Hisab Ru'yat dalam Madzhab Syafi'i
1. Kitab Al Muta'mad fil Fiqhis Syafi'i:
عدم إثبات الأهلة بالحساب :
لا يثبت هلال رمضان ولا غيره بقول المنجمين، ولا بكلام الحاسب الذي يعتمد منازل القمر، وتقدير سيره وأن أول الشهر طلوع النجم الفلاني، لأن الصيام عبادة، ولا نتعبد إلا بالرؤية، كما جاء في الحديث الشريف، ولأن النجوم والحساب لا مدخل لهما في العبادات، كما لا يلزم صاحب الحساب أن يصوم بمعرفة نفسه للحساب ولا المنجم كذلك فلا يجب عليهم، لكن يجوز لهما الصيام دون غيرهما، ولا يجزئهما ذلك عن فرضهما .
Masuknya bulan baru Ramadhan atau bulan lainnya tidak ditetapkan dengan kata-kata ahli nujum (ahli perbintangan) atau berdasar ahli hisab yang mana mereka bersandar pada fase bulan, perkiraan edar bulan, dan berdasar awal bulan dimulai dengan terbitnya bintang tertentu. Karena puasa adalah ibadah, dan kita tidak beribadah puasa melainkan hanya dengan ru'yat, sebagaimana yang tersebut dalam Hadits Asy Syarif. Dan sebabnya juga bintang dan ilmu hisab tidak tergolong masuk dalam peribadatan ini. Sebagaimana ahli hisab tidak wajib berpuasanya berdasar pengetahuan dirinya tentang ilmu hisab ini, dan demikian juga ahli nujum tidak wajib puasa berdasar ilmu nujumnya. Akan tetapi boleh atas mereka berdua sendiri berpuasa, dan tidak boleh diikuti oleh orang-orang selain mereka. Namun puasa mereka berdua belum terhitung puasa fardhu (terhitung hanya puasa sunnah).
2. Kitab Nailur Raja bisyarhi Safinatin Naja:
وزادَ الرَّملي - كوالدِهِ - أَمراً ثامناً : وهو : وجوبه على مَنْ عَرَفَ الهلال بحسابه أو تنجيمه، وكذا مَنِ أعتقد صدقهما، وقالَ ابنُ حجرٍ : لا يجب عليهما ، بل يجوز لهما ولا يُجزيهما
Dan al-Ramli menambahkan -sebagaimana ayahnya (Syaikh Syihabuddin Ar Ramly)- sebuah perkara penting:
Wajib (puasa) atas siapa yang mengetahui bulan sabit berdasarkan hisab atau astrologi, sebagaimana wajib juga bagi mereka yang membenarkan mereka berdua.
Ibn Hajar (Al Haitami) berkata: Tidak wajib atas mereka berdua untuk berpuasa , namun dibolehkan bagi mereka untuk berpuasa dan puasa mereka tidak bernilai puasa fardhu.
3. Kitab Al Yaquth An Nafis
Dijelaskan dalam Al yaquth An Nafis (tanpa saya terjemah semua) bahwa Ibnu Hajar Al Haitami membolehkan ahli hisab dan ahli astronomi ini untuk berpuasa, namun tidak boleh diikuti oleh yang lainnya. Tentang puasa yang berdasar hisab ini (tentu hari pertama saja) apakah dinilai puasa fardhu atau tidak, maksudnya hanya dianggap puasa Sunnah. Ternyata Ibnu Hajar ragu. Dalam Syarah Bafadhal beliau menganggap itu puasa mereka berdua tidak dihitung puasa Ramadhan, sementara dalam Al I'ab terhitung puasa Ramadhan dan dalam Al Imdad ragu antara keduanya tanpa mentarjihnya.
Sementara imam Ar Romly dan ayahnya yaitu Syihabuddin Ar Romly malah mewajibkan atas mereka berdua untuk berpuasa dan bahkan kepada siapapun yang membenarkan pengetahuan mereka berdua ini, dan menghitung puasa (pertama) berdasar ilmu hisab dan astronomi sah sebagai puasa (Ramadhan).
Dari hal ini bisa disimpulkan bahwa mu'tamad madzhab Syafi'i memakai rukyat, namun ada beberapa pendapat ulama madzhab Syafi'i yang membolehkan hisab, khususnya pendapat Ar Romly. Hendaknya kita toleran dalam masalah ini, karena semua adalah pendapat para ulama ahlussunah waljamaah yang ilmu mereka bersanad kepada para shahabat. Wallahu a'lam.
Al Faqir ilallah
Rohmanto, Riyadhul Quran