Thabari berkata: Maka terlintas dalam pikiranku bahwa syaikh tua itu adalah seorang laki-laki yang miskin, dan dia telah menemukan kantong dinar itu dan menginginkan sebagian kecil darinya. Saya mengikuti dia sampai dia kembali ke rumahnya dan ternyata memang seperti yang saya duga. Saya mendengar dia memanggil istrinya dan berkata, "Wahai Lababah!" Lababah menjawab, "Ya, Abu Ghiyas!"

Syaikh itu berkata, "Saya menemukan pemilik dinar itu berseru dan tidak ingin memberikan sedikit pun kepada orang yang menemukannya. Lalu saya tawarkan kepadanya untuk memberikan 100 dinar, tapi dia menolak. Apa yang harus saya lakukan, wahai Lababah? Saya harus mengembalikan harta itu kepadanya, saya takut akan Tuhanku."

Lababah berkata, "Wahai suamiku, kita telah mengalami kemiskinan bersama selama 50 tahun dan kita memiliki 4 anak perempuan, 2 saudara perempuan, kamu dan saya, dan ibu saya, kita semua menjadi 9 orang. Kita tidak memiliki seekor kambing pun dan tidak memiliki lahan untuk digembalakan. Ambillah harta itu semua dan berilah kami makan darinya, karena kita sedang kelaparan. Dan belilah pakaian untuk kita, karena kamu lebih tahu tentang kebutuhan kita daripada orang lain. Mungkin Allah akan mencukupkan kebutuhanmu setelah itu dan kamu bisa memberikan harta itu kepadanya setelah kamu memberi makan keluarga."

Lalu Ibnu Jarir ath-Thabari berkata laki² tua berkata kepada istrinya,
" Wahai Lababah, apakah saya akan memakan harta haram setelah saya mencapai usia tua ini?"
Dan saya akan membakar perutku dengan api neraka setelah saya bersabar dengan kemiskinan?
Dan saya akan mendapatkan murka dari Allah Yang Maha Perkasa?
Tidak, demi Allah, saya tidak akan melakukannya.'"

Ath-Thabari berkata:
"Lalu saya pergi dan merasa heran dengan sikap syaikh tua itu dan istrinya. Keesokan harinya, saya mendengar pemilik dinar itu berseru seperti hari sebelumnya.
Syaikh tua itu berdiri dan berkata kepadanya,
"Wahai orang Khurasan,
Saya telah memberitahu kamu kemarin dan menasihatimu,
Dan negeri kami,
Demi Allah,
Sedikit tanaman dan susu. Berilah sedikit harta kepada orang yang menemukannya,
Supaya tidak menyalahi syariat. Saya telah memberitahu kamu untuk memberikan 100 dinar kepada orang yang menemukannya,
Tapi kamu menolak.
Jika harta itu jatuh ke tangan orang yang takut kepada Allah,
Maka berilah mereka 10 dinar saja sebagai pengganti 100 dinar,
Agar mereka bisa menutup kebutuhan dan terjaga."

Orang Khurasan itu menjawab, "Saya tidak akan melakukannya,
Tapi saya akan menyerahkan urusan ini kepada Allah dan mengadukannya kepada-Nya pada hari ketika kita bertemu dengan-Nya, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung."

Hari berikutnya,
Pemilik dinar itu berseru lagi dengan seruan yang sama.
Syaikh tua itu berdiri dan berkata kepadanya,
"Wahai orang Khurasan,
Saya telah memberitahu kamu untuk memberikan 100 dinar kepada orang yang menemukannya,
Tapi kamu menolak,
Lalu 10 dinar,
Tapi kamu tetap menolak tidakkah kamu memberikan 1 dinar saja kepada orang yang menemukannya?
Agar dia bisa membeli kebutuhan dan mendapatkan susu dari kambing yang dia pelihara, lalu dia bisa memberi minum orang lain dan mendapatkan pahala."

Orang Khurasan itu menjawab, "Saya tidak akan melakukannya tapi saya akan menyerahkan urusan ini kepada Allah, dan mengadukannya kepada-Nya pada hari ketika kita bertemu dengan-Nya, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung."

Syaikh tua itu menariknya dan berkata, "Ambil uangmu dan biarkan saya tidur malam ini, saya tidak bisa tidur sejak saya menemukan uang ini."

Ath-Thabari berkata:
"Lalu syaikh tua itu pergi bersama pemilik dinar itu dan saya mengikuti mereka sampai syaikh tua itu memasuki rumahnya, lalu dia menggali tanah dan mengeluarkan dinar-dinar itu dan berkata," Ambil uangmu dan saya berharap Allah akan memaafkan saya dan memberi saya rezeki dari karunia-Nya.'"

Pemilik dinar itu mengambil uangnya dan hendak keluar,
Ketika dia mencapai pintu rumah,
Dia berkata,
"Wahai syaikh,
Ayah saya telah meninggal dan mewariskan 3000 dinar untuk saya, dan dia berkata kepada saya," Keluarkan sepertiga dari uang itu dan berikan kepada orang yang paling berhak."
Saya telah mengikat uang itu di dalam kantong ini sampai saya menemukannya untuk diberikan kepada orang yang berhak.
Dan demi Allah,
Saya tidak melihat sejak saya keluar dari Khurasan sampai di sini seorang pun yang lebih berhak daripada kamu."

Lalu dia memberikan uang itu kepada syaikh tua itu dan pergi.
Syaikh tua itu berdiri sambil menangis dan berdoa kepada Allah,
Seraya berkata,
"Semoga Allah merahmati pemilik uang itu di dalam kuburnya dan memberkahi anaknya."

 ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah,
Niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."
(QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Ustadz sucipto

Sabtu, 07 Juni 2025

mengenai istilah Sharpening #Euro cut #Fine cut #Regular cut #Shapire cut #Ultra #fine cut #Polished

hati hati ini simbol keagamaan

* قال المعلمي اليماني -رحمه الله-: 
«والوثنيُّون في الهند إلى الآن إذا طلعت الشمس استقبلوها وحنوا رؤوسهم إليها 
وطبَّقوا أيديهم 👉🏼
ووضعوها على جباههم
 وهي تحيَّة يُحَيُّون بها ملوكَهم وأكابرَهم، 
والعوامُّ من المسلمين❗️ في الهند يحيُّون بها👉🏼
 أو بنحوها قبورَ صالحيهم، 
ومن المسلمين مَن يعملها عَقِب كلِّ صلاةٍ يفرغ منها، 
فينحرف عن القبلة ويستقبل بغداد لموضع قبر الشيخ عبد القادر الجيلانيِّ، 
أو يستقبل (أجمير) لموضع قبر الشيخ معين الدين الجشتيِّ،
 ويمكث ساعةً رافعًا يديه يدعو ثم ينحني ويذهب، 
ومنهم مَن يشير بتلك الإشارة على معنى التحيَّة، 👉🏼
وأهل العلم لا يصنعون ذلك 👉🏼
ولا ينكرونه،‼️
 والله المستعان». 

انتهى من (رفع الاشتباه عن معنى العبادة والإله) - ضمن «آثار المعلمي» (3/ 682).
ustadz muhammad furqon
https://www.facebook.com/share/1AMtDhyDbQ/

Mayoritas ulamâ' ilmu dunia hari ini seperti ulamâ' fisika, kimia, dan kedokteran adalah para malâhidah (atheis)."

Al-'Allâmah Al-Fauzân hafizhahullâh berkata: 

"Mayoritas ulamâ' ilmu dunia hari ini seperti ulamâ' fisika, kimia, dan kedokteran adalah para malâhidah (atheis)."

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

MU'TAMAD MADZHAB

MU'TAMAD MADZHAB

Pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Asy-Syafii artinya adalah pendapat-pendapat Imam Asy-Syafii atau pendapat-pendapat dari para Ashhab (para ulama mujtahid dalam madzhab Asy-Syafii). Jadi, pendapat mu'tamad bukan hanya pendapat Imam Asy-Syafii semata, melainkan juga pendapat para Ashhab yang berijtihad dengan kaidah-kaidah madzhab Asy-Syafii maupun mengambil hukum dari pendapat Imam Asy-Syafii (mukharraj). Hal ini disebabkan tidak semua masalah fikih dapat ditemukan pendapat dari Imam Asy-Syafii secara langsung.

Selain itu, terkadang kita akan menemukan perbedaan pendapat dalam internal madzhab, Imam Nawawi dalam Muqaddimah Al-Minhaj menyebutkan beberapa di antaranya:

✅ Apabila Imam Asy-Syafii diketahui memiliki beberapa pendapat yang berbeda (aqwal), maka:

👉🏻 Apabila perselisihannya sangat kuat, maka pendapat yang lebih kuat disebut dengan Azhhar, dan yang tidak Azhhar disebut dengan Zhahir. Baik Azhhar maupun Zhahir keduanya dinilai kuat, karenanya keduanya bisa diamalkan (boleh dipilih), namun Azhhar lebih kuat dan pendapat inilah yang mu'tamad.

👉🏻 Apabila perselisihannya lemah, maka yang kuat disebut Masyhur, dan yang tidak kuat disebut Gharib. Al-Imam An-Nawawi menggunakan istilah "gharib" untuk menyebutkan pendapat Imam Asy-Syafii yang tidak kuat sebagai bagian dari adab sehingga tidak mengatakannya dengan istilah "lemah". Pendapat yang mu'tamad adalah yang Masyhur.

✅ Apabila ditemukan perbedaan antara pendapat lama (qaul qadim) dengan pendapat baru (qaul jadid), maka secara umum yang mu'tamad adalah qaul jadid, kecuali beberapa permasalahan yang telah disebutkan dalam kitab-kitab Syafiiyyah.

✅ Apabila ditemukan pendapat yang secara tekstual disebutkan dalam qaul qadim, dan tidak disebutkan adanya pendapat dalam qaul jadid yang bertentangan, maka yang mu'tamad adalah pendapat qaul qadim tersebut. Demikian pula sebaliknya.

✅ Apabila ditemukan pendapat yang secara tekstual disebutkan langsung dari Imam Asy-Syafii dan bertentangan dengan pendapat sebagian Ashhab, maka pendapat Imam Asy-Syafii tersebut diistilahkan "nash", dan inilah yang mu'tamad.

✅ Apabila di antara Ashhab ditemukan perbedaan pendapat, maka:

👉🏻 Apabila perselisihannya kuat, maka yang lebih tepat diistilahkan ashah, sedangkan lawan ashah adalah shahih. Keduanya pendapat yang sama-sama kuat, karenanya keduanya bisa dipilih untuk diamalkan salah satunya, namun ashah dinilai lebih kuat dan lebih tepat, dan inilah yang mu'tamad.

👉🏻 Apabila perselisihannya tidak kuat, maka pendapat yang benar diistilahkan shahih dan lawannya adalah dhaif. Dalam hal ini, secara umum pendapat dhaif tidak boleh difatwakan atau diamalkan. Pendapat yang mu'tamad adalah yang shahih.

👉🏻 Apabila dikatakan "wa qila kadza" maka maksudnya adalah pendapat Ashah yang lemah, sehingga lawannya adalah pendapat yang kuat, baik itu Ashah maupun Shahih, hanya Imam Nawawi belum bisa menentukan apakah pendapat yang kuat itu Ashah atau Shahih.

👉🏻 Apabila dikatakan "wa fi qaulin kadza" maka maksudnya adalah pendapat yang menjadi lawan dari Azhhar maupun Masyhur, namun Imam Nawawi belum bisa menentukan apakah yang lebih kuat itu Azhhar atau Masyhur.

🔶 Dari sini dapat kita pahami bahwa:
1️⃣ Pendapat mu'tamad madzhab bukan hanya pendapat Imam Asy-Syafii semata, melainkan juga himpunan pendapat para Ashah yang menggunakan kaidah-kaidah Imam Asy-Syafii, maupun yang berijtihad dengan berlandaskan atas pendapat Imam Asy-Syafii (mukharraj),
2️⃣ Bahwa pendapat yang boleh diamalkan bukan hanya pendapat yang mu'tamad. Pendapat yang bukan mu'tamad boleh diamalkan dan difatwakan selama bukan pendapat yang dhaif.
3️⃣ Bahkan sebagian pendapat dhaif terkadang dipilih untuk difatwakan dengan beberapa pertimbangan tertentu seperti dinilai lebih mudah diamalkan atau lebih memberikan maslahat bagi umat.
4️⃣ Bahwa tidak mengamalkan pendapat mu'tamad tidak otomatis disebut keluar dari madzhab. Bahkan sebagian ulama Syafi'iyyah, seperti Imam Nawawi terkadang juga memiliki pendapat pribadi yang berbeda dengan pendapat mu'tamad madzhab. Pendapat ini diistilahkan dengan "ikhtiar". Para ulama Syafiiyyah kontemporer telah menyebutkan kebolehan bertaklid kepada ikhtiar Imam Nawawi, walaupun keluar dari mu'tamad madzhab.

Wallahu a'lam.

(Faidah Daurah Al-Minhaj bersama Syaikh Dr. Labib Najib Al-Adni hafizhahullahu ta'ala dengan beberapa catatan tambahan)
Ustadz muhammad laili

Polemik Kulit Hewan Kurban

[ Polemik Kulit Hewan Kurban ]

Termasuk yang manakah Anda dalam masalah solusi bagi kulit hewan kurban? 

1. Tidak boleh dijual secara mutlak, harus diberikan sebagai hadiah.
2. Dipotong-potong kulitnya dan dibagikan seperti halnya daging. 
3. Dijual oleh takmir masjid ke pengrajin dan hasilnya diberikan ke fakir miskin. 
4. Sama seperti no. 3 namun hasilnya masuk kas masjid. 
5. Dijadikan pembayaran untuk jasa tukang jagal
6. ... (Silahkan isi sendiri) 

Khusus no. 5 terlarang dalam tiga mazhab selain mazhab Abu Hanifah dan sebagian ulama seperti Hasan Al Bashri yang membolehkannya. Mazhab Syafi'i sendiri tegas melarang hal ini, dalam Al Majmu' Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan bahwa kebiasaan para ulama terdahulu mereka mengolah sendiri kulitnya untuk sandal, wadah air, dsb.

واتفقت نصوص الشافعي والأصحاب على أنه لا يجوز بيع شيء من الهدي والأضحية نذراً كان أو تطوعاً، سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره، ولا يجوز جعل الجلد وغيره أجرة للجزار، بل يتصدّق به المضحّي والمُهدي، أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه، كسقاءٍ أو دلو أو خفّ وغير ذلك

"Para ulama mazhab Syafi’i berikut para ashab sepakat bahwa tidak boleh memperjualbelikan sebagian dari hewan kurban atau hewan qurban seluruhnya, baik itu kurban nadzar maupun sunah, baik itu berupa daging, lemak, kulit, tanduk, bulu, dan selainnya. Tidak diperbolehkan menjadikan kulit dan sebagainya sebagai upah bagi tukang daging. Sebaliknya, orang yang berkurban dan orang yang menyembelihnya sebagai al-hadyu hendaknya menyedekahkannya, atau sebagiannya dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan sendiri, seperti membuat kantung air, timba, sepatu, atau yang lainnya."

IMHO yang kemanfaatannya lebih besar adalah no. 3 atau 4. Pengrajin dapat bahan kulit, fakir miskin dapat hasilnya atau masjid dapat tambahan kas untuk membangun atau operasional. Dalam Islamweb disebutkan, 

فإن جلود الأضاحي ينتفع بها في جميع وجوه الانتفاع، وإذا تبرع بها أصاحبها للجمعية المذكورة لتقوم هي بعد ذلك ببيعها وتنتفع بثمنها في بناء مسجد، فإن هذا عمل صالح مشروع

"Kulit hewan kurban boleh dimanfaatkan untuk apa saja. Apabila pemiliknya menyedekahkannya kepada suatu badan amal, kemudian badan amal tersebut menjualnya dan hasilnya digunakan untuk membangun masjid, maka hal tersebut termasuk amal shaleh dan mubah"
Ustadz yhouga pratama 

Dakwah al-ikhwânul muslimûn adalah dakwah mâddiyyah (dakwah materialistis) dunyawiyyah (bersifat dunia), dan untuk mengumpulkan banyak harta

Al-'Allâmah Muqbil Al-Wâdi'iy rahimahullâh berkata:

"Dakwah al-ikhwânul muslimûn adalah dakwah mâddiyyah (dakwah materialistis) dunyawiyyah (bersifat dunia), dan untuk mengumpulkan banyak harta."

[Tuhfatul Mujîb 76]

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

Tanda Haji Mabrur : Kian zuhud pada dunia & amat rindu akhirat"

قال الإمام ابن رجب الحنبلي - رحمه الله - :

" للحجّ المبرور علاماتٌ لا تخفى. قيل للحسن البصريّ : الحجُّ المبرورُ جزاؤهُ الجنة ؟ قال : آية ذلك : أن يرجعَ زاهدًا في الدّنيا راغبًا في الآخرةِ " 

【  لطائف المعارف  -  ابن رجب  】
قال الحسن البصري : " آية الحجّ المبرور : أن يرجعَ زاهدًا فِي الدّنيا، راغبًا فِي الآخرةِ " 
"Tanda Haji Mabrur : Kian zuhud pada dunia & amat rindu akhirat"
【 Imam Hasan Al-Bashri 】
Ustadz bagus feri 

Di antara perkara yang paling besar bahayanya atas seorang hamba adalah kemalasannya dan waktu luangnya

Al-Imâm Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:

"Di antara perkara yang paling besar bahayanya atas seorang hamba adalah kemalasannya dan waktu luangnya, karena sesungguhnya jiwa itu tidak akan duduk dalam keadaan diam, tetapi jika ia tidak menyibukkan jiwanya dengan perkara yang mendatangkan manfaat bagi jiwa, maka jiwa itu telah menyibukkannya dengan perkara yang akan memudharatkannya dan pasti."

[Tharîqul Hijratain 281]

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

Jika berbagai fitnah datang, maka janganlah kamu mencari-cari informasi, dan jangan pula menginformasikan."

Syuraih Al-Qâdhiy berkata:

"Jika berbagai fitnah datang, maka janganlah kamu mencari-cari informasi, dan jangan pula menginformasikan."

[Siyaru A'lâmin Nubalâ' karya Adz-Dzahabiy]

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

Faidah dari kitab Mulakkhash Fiqhi karya Syaikh Shalih Al Fauzan (Hambali). Beliau menetapkan takbir muqayyad berdalilkan hadits marfu' riwayat Addaruqthni.

Faidah dari kitab Mulakkhash Fiqhi karya Syaikh Shalih Al Fauzan (Hambali). 

Beliau menetapkan takbir muqayyad berdalilkan hadits marfu' riwayat Addaruqthni. 

كان النبي صلى الله عليه وسلم يُكبر في صلاة الفجر يوم عرفة الى صلاة العصر من آخر أيام التشريق حين يُسلم من المكتوبات "

و في لفظ " كان صلى الله عليه وسلم إذا صلى الصبح من غداة عرفة ،يقبل على أصحابه فيقول على مكانكم و يقول الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله الله اكبر الله اكبر و لله الحمد" 

Disebutkan dalam hadits bahwa dalam takbir, imam menghadap jamaah.
ustadz wira bachrun 

𝐊𝐇𝐔𝐓𝐁𝐀𝐇 𝐈𝐄𝐃 𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐊𝐀𝐋𝐈?

𝐊𝐇𝐔𝐓𝐁𝐀𝐇 𝐈𝐄𝐃 𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐊𝐀𝐋𝐈?

Asy-Syaikh Shalih Al-Ushoimiy -ℎ𝑎𝑓𝑖𝑑ℎ𝑎ℎ𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ- mengatakan :

"Jika engkau menjumpai suatu perkara yang tersebar di kalangan umat ini dan tidak pernah ada yang mengingkarinya keculai dari kalangan 𝑚𝑢𝑡𝑎'𝑘ℎ𝑖𝑟𝑖𝑛 (belakangan), maka ketahuilah bahwasanya 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐛𝐞𝐫𝐡𝐚𝐤 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐢𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐫𝐢 𝐝𝐢𝐛𝐚𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐮𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐝𝐚𝐡𝐮𝐥𝐮, karena umat ini tidak mungkin luput dari pengetahuan terhadap agama mereka dalam kurun selama itu.

Misalkan, Khutbah Ied satu kali, engkau akan mendapati bahwasanya umat ini dari masa kemasa berkhutbah dengan dua khutbah saat ied, begitupula dengan para ulama. Sehingga bisa disimpulkan bahwasanya 𝐩𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐚𝐭𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐡𝐮𝐭𝐛𝐚𝐡 𝐢𝐞𝐝 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐥𝐢 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐮𝐡𝐝𝐚𝐭𝐬 (pendapat baru)."

Sumber :
https://youtu.be/t1eKigSEGa0?si=IMpbwoTajK8PGSrf
[Menit ke 23.00 ]
Ustadz fandy abu syarifah 

Kamis, 05 Juni 2025

Insight yang menarik dari Dr Walid Shawish, faqih Maliki terkait haji dan visa haji.

Insight yang menarik dari Dr Walid Shawish, faqih Maliki terkait haji dan visa haji.

---

Ringkasan

Karena syariat mensyaratkan bahwa objek jual beli dan harga (yang menjadi inti akad) harus memiliki nilai finansial, serta karena syariat melarang memperoleh keuntungan finansial melalui pengaruh atau kedudukan yang bertentangan dengan prinsip kerelaan dalam transaksi, yang dalam istilah syariat disebut sebagai tsaman al-wajh (harga dari kedudukan) atau ‘iwadh al-jāh (imbal jasa dari pengaruh), maka menjual visa haji adalah batal secara syariat, haram untuk dimasuki sejak awal, dan jika telah terjadi, maka wajib bertaubat dan mengembalikan keadaan seperti sebelum akad berlangsung. Sebab, sesuatu yang dianggap tidak ada secara syar’i, diperlakukan sama dengan yang tidak ada secara inderawi. Pembeli visa berhak menuntut kembali uang yang diberikan untuk membayar ‘harga wajah’ dari penjualnya, dan penjual tidak berhak menerima apa pun kecuali biaya aktual seperti biaya transportasi atau komunikasi. Orang yang memiliki pengaruh dan kedudukan disarankan untuk memanfaatkannya dalam amar ma’ruf nahi munkar dan perbaikan umat, dan diharamkan memperoleh keuntungan finansial dari kedudukan dan pengaruh mereka.

---

Pertama: Dasar hukum syariat dalam masalah ini

1. Objek akad harus memiliki nilai finansial:

Objek akad adalah hal yang dijadikan pokok perjanjian. Dalam jual beli mobil misalnya, objek akad adalah mobil dan harganya. Mobil memiliki nilai finansial secara syar’i, dan harga yang dibayar merupakan imbalan atas manfaat yang diperbolehkan secara syar’i. Sebaliknya, menjual film, sinetron, atau materi media yang bertentangan dengan ajaran dan akhlak Islam, hukumnya tidak sah karena manfaat dari materi tersebut dilarang. Maka, harga yang diterima dari penjualan tersebut adalah bentuk memakan harta orang lain secara batil, seperti yang difirmankan Allah:
“Dan janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan cara yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan itu) kepada hakim untuk memakan sebagian dari harta orang lain dengan dosa, padahal kalian mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 188).
Dalam kasus ini, nilai finansial dari materi media tersebut dianggap tidak sah secara syariat, dan penjual wajib mengembalikan uang kepada pembeli.

2. Haramnya memperoleh keuntungan dengan menggunakan pengaruh dan kedudukan:

Syariat menegaskan bahwa hak seseorang ditentukan oleh syariat, bukan oleh kekuasaan atau pengaruh. Maka tidak diperbolehkan menciptakan hak dengan kekuatan atau jabatan. Hak hanya sah jika ditetapkan oleh syariat, dan setelah hak itu ada, barulah kekuatan digunakan untuk menegakkannya melalui amar ma’ruf nahi munkar dan peran penguasa atau lembaga hukum. Oleh karena itu, pengaruh dan kedudukan tidak memiliki nilai finansial secara syar’i, dan setiap keuntungan dari kedudukan adalah haram. Pengaruh harus digunakan untuk kebaikan, bukan untuk memperoleh imbalan.

---

Kedua: Apa yang dimaksud dengan penjualan visa haji

Visa haji adalah izin masuk ke suatu negara untuk menunaikan ibadah haji. Izin ini tidak memiliki nilai finansial secara syariat. Visa bukan barang yang memiliki manfaat yang dapat dinilai dengan uang. Ia hanyalah hasil kesepakatan administratif antarnegara dalam mengatur pelaksanaan haji. Menjadikannya sebagai barang dagangan adalah bentuk komersialisasi terhadap hak ibadah, dan tunduk pada mekanisme pasar (supply-demand), yang bertentangan dengan prinsip syariat terutama dalam hal ibadah haji.

---

Ketiga: Hukum syariatnya (yang tidak sah menurut syariat dianggap tidak ada secara inderawi)

1. Seseorang yang mendapatkan visa haji pada awalnya tidak membayar apa pun; visa itu diberikan gratis, biasanya karena kedudukan atau koneksi. Ia boleh memberikannya secara cuma-cuma kepada orang lain. Tetapi jika ia memperjualbelikannya, maka ia telah menggunakan kedudukan dan pengaruhnya untuk mendapatkan keuntungan, dan ini adalah bentuk transaksi yang keluar dari batas perdagangan murni menuju pemanfaatan kekuatan dan pengaruh, yang bertentangan dengan prinsip kerelaan dalam transaksi menurut syariat.

2. Jika tetap terjadi perjanjian jual beli visa, maka akad tersebut batal secara syar’i, dan pembeli tidak wajib membayar. Penjual hanya berhak menerima biaya nyata yang telah dikeluarkan (misal biaya transport atau komunikasi), sedangkan uang yang dibayarkan karena 'harga wajah' tidak sah dan harus dikembalikan kepada pembeli. Pembeli boleh tetap menggunakan visa untuk menunaikan haji, dan hajinya tetap sah. Tetapi ia wajib bertaubat dari transaksi batil tersebut. Transaksi seperti ini diperlakukan seolah tidak pernah terjadi, walaupun secara tampak ia terjadi.

---

Keempat: Bahaya dari religiositas emosional yang menyimpang terhadap syariat

Haji adalah rukun Islam, dan Allah hanya mewajibkannya bagi yang mampu. Orang yang tidak mampu secara syar’i tidak berkewajiban menunaikannya hingga mampu. Namun ketika ibadah haji dijadikan sebagai komoditas yang bisa dibeli oleh siapa saja yang mampu secara finansial, maka ini adalah bentuk privatisasi dan kapitalisasi ibadah, yang mengubah esensi agama menjadi barang dagangan yang tunduk pada logika pasar.
Ironisnya, bahkan ekonomi kapitalis pun tidak mengizinkan semua hak untuk diperjualbelikan, seperti hak mencalonkan diri atau memilih dalam pemilu. Tapi ketika religiositas emosional tanpa dasar ilmu tumbuh, justru ia menjadi lebih kapitalis dari kapitalisme itu sendiri – dan ini terjadi dalam salah satu rukun Islam: haji.
Oleh karena itu, penulis mengajak setiap Muslim yang mencintai haji untuk menolak komersialisasi agama, yaitu menjadikan agama sebagai komoditas yang bisa dipermainkan dan digunakan oleh orang-orang yang tidak memiliki kesungguhan terhadap ibadah, yang hanya menjadikan agama sebagai mainan dan senda gurau.

---

Jalan menuju Sunnah itu wajib.

Ditulis oleh hamba-Nya yang lemah dan tertawan oleh dosanya,
Dr. Walid Mustafa Shawish
Amman, Yordania
Pagi Jumat yang diberkahi,
19 Agustus 2016

الملخص

نظرا لاشتراط الشرع أن يكون المبيع والثمن (محل العقد) له قيمة مالية، وتحريم الشرع تحقيق أي مكسب مالي عن طريق النفوذ الذي يتنافى مع الرضا في التجارة، وهو ما يعرف في الشرع بثمن الوجه أو عوض الجاه، فإن بيع تأشيرات الحج يعتبر باطلا، يحرم الدخول فيه ابتداء، وتجب منه التوبة انتهاء إن وقع ، ويجب إعادة الحال كما كان عليه قبل التعاقد؛ لأن المعدوم شرعا كالمعدوم حِسًّا، ولمشتري التأشيرة الحق في الرجوع بثمن الوجه على من باعه، ولا يحق لبائع التأشيرة إلا المصاريف الفعلية، كثمن نقل أو اتصال وشبه ذلك، ويوصَى أصحاب النفوذ والجاه بتزكية جاههم ونفوذهم بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وإصلاح ذات بين المسلمين، ويحرم عليهم تحقيق أي مكسب مالي مقابل جاههم ونفوذهم.

أولا: الأسس التي يبنى عليها الحكم الشرعي في هذه المسألة:

1-محل العقد لا بد أن يكون متقوما ماليا:

محل العقد هو المعقود عليه ففي بيع السيارة محل العقدة هو السيارة وثمنها، فالسيارة لها قيمة مالية شرعا، والثمن هو مقابل ما ينتفع به شرعا، ومما هو غير مشروع الانتفاع به كبيع الأفلام والمسلسلات والمواد الإعلامية التي تتعارض من الإسلام أحكامه وأخلاقه فلا يحل الثمن للبائع لأن الانتفاع بهذه المادة محرم شرع، وأخذ الثمن هو أكل لأموال الناس بالباطل، لأن المال المبذول من المشتري واقع دون مقابل شرعا، وهو ما بينه الله تعالى في كتابه: وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (188)  سورة البقرة، وفي هذه الحالة تعتبر القيمة المالية للمادة الإعلامية الفاسدة هدرا من الناحية الشرعية، وعلى البائع أن يرد الثمن للمشتري.
2-تحريم التكسب بطريقة النفوذ والجاه:

بينت الشريعة مقاطع الحقوق وأن الحق ما يقرره الشرع، ولا يجوز استخدام القوة والنفوذ في إنشاء الحق وتقريره، لأن الحق يثبت من جهة الشرع، وبعد ثبوت الحق من جهة الشرع، تأتي القوة الشرعية لإقامة الحق في المجتمع، بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، وقوة الحاكم، والقضاء, يعني أن الوجه والقوة لا مكان لهم في تحقيق أي مكسب مالي وأن الكسب المالي لا بد أن يكون ناشئا عن صفقة تجارية محضة لا دخل للقوة فيها لأصحاب الجاه والنفوذ، والتكسب بالمنصب أو الوجاهة الاجتماعية حرام شرعا، لأن الوجه لا توجد له قيمة مالية من الناحية الشرعية، بل يجب بذله لله تعالى في الإصلاح بين المسلمين، والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر.

ثانيا: ماذا يعني  بيع تأشيرة الحج:

تأشيرة الحج هي إذن بدخول الدولة لأجل أداء فريضة الحج، وهذا الحق لا توجد له قيمة مالية، ولا يعني أن التأشيرة حق الدخول أن لها قيمة مالية، فكثير من الحقوق ليست لها قيمة مالية، مثل الحقوق في مجال الأسرة، والوالدين فهذه لا تباع ولا تشترى، وكذلك  التأشيرة فهي لا تتضمن في ذاتها ونفسها منفعة تقوم بمال، بل هي حق اقتضته الظروف في اتفاقات بين الدول الإسلامية لتنظيم الحج، وتحويل التأشيرة إلى سلعة هو فرض قيم رأسمالية على شأن ديني محض وهو العبادة، وهي تعنى تسليع الحق في الحج،  وإخضاعه لقوى العرض والطلب في السوق وهذا يتنافى مع الحقوق والواجبات الشرعية  وعلى رأسها الحج الأكبر .
ثالثا: الحكم الشرعي (المعدوم شرعا كالمعدوم حِسًّا):

1-إن من يحصل على تأشيرة حج ابتداء لا يدفع ثمنها، وهو قد أخذها مجانا، ويكون قد حصل عليها بوجاهته ومنحت له بصفة خاصة  وله الحق أن يتنازل عنها مجانا لمن يرغب،  وعندما يتاجر بهذه التأشيرة، يكون قد استفاد من مركزه ونفوذه ووجهه في تحقيق مكاسب مالية، وخرج التبادل عن كونه لأسباب تجارية بحته إلى تكسب بالقوة والنفوذ، وإدخال النفوذ والقوة في التكسب المالي يتنافى مع التراضي في العقود الذي يحل به مال المسلم لأخيه، ويحرم الدخول في هذه الصفقة ابتداء، لأنها أكل لأموال الناس بالباطل.

2-وعلى فرض حصل عقد واتفاق على بيع التأشيرة فيعتبر العقد لا غيا من الناحية الشرعية، ولا يجب على المشتري أن يسدد الثمن للبائع  لبطلان العقد،  ويحق للبائع الأجرة الفعليه التي دفعها من تنقل وسفر واتصال ، أما ما دفعه من ثمن وجه للبائع السابق، فلا حق له فيه، ويرجع  على البائع السابق بثمن الوجه ، لأن الوجه لا ثمن له شرعا، ويُرَدُّ المال إلى صاحبه، ويحق لمن حصل على التأشيرة أن يحج بها  وحجه صحيح، وعليه التوبة من البيع الباطل الذي اشترى به التأشيرة, ونتعامل مع العقد الباطل على أنه غير موجود حسا ولو كان موجودا صورة، للقاعدة الفقهية: المعدوم شرعا كالمعدوم حِسًّا.

رابعا: خطور ة التدين العاطفي المشوّه على الشريعة:

الحج ركن من أركان الإسلام، وقد كتب الله تعالى الحج على المستطيع، ومن ليست له قدرة على الحج بالوسائل المشروعة سقط عنه فرض الحج إلى أن يستطيع إليه سبيلا، وتحويل ركن من أركان الإسلام إلى حق مالي لمن يدفع المال هو تعويم للعبادة وإخضاع لها لقوى العرض والطلب، مما يعني رسملة أركان الإسلام وإخضاعها لقيم الاقتصاد الرأسمالي،  ومع أن الاقتصاد الرأسمالي لا يجيز أن تكون بعض الحقوق محلا للمعاوضة المالية كحق الترشح والانتخاب للمجالس البرلمانية،  فإن من المؤسف أن يصبح التدين العاطفي المنسلخ  عن التدين المعرفي، رأسماليا أكثر من الرأسمالية نفسها وفي ركن من أركان الإسلام وهو الحج،  لذا أهيب بكل مسلم محب للحج أن يحذر من تسليع الدين أي تحويل الدين إلى سلعة قابلة للطي والفرش وكل وجوه الاستعمال المنحرف، لأفراد لا يعنيهم الحج، بعد أن اتخذوا دينهم لهوا ولعبا.

الطريق إلى السنة إجباري

وكتبه عبد ربه وأسير ذنبه

د. وليد مصطفى شاويش

عمان المحروسة

صبيحة الجمعة المبارك

19-8-2016

https://walidshawish.com/%D9%87%D9%84-%D9%8A%D8%AC%D9%88%D8%B2-%D8%A8%D9%8A%D8%B9-%D8%AA%D8%A3%D8%B4%D9%8A%D8%B1%D8%A7%D8%AA-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AC-%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%AC%D8%A7%D8%B1%D8%A9-%D9%81%D9%8A%D9%87%D8%A7/
Ustadz noor akhmad setiawan
https://www.facebook.com/share/19iGaVmnzy/


Kementerian Agama Yordania memang tegas melarang jual beli visa ini 👍

https://petra.gov.jo/Include/InnerPage.jsp?ID=2126437&lang=ar&name=archived_news#:~:text=%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%81%D8%AA%D8%A7%D8%A1%20%D8%A7%D9%84%D8%B9%D8%A7%D9%85%20%3A%20%D9%84%D8%A7%20%D9%8A%D8%AC%D9%88%D8%B2%20%D8%A8%D9%8A%D8%B9%20%D9%88%D8%B4%D8%B1%D8%A7%D8%A1%20%D8%AA%D8%A3%D8%B4%D9%8A%D8%B1%D8%A7%D8%AA%20%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AC%20%D8%A8%D9%8A%D9%86%20%D8%A7%D9%84%D9%86%D8%A7%D8%B3
Tambahan dari ustadz yhouga pratama
@ Kementrian agama yordania memang tegas melarang jual beli visa ini 

Hukum Jual Beli Visa Haji

[ Hukum Jual Beli Visa Haji ]

Islamweb ditanya bahwa di Aljazair visa haji diberikan secara undian untuk tiap 32,000 orang. Namun ada visa haji untuk 4,000 orang diantaranya untuk pegawai kementerian, dsb. Apakah boleh diperjualbelikan? Dalam jawaban dinukil pernyataan Syaikh Abdurrahman Al Barrak, 

 فإن أخذ تأشيرة لنفسه، وهو يريد الحج ثم عدل عن ذلك، فليس له أن يبيعها إلا بقدر التكلفة التي بذلها في سبيل الحصول عليها، ومعنى ذلك أنه لا يجوز أن تتخذ تأشيرات الحج تجارة يستغل بها ضعفاء المسلمين والحريصين على الحج، بل ينبغي للمسلم أن يكون معينا على الخير، وأن يساعد إخوانه المسلمين لا أن يستغلهم

"Jika dia memperoleh visa untuk dirinya sendiri, dengan maksud untuk menunaikan haji, kemudian berubah pikiran, maka dia tidak boleh menjual visa tersebut, kecuali senilai dengan harta yang telah dikeluarkannya. Artinya, visa haji tidak boleh digunakan sebagai sarana perdagangan yang mengeksploitasi kaum muslimin yang lemah dan mereka yang ingin menunaikan haji. Sebaliknya, seorang Muslim hendaknya menjadi pendukung kebaikan dan membantu saudara-saudara muslimnya, bukan memanfaatkan mereka."

Begitulah ya ikhwah. Seorang muslim hendaknya tidak memeras dana ummat, apalagi jamaah pengajiannya sendiri.
https://www.facebook.com/share/16BCNDjGGe/