Selasa, 21 Maret 2023

APAKAH BENAR BUKA PUASA BERSAMA DI MASJID ITU BID'AH?

APAKAH BENAR BUKA PUASA BERSAMA DI MASJID ITU BID'AH? 

Jika ada masjid mengumumkan ajakan untuk buka puasa bersama-sama di masjid, maka hal ini bukan perkara bid'ah. 

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, 

أعلن في أحد المساجد أنه يوجد إفطار لكل من يريد الصيام في كل يوم خميس فما حكم ذلك ؟

"Diumumkan dalam salah satu masjid bahwa di masjid tersebut disedikan makanan berbuka puasa bagi siapa yang ingin berpuasa pada setiap hari Kamis. Apa hukum hal tersebut?"

Beliau menjawab, 

هذا الإعلان لا بأس به ؛ لأنه إعلان فيه دعوة للخير وليس المقصود به بيعا ولا شراءً ، المحرم أن يعلن عن البيع وشراء أو تأجير واستئجار ، مما لم تبن المساجد من أجله وأما الدعوة إلى الخير وإطعام الطعام والصدقة فلا بأس به .
وأمّا بالنسبة لكونه هل هو اجتماع غير مشروع على العبادة ، فإنهم في الحقيقة لم يعلنوا عن الصيام الجماعي ، وإنما أعلنوا عن الإفطار فقط فلا بأس به ، والله أعلم " انتهى .

"Pengumuman seperti itu, tidak mengapa. Karena dia merupakan pengumuman ajakan kepada kebaikan, bukan bertujuan jual beli, yang diharamkan mengumumkan jual beli dan sewa menyewa. Karena masjid tidak dibangun untuk tujuan seperti itu. Adapun ajakan pada kebaikan dan memberi makan dan sadaqah, tidak mengapa.

Adapun terkait apakah hal tersebut termasuk perkumpulan yang tidak disyariatkan atas sebuah ibadah tertentu, pada hakekatnya mereka tidak mengumumkan puasa berjamaah, akan tetapi hanya mengumumkan buka puasa saja, maka tidak mengapa dengan hal itu. Wallahu a'lam." Sumber : https://islamqa.info/ar/answers/3468

Buka puasa bersama di masjid atau ditempat lain bukan perkara bid'ah selama tidak meyakininya sebagai sebuah ibadah.

Al Lajnah Ad Daimah ditanya, 

سمعت من بعض الإخوة أن الإفطار الجماعي – أكان ذلك في شهر رمضان أو في صيام النافلة – بدعة. فهل هذا صحيح؟

Saya mendengar dari sebagian ikhwah bahwa acara buka bersama baik di bulan ramadhan atau pada puasa sunnah adalah perkara bid’ah. Apakah ini benar? 

Mereka menjawab, 

لا بأس بالإفطار جماعيًا في رمضان وفي غيره، ما لم يعتقد هذا الاجتماع عبادة؛ لقوله تعالى: ﴿لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا﴾ [النور: 61] ، لكن إن خيف بالإفطار جماعيًا في النافلة الرياء والسمعة؛ لتميز الصائمين عن غيرهم كره لهم بذلك.

Tidak mengapa untuk berbuka bersama baik pada bulan ramadhan atau selainnya, selama tidak meyakininya sebagai sebuah ibadah.

Sebagaimana firman Allah:

“Tidak ada dosa bagi kalian untuk makan bersama-sama ataupun secara terpisah.”

Akan tetapi, untuk puasa sunnah, jika dikhawatirkan timbulnya riya dan sum’ah yang membedakan antara orang-orang yang berpuasa dan tidak dengan adanya buka bersama tersebut, maka ini dimakruhkan. Sumber : https://al-maktaba.org/book/21772/5831

Intinya kalau buka puasa bersama dengan tujuan agar memperat persaudaraan, tercipta saling menyayangi dan mencintai di antara yang hadir, maka ini diperbolehkan. 

Berkata Syekh Muhammad Sholeh Al Munajed rahimahullah, 

إذا كان القصد بالاجتماع على الإفطار ، إشاعة الألفة والمحبة بين المجتمعين ، خاصة إذا كانوا ذوي رحم ، أو كانوا مغتربين ، ويشجع ذلك على تواصلهم وتراحمهم ، وزيادة الترابط بين الأسر المسلمة وأبنائها ، أو كان في ذلك إعانة على إطعام الطعام ، وتفطير الصائمين ، أو نحو ذلك من المقاصد الصحيحة : فلا بأس به ، بل هو أمر محمود ، يرغب فيه ، بحسب المقصد منه ، على ألا يعتقد أن ذلك سنة من حيث الأصل ، أو يتخذ المجتمعون لهم عيدا غير الأعياد الشرعية ، فيجتمعون في يوم معين ، أو بوصف معين يظنون أن له فضيلة خاصة في الشرع .

Jika tujuannya adalah berkumpul untuk berbuka puasa, agar tercipta saling menyayangi dan mencintai di antara yang hadir, khususnya jika mereka adalah kerabat, atau mereka sesama perantau di negeri orang dan dengan acara itu akan memotivasi untuk saling berkomunikasi dan bersilaturrahim, menguatkan hubungan antar keluarga, atau jika hal tersebut ditujukan untuk memberi makan berbuka bagi orang-orang yang berpuasa, atau tujuan-tujuan lain yang serupa dan memiliki tujuan yang baik, maka semua itu tidak mengapa dan merupakan perkara terpuji serta dianjurkan sesuai tujuannya. Hanya, hal tersebut jangan diyakini sebagai sebuah sunah secara dasar, atau orang-orang yang berkumpul tersebut menjadikannya sebagai Id mereka selain Id yang telah disyariatkan,yaitu dengan menetapkan hari tertentu, atau dengan cara tertentu dan mengira bahwa hal tersebut memiliki keutamaan khusus dalam syariat. Sumber Al Islam Sual Wa Jawab No 146296.

AFM 

Copas dari berbagai sumber