Jumat, 31 Maret 2023

Ulama Dan Tabib

Ulama Dan Tabib

Ulama dan Tabib adalah dua sosok yang sangat penting, sampai-sampai disebutkan kalau Imam Al-Syafii Rahimahullah pernah berkata:

لا تسكن ببلدة لَيْسَ فِيها عالم ينبئك عَن دينك ولا طَبِيب ينبئك عَن أمر بدنك

"Jangan tinggal di negeri yang tidak ada orang berilmu di dalamnya yang akan mengajarkan kepadamu Agamamu, dan Tabib yang akan menunjukkan kepadamu urusan badanmu." 

(Ucapan ini disandarkan Ibnul Qayyim dalam Miftahu Daris Sa'adah)
Ustadz musamulyadi luqman

Penjara terburuk di dunia adalah rumah tanpa kedamaian dan ketenangan. Berhati-hatilah dengan orang yang kau pilih untuk membersamaimu

أسوأ سجن في العالم هو منزل بلا سلام وسكينة
كن حذرًا لمن تختار مرافقتك

Penjara terburuk di dunia adalah rumah tanpa kedamaian dan ketenangan. Berhati-hatilah dengan orang yang kau pilih untuk membersamaimu.

Tafsir Surat Al Ma’un ayat 3

Tafsir Surat Al Ma’un ayat 3

وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

“dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”

1. Maksudnya: tidak memotivasi dirinya dan juga orang lain untuk memberi makan orang miskin (Jalalain)

2. Tho’am di sini maknanya ith’am (memberi makan) (Jalalain)

3. Mereka tidak memberi makan orang miskin ketika dalam kondisi mampu, dan tidak memotivasi orang lain untuk memberi makan orang miskin ketika dalam kondisi susah (Al Qurthubi)

4. Hendaknya andaikan kita dalam kondisi susah dan tidak bisa bersedekah, minimal kita memberi nasehat kepada orang yang mampu untuk bersedekah.

5. Ia tidak bersemangat untuk memberi makan orang miskin karena ia tidak percaya dengan balasan kebaikan di hari pembalasan (Al Baghawi)

6. Keimanan terhadap adanya hari pembalasan akan membuat kita bersemangat melakukan kebaikan dan takut untuk melakukan keburukan

7. Ayat ini dalil tercelanya sifat bakhil (pelit). 

8. Adapun al bukhl (pelit), Ar Raghib Al Asfahani mendefiniskan dengan bagus:

البُخْلُ: إمساك المقتنيات عما لا يحق حبسها عنه

“Al bukhl adalah menahan harta yang dimiliki pada keadaan yang tidak layak untuk menahannya ketika itu” (Mufradatul Qur’an, 1/109).

9. Definisi miskin, disebutkan dalam Mu’jam Al-Wasith,

المِسْكِينُ : من ليس عنده ما يكفي عياله، أَو الفقير

“Miskin adalah orang yang tidak mendapati penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Disebut juga dengan fakir”.

Join channel telegram @fawaidquran

Apakah orang awam memiliki mazhab ?

Apakah orang awam memiliki mazhab ?

SImak jawabannya dari penjelasan dua ulama' besar di bawah ini :

Imam An Nawawi berkata:
العامي هل له مذهب أم لا أحدهما لا مذهب له لان المذهب لعارف الادلة فعلى هذا له ان يستفتى من شاء من حنفى وشافعي غيرهما: والثاني وهو الاصح عند القفال له مذهب فلا يجوز له مخالفته
Apakah orang awam memiliki mazhab atau tidak? 
Ada dua pendapat: 
Pendapat pertama:  orang awam tidak memiliki mazhab, karena mazhab itu hanya milik orang yang mengetahui dalil. Berdasarkan pendapat ini maka orang awam boleh meminta fatwa kepada siapapun yang dikehendakinya dari ulama' Hanafi, Syafi'i atau selain mereka.

Pendapat kedua: 
Pendapat ini lebih benar menurut Al-Qaffal, orang awam memiliki mazhab, maka ia tidak boleh menyelisi mazhabnya. (Al Majmu' 1/55)

Ibnul Qayyim berkata:
Orang yang mengatakan bahwa dia adalah seorang Syafi'i, Maliki, atau Hanafi, mengklaim bahwa ia mengikuti imamnya tersebut, mengikuti metodenya. Klaim semacam ini hanya dibenarkan jika ia mengikuti metode imamnya dalam keilmuan, pengetahuan, dan penalaran.

Adapun orang yang tidak berilmu (bodoh) dan ia memiliki perberbedaan yang sangat jauh dari fakta kehidupan Imam, ilmu, dan metodenya beragama, maka bagaimana mungkin klaimnya atau penisbatan dirinya kepada imamnya itu bisa dibenarkan, kecuali sekedar klaim sepihak dan pengakuan yang kosong dari semua fakta?

Tidak dapat dibayangkan seorang awam bisa memiliki mazhab. Dan kalaupun bisa dibayangkan ia memiliki mazhab, maka mazhabnya itu tidak wajib atas dirinya atau orang lain. Dan tidak ada kewajiban atas siapapun untuk mengikuti madzhab seseorang, sehingga dia mengambil semua pendapatnya dan meninggalkan semua pendapat orang lain." (I'ilamul Muwaqi'in 4/262)

Jadi orang awam itu ya "kuliner" mazhab, kadang Hanafi, besok maliki, esok lusa Syafii, dan pekan depan Hambali, sesuai ustadz atau kiyai tempat ia bertanya.

Eh, kawan, tahukah anda bahwa di kampus ini https://pmb.stdiis.ac.id/ dipelajari perbandingan mazhab lo, segera daftarkan diri anda selagi pendaftaran calon mahasiswa baru masih terbuka.
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma

3. Bagian Tiga: Kaidah-kaidah tarjih yang terkait dengan makna kandungan dalil.

4. SESI KE EMPAT
________________________________

3. Bagian Tiga: Kaidah-kaidah tarjih yang terkait dengan makna kandungan dalil.

A. Kaidah pertama: Dalil dengan kandungan makna nash (النص) lebih dirajihkan dari yang dhohir (الظاهر).

Jika ada dua dalil yang bertentangan sedangkan salah satunya statusnya adalah nash dan yang lainnya adalah dhohir, wajib untuk dikedepankan yang nash atas yang dhohir.

Alasannya karena yang nash lebih kuat memberikan petunjuk, karena tidak ada kemungkinan makna lain yang dimaksudkan, adapun dhohir masih memiliki kemungkinan makna selainnya walaupun kemungkinan tersebut marjuh/kecil. (Syarah Mukhtashor al-Roudhoh 3/698) 

Definisi nash (النص):

اللفظ الذي لا يحتمل إلا معنى واحدا

“Sebuah lafadz yang hanya memiliki kemungkinan satu makna saja”

Adapun makna dhohir (الظاهر) adalah:

الاحتمال الأقوى الذي يحتمله اللفظ إذا كان يحتمل أكثر من احتمال

“Kemungkinan makna terkuat yang dikandung oleh sebuah lafadz jika ia memiliki banyak kemungkinan makna”

Contoh penerapan kaidahnya:

Hadist dari Jabir rodiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasul sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إذا جاء أحدكم يوم الجمعة والإمام يخطب، فليركع ركعتين، وليتجوز فيهما

“Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum’at, sedangkan imam sedang berkhutbah, maka hendaklah dia shalat dua raka’at, dan hendaknya dia mengerjakannya dengan ringan” (H.R Muslim) 

Dalam hadist lain dari Abdullah bin Busrin rodiyallahu ‘anhu ia berkata: datanglah seorang lelaki yang melangkahi pundak-pundak manusia di hari Jumat sedangkan Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, kemudian Beliau bersabda:

اجلس، فقد آذيت

“Duduklah, engkau telah menganggu yang lain” (H.R Abu Dawud) 

Poin dari kedua hadist di atas adalah bahwa: hadist yang pertama bertentangan dengan hadist kedua, karena hadist pertama di dalamnya dijelaskan pensyariatan shalat dua rakaat tatkala imam sedang berkhutbah, sedangkan dalam hadist kedua dimaknai tidak adanya pensyariatan shalat dua rakaat ketika imam berkhutbah, karena Nabi menyuruh sahabat tersebut untuk duduk.

Pentarjihan: Riwayat yang pertama lebih dirajihkan daripada hadist riwayat yang kedua, karena riwayat yang pertama mengandung nash dalam pensyariatan shalat dua rakaat tatkala imam sedang berkhutbah, dan tidak memiliki kemungkinan makna yang lain. Adapun riwayat yang kedua mengandung makna lain selain makna dhohir (Bisa memang benar2 ga ada sholat 2 rakaat sedari asal, bisa juga kemungkinan lain karena alasan mengganggu jamaah sekitarnya). 

B. Kaidah kedua: Dalil yang mubayyan (المبين) lebih dirajihkan daripada yang mujmal (المجمل).

Jika terdapat dua dalil salah satunya mubayyan dan satu lainnya mujmal, maka wajib merojihkan yang mubayyan atas yang mujmal.

maksud dari lafadz mubayyan (المبين) adalah:

ما يدل على المعنى المراد منه من غير إشكال

“Lafadz yang menunjukkan pada makna yang dimaksudkan dengan tanpa ada masalah/kerancuan”

Adapun lafadz mujmal (المجمل) ialah:

اللفظ الذي يحتمل أكثر من معنى ولا رجحان في أحدهما على الآخر

“Sebuah lafadz yang mengandung lebih dari satu makna dan tidak ada yang lebih kuat dari makna tersebut melebihi lainnya”

Contoh penerapan kaidah ini dalam hadist berikut:
Sabda Beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam terkait ukuran zakat pertanian:

فيما سقت السماء والعيون أو كان عثريا العشر. وما سقي بالنضح نصف العشر

“Pada pertanian dengan tadah hujan atau mata air atau yang menggunakan penyerapan akar (Atsariyan) diambil sepersepuluh (zakatnya) . dan adapun yang disirami dengan penyiraman maka diambil seperduapuluh” (Muttafaq Alaihi) 

Hadist di atas bertentangan dengan firman Allah ta’ala:

وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ

“dan tunaikanlah haknya (zakat) di hari memanen hasilnya”. (al-An’am:141).

Poin dari kedua dalil di atas adalah bahwa hadist telah menjelaskan ukuran zakat pertanian, adapun ayat al-Quran belum menjelaskan berapa ukuran zakat yang dikeluarkan ketika memanen alias masih global/mujmal.

Pentarjihan: Apa yang dikandung dalam hadist lebih dirojihkan daripada ayat, karena hadist datang dengan lafadz yang mubayyan (terjelaskan maknanya), adapun lafadz ayat masih mujmal (global/belum terjelaskan spesifiknya).

C. Kaidah ketiga: Dalil yang khusus (الخاص) lebih dirajihkan daripada yang maknanya umum (العام).
Jika ada dua dalil yang bertentangan sedangkan salah satunya adalah dalil khusus dan lainnya adalah maknanya umum, maka wajib mendahuluan yang khusus.

Alasannya adalah karena sisi kekuatan lafadz khusus, lafadz khusus mengandung hukum dengan lafadz yang tidak mengandung kemungkinan lain di dalamnya, adapun lafadz umum, ia mengandung hukum dengan lafadz yang memiliki kemungkinan makna lain, maka ketika itu wajib untuk merojihkan yang khusus atas yang umum. (al-Faqih wa al-Mutafaqqih 2/298) 

Definisi khusus (الخاص) adalah:

قصر حكم العام على بعض أفراده

“Pembatasan hukum pada lafadz yang umum untuk sebagian anggota yang tercakup oleh lafadz umum tersebut saja” 

Adapun makna umum (العام) adalah:

اللفظ المستغرق لكل ما يصلح له دفعة واحدة

“Suatu lafadz yang meliputi seluruh apa saja yang bisa untuk dicakup dalam satu angkatan”

Contoh penerapan kaidah ini pada dalil berikut:
Hadist dari Abdullah bin Umar rodiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasul sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أحلت لنا ميتتان: الحوت والجراد

“Telah dihalalkan untuk kami dua bangkai: yakni ikan dan belalang” (H.R Ibnu Majah) 

Dengan ayat pada firman Allah:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai (secara umum)”. (al-Maidah:3).

Poin yang dipetik dari dua dalil diatas adalah: bahwa hadist bertentangan dengan ayat, karena hadist menegaskan secara khusus bahwa bangkai ikan dan belalang hukumnya halal, sedangkan ayat menegaskan bahwa bangkai apapun dengan berbagai ragamnya secara umum hukumnya adalah haram.

Pentarjihan: Yang dirajihkan adalah hadist atas ayat al-Quran, karena hadistnya mengandung makna khusus, sedangkan ayat mengandung makna umum. Jadi terkhusus untuk bangkai ikan dan belalang keluar dari hukum umum haramnya bangkai. 

D. Kaidah keempat: Dalil yang muqayyad (المقيد) lebih dirajihkan daripada dalil yang mutlak (المطلق).

Jika terjadi pertentangan antara dua dalil yang mana salah satunya muqayyad dan lainnya mutlak, wajib untuk merojihkan yang muqayyad atas yang mutlak, dengan syarat keduanya sama-sama dalam masalah hukum dan sebab hukumnya. (al-Uddah Fi Ushuli al-Fiqh 2/628) 

Lafadz mutlak (المطلق) maknanya adalah:

ما دل على الحقيقة بلا قيد

“Lafadz yang menunjukkan pada makna sebenarnya tanpa ada pengikat tertentu”.

Adapun muqayyad (المقيد) adalah:

ما دل على الحقيقة بقيد

“Lafadz yang menunjukkan pada makna sebenarnya dengan adanya syarat/pengikat tertentu”.

Contoh penerapan kaidah ini:
Ayat al-Quran pada surat al-An’am:

إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا

“kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir”. (al-An’am:145).

Juga firman Allah ta’ala:

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah (secara mutlak), dan daging babi”. (al-Baqarah:173).

Poin dari kedua ayat di atas adalah: bahwa ayat pertama mengesankan bertentangan dengan ayat kedua, karena ayat pertama memberikan informasi bahwa darah yang diharamkan adalah darah yang mengalir saja (ada syarat/penyebutan sifat “mengalir”). Dan ayat yang kedua memberikan informasi bahwa darah yang diharamkan adalah darah secara mutlak (baik mengalir maupun tidak).

Pentarjihan: Pada kesempatan ini ayat yang pertama lebih dirajihkan atas ayat yang kedua, karena ayat yang pertama adalah ayat yang muqayyad (makna hakikatnya terikat dengan sifat tertentu) , adapun yang kedua disebutkan secara mutlak (makna hakikatnya tak terikat dengan kriteria/ciri tertentu). Jadi yang diharamkan itu adalah darah "yang mengalir", bukan darah secara mutlak (baik mengalir ataupun tidak). 

Bersambung.... 

#PembelajarKecil-Kecilan.
#MohonKoreksiJikaAdaKesalahan.
Ustad setiawan 

ا.Diantara pembatal puasa adalah masuknya 'ain (suatu benda) ke dalam jauf (rongga bagian dalam tubuh

وصول عين إلى الجوف من منفذ مفتوح

والمقصود بالعين: أي شيء تراه العين، والجوف: هو الدماغ.

أو ما وراء الحلق إلى المعدة والأمعاء. والمنفذ المفتوح هو الفم والأذن والقبل والدبر من الذكر والأنثى. فالقطرة في الأذن مُفَطَّرة، لأنها منفذ مفتوح.

والقطرة في العين غير مفطرة، لأنه منفذ غير مفتوح. والحقنة الشرجية مفطرة، لأن الشرج منفذ مفتوح
والحقنة الوريدية لا تفطر، لأن الوريد غير مفتوح. وهكذا.

Diantara pembatal puasa adalah masuknya 'ain (suatu benda) ke dalam jauf (rongga bagian dalam tubuh) melalui manfaz maftuh (lubang alami yang terbuka dari seorang manusia). 

Yang dimaksud 'ain adalah segala sesuatu yang tampak oleh mata. 

Yang dimaksud Jauf adalah otak atau apa yang di bawah kerongkongan hingga lambung dan usus. 

Yang dimaksud manfadz maftuh adalah mulut, telinga, qubul dan dubur laki-laki maupun perempuan. 

Maka tetes telinga membatalkan puasa karena telinga adalah manfadz maftuh.
Dan tetes hidung membatalkan karena hidung adalah manfadz maftuh
Tetes mata tidak membatalkan karena mata bukan manfadz maftuh
Suntik anal (melalui anus) membatalkan karena manfadz maftuh
Suntik melalui pori-pori kulit tidak membatalkan karena pori-pori kulit bukan manfadz maftuh. Dan demikianlah.

Note: Suntik vaksin tentu juga tidak membatalkan puasa.

(Al Fiqhul Manhajy 'ala Madzhab Asy Syafi'i)

Ustadz rohmanto abu laits

Apabila Allah mencintai seorang hamba maka Allah akan memberi ia dengan banyak kesedihan namun apabila Allah membenci seorang hamba niscaya Allah akan memberikan keluasan dunia kepadanya

"Apabila Allah mencintai seorang hamba maka Allah akan memberi ia dengan banyak kesedihan namun apabila Allah membenci seorang hamba niscaya Allah akan memberikan keluasan dunia kepadanya"
Ustadz nurcholis abu muzani

MEMAHAMI MAKNA LAA ILAAHA ILLALLAH

MEMAHAMI MAKNA LAA ILAAHA ILLALLAH

Kalimat laa ilaaha Illallah (لآ إِلَهَ إِلاَّ الله) adalah kalimat yang agung. Ia adalah inti dan pokok dari Islam. Maka, dengan mengucapkan ini, seseorang nonmuslim menjadi seorang muslim. Kalimat inilah yang membedakan antara muslim dan kafir. Kalimat ini juga disebut dengan kalimat tauhid, juga disebut dengan kalimat ikhlas, juga disebut dengan ‘urwatul wutsqa.

Kalimat ini adalah salah satu dari rukun Islam yang lima. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصوم رمضان، وحج البيت

“Islam dibangun di atas lima perkara: (1) syahadat ‘an laa ilaaha illallah wa anna muhammadan rasuulullah’, (2) mendirikan salat, (3) menunaikan zakat, (4) puasa Ramadan, dan (5) berhaji ke Baitullah.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)

Kalimat ini juga yang menjadi prioritas dan inti dari dakwah Islam. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ’anhuma, ia berkata,

لَمَّا بَعَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مُعَاذًا نَحْوَ الْيَمَنِ قَالَ لَهُ « إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ ، فَإِذَا صَلُّوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ ، فَإِذَا أَقَرُّوا بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ »

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz ke Yaman, Rasulullah bersabda kepadanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sebuah kaum Ahlul Kitab. Maka, hendaknya yang engkau dakwahkan pertama kali adalah agar mereka men-tauhid-kan Allah Ta’ala. Jika mereka telah memahami hal tersebut, maka kabarkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka salat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka mengerjakan itu (salat), maka kabarkan kepada mereka bahwa Allah juga telah mewajibkan bagi mereka untuk membayar zakat dari harta mereka, diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir. Jika mereka menyetujui hal itu (zakat), maka ambillah zakat harta mereka, namun jauhilah dari harta berharga yang mereka miliki.” (HR. Bukhari no. 7372 dan Muslim no. 19)

Makna laa ilaaha illallah yang benar
Dalam kalimat ( لآ إِلَهَ إِلاَّ الله ) terdapat empat komponen, yaitu:

Pertama: Laa (لآ) yang artinya: tidak ada; meniadakan; menafikan.

Kedua: ilaah ( إِلَهَ) artinya: sesuatu yang disembah; sesuatu yang menjadi tujuan ibadah.

Ketiga: illa (إِلاَّ ) artinya: kecuali.

Keempat: Lafadz jalalah Allah (الله ), yaitu nama Allah Ta’ala.

Maka, memang makna dari laa ilaaha illallah secara sekilas adalah ‘tidak ada sesembahan, kecuali Allah’. Namun, ini makna yang belum sempurna dan belum tepat. Belum tepat secara bahasa Arab maupun secara syar’i.

Secara bahasa, pada kata لآ إِلَهَ, Huruf laa ( لآ)  di sini disebut dengan laa nafiyah lil jinsi. Dia memiliki dua komponen setelahnya: [1] isim laa dan [2] khabar laa. Sedangkan kata ilaah ( إِلَهَ) di sini adalah sebagai isim laa. Adapun khabar laa-nya tidak disebutkan, maka perlu kita taqdir (diperkirakan) agar mendapatkan makna yang sempurna.

Maka, khabar laa yang tepat untuk membentuk makna yang sempurna dari “Laa ilaaha illallah” adalah kata حَقً atau بِحَقٍ sehingga maknanya:

لآ إِلَهَ حَقٌ إِلاَّ الله

atau

لآ إِلَهَ بِحَقٍ إِلاَّ الله

Yang artinya:

Tidak ada sesembahan yang berhak disembah, selain Allah.

atau

Tidak ada sesembahan yang benar, kecuali Allah.

Ini dalam tinjauan bahasa Arab. Demikian juga dalam tinjauan syari’at, makna dari laa ilaaha illallah adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah, selain Allah. Berdasarkan banyak dalil, di antaranya firman Allah Ta’ala,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq. Dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Hajj: 62)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذاً مِّنَ الظَّالِمِينَ

“Dan janganlah kamu menyembah sesuatu yang tidak bisa memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu selain Allah. Sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang zalim.“ (QS. Yunus: 106)

Dan ayat-ayat lainnya yang menetapkan adanya penyembahan kepada selain Allah, namun semua itu penyembahan yang batil, hanya penyembahan kepada Allah satu-satunya yang haq.

Lanjut baca: https://muslim.or.id/83956-memahami-makna-laa-ilaaha-illallah.html

Join channel telegram @fawaid_kangaswad

Diantara pembatal puasa kontemporer yang disebutkan oleh Prof. Al-Khatslan adalah dialisis dan hemodialisis

Diantara pembatal puasa kontemporer yang disebutkan oleh Prof. Al-Khatslan adalah dialisis dan hemodialisis.
Ustadz aziz abdurahman 

Kamis, 30 Maret 2023

WAKTU IMSAK BID'AH

WAKTU IMSAK BID'AH

Jadwal imsakiyah di setiap masuk bulan ramadhan ini tersebar luas, baik di dunia nyata maupun maya. Dan dijadwal tersebut juga tercantum waktu imsak, sekitar 10 atau 15 menit sebelum subuh, yakni waktu berhenti makan dan minum. Padahal menurut dalil, berhenti makan dan minum itu ketika masuk waktu shalat subuh, bukan sebelum masuk waktu subuh (fajar).

Allah Ta'ala berfirman :

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ ) البقرة / 187 .

"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :

أباح تعالى الأكل والشرب ، مع ما تقدم من إباحة الجماع في أي الليل شاء الصائم إلى أن يتبين ضياء الصباح من سواد الليل ، وعبر عن ذلك بالخيط الأبيض من الخيط الأسود ، ورفع اللبس بقوله : ( من الفجر )

Allah Ta'ala memperbolehkan pula makan dan minum di samping boleh menggauli istri di malam mana pun yang disukai oleh orang yang berpuasa, hingga tampak jelas baginya cahaya waktu subuh dari gelapnya malam hari. Hal ini diungkapkan di dalam ayat dengan istilah 'benang putih' yang berbeda dengan 'benang hitam', kemudian pengertian yang masih misteri ini diperjelas dengan firman-Nya:

Yaitu fajar. (Al-Baqarah: 187). (Tafsir Ibnu Katsir).

Berkata Abu Bakar Al-Jashash rahimahullah, 

"فَأَبَاحَ الْجِمَاعَ وَالأَكْلَ وَالشُّرْبَ فِي لَيَالِي الصَّوْمِ مِنْ أَوَّلِهَا إلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ , ثُمَّ أَمَرَ بِإِتْمَامِ الصِّيَامِ إلَى اللَّيْلِ" اهـ . قاله أبو بكر الجصاص في "أحكام القرآن" (1/265) . 

Dia membolehkan berjimak, makan dan minum pada malam-malam puasa, dari awal malam hingga terbit fajar. Kemudian Dia memerintahkan untuk menyempurnakan puasa hingga malam. (Ahkamul Quran, 1/265). 

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 

الفجر فَجْرَانِ: فأما الفَجْر الذي يكون كَذَنَبِ السِّرْحَانِ فلا تَحِلُّ الصلاة فيه ولا يٌحْرِّم الطعام، وأما الذي يذهب مُسْتَطِيلًا فِي الأُفُق فإنه يُحِلُّ الصلاة، ويُحْرِّم الطعام.  [صحيح.] - [رواه الحاكم.] 

"Fajar itu ada dua. Adapun fajar yang seperti ekor serigala, maka tidak dibolehkan salat Subuh (belum masuk waktunya) dan tidak diharamkan makan (sahur). Adapun fajar yang memanjang di cakrawala, maka itu tanda masuk waktu salat Subuh dan diharamkan makan (sahur)."  (Riwayat Hakim - Hadist Shahih).

Berkata Aisyah radhiyallahu anha :

أَنَّ بِلالا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ، فَإِنَّهُ لا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ .

Sesungguhnya Bilal  azan waktu malam. Maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Makan dan minumlah kalian semua sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan. Karena belia hanya azan setelah (masuk waktu) terbit Fajar. (Riwayat Bukhari Muslim).

Berkata Imam Nawawi rahimahullah :

فِيهِ : جَوَاز الأَكْل وَالشُّرْب وَالْجِمَاع وَسَائِر الأَشْيَاء إِلَى طُلُوع الْفَجْر اهـ .

“Padanya (kesimpulan hadits ini), dibolehkan makan, minum dan berhubungan badan (jima) dan segala sesuatu sampai terbitnya fajar.” (Syarah Shahih Muslim).

Dan berkata Imam Nawawi rahimahullah, 

هذا الذى ذكرناه من الدخول في الصوم بطلوع الفجر وتحريم الطعام والشراب والجماع به هو مذهبنا ومذهب أبى حنيفة ومالك وأحمد وجماهير العلماء من الصحابة والتابعين فمن

بعدهم قال ابن المنذر وبه قال عمر بن الخطاب وابن عباس وعلماء الامصار قال وبه نقول

“Apa yang telah kami sebutkan ini, mulai masuk puasa dengan terbitnya FAJAR dan pengharaman makan dan minum dan bersenggama dengannya, ialah madzhab kami, dan madzhab Abu Hanifah, Malik, Ahmad, dan mayoritas ulama dari kalangan shahabat dan generasi Tabi’in, dan generasi ulama setelah mereka, Ibnul Mundzir berkata; dan dengannya Umar bin Al-Khathhab berkata, dan Ibnu ‘Abbas, dan ulama dari berbagai negeri, Ibnu Mundzir berkata; dan dengannya kami berpendapat”.(Majmu’ Syarhul Muhadzzab 6/210)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya :

عما يوجد في بعض التقاويم من تحديد وقت للإمساك قبل الفجر بنحو ربع ساعة 

Tentang apa yang didapatkan di sebagian taqwim (kalender) dengan menentukan waktu imsak sebelum fajar sekitar seperempat jam.

Beliau menjawab :

هذا من البدع ، وليس له أصل من السنة ، بل السنة على خلافه ، لأن الله قال في كتابه العزيز : (وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ ) البقرة/187 . وقال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إن بلالاً يؤذن بليل فكلوا واشربوا حتى تسمعوا أذان ابن أم مكتوم ، فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر) . وهذا الإمساك الذي يصنعه بعض الناس زيادة على ما فرض الله عز وجل فيكون باطلاً وهو من التنطع في دين الله وقد قال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ ، هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ ، هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ ) رواه مسلم (2670) اهـ .

“Ini adalah  bagian dari bid’ah. Tidak ada landasannya dalam sunnah. Bahkan dalam sunnah adalah kebalikannya. Karena Allah berfirman dalam Kitab-Nya yang Mulia: "Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Bilal  azan di waktu malam (sebelum masuk waktu fajar), maka  makan dan minumlah kalian semua sampai kalian mendengar azan Ibnu Ummi Maktum. Kerena beliau hanya azan setelah terbit Fajar. Imsak yang dibuat oleh sebagian orang adalah tambahan terhadap apa yang telah Allah Azza Wa Jalla wajibkan, maka hal itu batil dan perkara yang memberatkan diri dalam agama Allah. Padahal Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan, Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan, Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Riwayat Muslim, 2670).

Syekh Bin Baz pernah ditanya tentang orang yang menjadikan waktu imsak seperempat jam sebelum fajar. Beliau menjawab, 

لا أعلم لهذا أصلا ، بل الذي دل عليه الكتاب والسنة أن الإمساك يكون بطلوع الفجر ؛ لقول الله سبحانه : (وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ)

ولقول النبي صلى الله عليه وسلم : ( الفجر فجران : فجر يحرم فيه الطعام وتحل فيه الصلاة ، وفجر تحرم فيه الصلاة (أي صلاة الصبح) ويحل فيه الطعام ) رواه ابن خزيمة والحاكم وصححاه كما في بلوغ المرام ، وقوله صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ بِلالا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ) قال الراوي : وَكَانَ ابن أم مكتوم رَجُلا أَعْمَى لا يُنَادِي حَتَّى يُقَالَ لَهُ أَصْبَحْتَ أَصْبَحْتَ . متفق على صحته " اهـ . مجموع فتاوى ابن باز (15/281) .

“Aku tidak mengetahui adanya dalil dalam masalah ini. Justeru yang ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunah adalah menahan tidak makan dan minum ketika terbit fajar.  

Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” SQ. Al-Baqarah: 187

Juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Fajar itu ada dua; Fajar (shadiq) yang mengharamkan makanan (bagi yang berpuasa) dan dihalalkan shalat. Sementara fajar (kazib) yang mengharamkan shalat (Shubuh) dan halal makanan.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Keduanya menyatakan shahih sebagaimana dalam kitab Bulughul Maram)

Juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Sesungguhnya Bilal melakukan azan pada malam hari, maka hendaknya kalian makan dan minum hingga Ummu Maktum mengumandangkan (azan).”

Ar-Rawi berkata, “Adalah Ibnu Umi Maktum seorang buta, dia tidak melakukan azan sebelum ada yang mengatakan, “Sudah Shubuh, sudah Shubuh.” (Muttafaq alaih). Majmu’ fatwa Ibnu Baz, (15/281).

Kesimpulannya, berdasarkan dalil-dalil dan penjelasan para ulama di atas, bahwa waktu imsak (berhenti makan minum) beberapa menit sebelum fajar adalah perkara baru dalam agama yang tidak ada landasan dalilnya. 

AFM

Copas dari berbagai sumber

Tujuh hal yang membinasakan

Tujuh hal yang membinasakan
"Mempersekutukan Allah azza wajalla, melakukan sihir, membunuh jiwa manusia yang telah diharamkan Allah ta'ala kecuali dengan haknya, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari perang jihad, menuduh zina pada wanita mu’minat,’’

______

Rabu, 29 Maret 2023

Hukum menggarapkan sawah untuk ditanami padi dengan skema bagi hasil..

Hukum menggarapkan sawah untuk ditanami padi dengan skema bagi hasil..

Menggarapkan sawah untuk ditanami padi atau yang sejenis dengan sistem bagi hasil panen (muzara'ah) menurut mazhab imam syafii itu tidak boleh, kalau tetap dilakukan maka penggarap hanya berhak mendapatkan upah, bukan bagian dari hasil panen.

Hambali dan lainnya membolehkan sistem penggarapan sawah dengan skema bagi hasil panen.

bahkan Hambali membolehkan kerjasama pengelolaan hewan untuk bekerja (membajak atau lainnya) atau kendaraan untuk ngojek, dengan sistem bagi hasil.

Semoga bermanfaat, dan bila anda penasaran dengan ilmu fiqih perniagaan, anda bisa mencoba mendaftarkan diri di sini: https://pmb.stdiis.ac.id/
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma

SYARAT - SYARAT DI TERIMANYA TAUBAT

SYARAT - SYARAT DI TERIMANYA TAUBAT

syarat-syarat taubat itu ada lima
" Ikhlas kerana Allah  Azza wa Jall taubat tersebut.
"Menyesali atas apa yang terhasil dari perbuatan dosa-dosa tersebut.
"Berhenti dengan segera dari perbuatan itu.
Yang Keempat: Berazam untuk tidak kembali melakukan dosa itu.
"Bahwa taubat itu hendaklah dilakukan pada waktu ia masih diterima (sebelum ruh berada di tenggorok yaitu sakaratul maut dan sebelum matahari terbit dari arah barat)."

____
Syarah Riyadhush shalihin
Ustadz nurcholis abu muzani

AL-ASY‘ARI MENYULUT API FITNAH

AL-ASY‘ARI MENYULUT API FITNAH

Imam Abu Zakaria Al-Azdi (w. 334 H) rahmatullah ‘alayh menjelaskan tentang Biografi Imam Abul-Hasan Al-Asy’ari:

ولد سنة ستين ومائتين، وتشاغل بالكلام، وكان على مذهب المعتزلة زمانا طويلا، ثم عن له مخالفتهم،
Al-Asy‘ari lahir tahun 260 H, mendalami Ilmu Kalam dan menganut Mazhab Muktazilah pada masa yang panjang, kemudian dia menyelisihi Mazhab Muktazilah tsb,

وأظهر مقالة خبطت عقائد الناس وأوجبت الفتن المتصلة، وكان الناس لا يختلفون في أن هذا المسموع كلام الله، وأنه نزل به جبريل عليه السلام على محمد صلى الله عليه وسلم،
(Lalu) Al-Asy‘ari memunculkan maqalah yang melabrak akidah umat serta menimbulkan fitnah berkepanjangan. Pada waktu itu, umat Islam tidak mempermasalahkan bahwa kalam yang masmu‘ itu adalah Kalam Allah, yang diturunkan melalui Jibril AS kepada Baginda Nabi SAW.

فالأئمة المعتمد عليهم قالوا أنه قديم، والمعتزلة قالوا هو مخلوق، فوافق الأشعري المعتزلة في أن هذا مخلوق، وقال: ليس هذا كلام الله، إنما كلام الله صفة قائمة بذاته، ما نزل ولا هو مما يسمع،
Pendapat yang muktamad menurut para imam (ahlusunah) adalah bahwa ia qadim, sedangkan Muktazilah berpendapat bahwa ia makhluk, dan Al-Asy‘ari menyepakati Muktazilah bahwa ia makhluk dan beretorika: Ini bukan Kalam Allah, akan tetapi Kalamullah adalah sifat yang berdiri sendiri dengan Zat-Nya, ia tidak diturunkan dan tidak pula Jibril mendengarnya.

زال منذ أظهر هذا خائفا على نفسه لخلافه أهل السنة، حتى أنه استجار بدار أبي الحسن التميمي حذرا من القتل، 
Sejak memunculkan pendapat ini Al-Asy‘ari terus menerus dihantui rasa takut dalam dirinya sendiri karena telah menyelisihi Ahlusunah, sehingga dia meminta bantuan perlindungan di rumah Abul-Hasan At-Tamimi karena takut dibunuh.

 ثم تبع أقوام من السلاطين مذهبه فتعصبوا له وكثر أتباعه حتى تركت الشافعية معتقد الشافعي رَضِيَ اللَّه عَنْهُ ودانوا بقول الأشعري
kemudian, beberapa golongan dari penguasa mengikuti mazhabnya (Al-Asy‘arī) hingga taasub padanya [dan bertambahlah pengikutnya], sehingga segolongan Syāfi‘iyyah meninggalkan akidah Asy-Syāfi‘ī raḍiyallāhu ‘anhu dan (memilih) ber-i‘tiqad dengan pemahaman Al-Asy‘arī. [Tarikh Al-Mawshil, 2/271-272]

Sekian dulu sedikit informasi dimomen rehat siang ini, kiranya apa hikmah yang bisa anda petik dari fakta sejarah tsb?

Salam Persahabatan,
Alfan Edogawa

Ibrah Ramadhan (6)"Bulan al Qur'an"

Ibrah Ramadhan (6)

"Bulan al Qur'an"

الحَمْدُ لِلّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ اللّهِ،  نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ،  وَمَنْ وَالاَهُ،  أمَّا بَعْدُ: 

Segala puji kepada "Yang telah menurunkan" al Qur'an yang mulia,  dengan "bahasa yang paling fasih." 

Dan yang telah mengajarkan kepada kita  bagaimana menolak "syubhat" dengan hujjah dan petunjuk. 

Dan shalawat serta salam untuk NabiNya,  yang Dia utus untuk seluruh umat manusia,  memberi petunjuk dan rahmat untuk mereka. 

Demikian pula,  untuk keluarga serta para sahabatnya yang mulia. 
Demikian pula,  untuk mereka yang berjihad dalam kebenaran. 

***

Sesungguhnya al Qur'an adalah "kalam Allah"
RisalahNya yang terakhir untuk manusia 
Akhir "kitab langit" yang paling panjang, penutupnya,  paling umum,  untuk seluruh umat. 

Di dalamnya ada kabar orang-orang terdahu 
Kabar orang-orang berikutnya, 
Hukum,  hikmah,  undang-undang.

Al Qur'an membenarkan kitab-kitab terdahulu dan menjaganya,  barometernya. Hal yang sesuai kebenarannya dengan al Qur'an maka diterima. Dan hal yang tidak sesuai dengannya tertolak. 

Al Qur'an "terjaga" dari perubahan,  penambahan dan pengurangan, Tuhan, Yang menurunkannya yang menjaganya. 

إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَـٰفِظُونَ 
[سُورَةُ الحِجۡرِ: ٩]

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur`ān, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya."

Al Qur'an adalah mukjizat,  dalam lafadnya,  maknanya,  mukjizat dalam beritanya tentang umat terdahulu dan akan datang. Mukjizat dalam hikmah dan hukum-hukumnya. 

Bahkan al Qur'an adalah mukjizat dalam pengaruhnya terhadap hati,  tidaklah seseorang mendengarkan ayat al Qur'an dengan perhatian melainkan dia akan terpaut hatinya,  dan mengakui bahwa ini adalah "kalam Rabbul alamin".

رمضان دروس وعبر
محمد بن إبراهيم الحمد

https://drive.google.com/file/d/1wf2VPuso6TCjhdNatJ7tL62DDy--shHm/view?usp=drivesdk

***
Ustadz abuhasan arief

Hadits dha'if: shalawat Malaikat untuk yang memberikan makanan berbuka

Hadits dha'if: shalawat Malaikat untuk yang memberikan makanan berbuka 

Dari Ummu 'Ammarah bintu Ka'ab Al Anshariyah radhiallahu'anhu, bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

إنَّ الصَّائمَ تصلِّي عليهِ الملائِكَةُ إذا أُكِلَ عندَهُ حتَّى يفرُغوا وربَّما قالَ حتَّى يشبَعوا

"Sesungguhnya orang yang puasa itu Malaikat akan bershalawat kepadanya jika ia memberikan makanan berbuka kepada orang lain hingga ia selesai makan", atau "hingga ia kenyang" (HR. At Tirmidzi no.785).

At Tirmidzi mengatakan: "hasan shahih". Namun Syaikh Al Albani mendhaifkan hadits ini karena salah satu perawinya bernama Layla adalah perawi yang majhul. 

Terdapat riwayat lain yang shahih mauquf sampai kepada Abu Ayyub Al Anshari radhiallahu'anhu bahwa beliau berkata:

الصائم إذا أكل عنده صلت عليه الملائكة

"Sesungguhnya orang yang puasa itu Malaikat akan bershalawat kepadanya jika ia memberikan makanan berbuka kepada orang lain".

(Lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dha'ifah, 3/502-503)

Namun keutamaan memberikan makanan berbuka untuk orang lain terdapat dalam hadits shahih dari Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu'anhu, bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

من فطَّر صائمًا كان له مثلُ أجره، غير أنه لا ينقصُ من أجر الصائمِ شيئًا

“Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya” (HR. At-Tirmidzi no.807, ia berkata: “hasan shahih”, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Wallahu a'lam.

@fawaid_kangaswad

2.Bagian/kelompok ke dua:Kaidah-kaidah tarjih yang berkaitan dengan matan hadis

3. SESI KE TIGA
_________________________

2.Bagian/kelompok ke dua:
Kaidah-kaidah tarjih yang berkaitan dengan matan hadis

A. Kaidah pertama: Statemen (القول) lebih dirajihkan daripada perbuatan (الفعل).

Jika ada dua dalil yang saling bertentangan, salah satunya sabda/perkataan Nabi sallallahu alaihi wa sallam, sedangkan satunya lagi adalah perbuatan Beliau, maka wajib untuk ditarjih statement Beliau sallallahu alaihi wa sallam daripada perbuatannya.

Alasannya:
- karena makna yang ditunjukkan lewat sabda lebih kuat daripada yang ditunjukkan oleh perbuatan.  - juga karena perkataan menunjukkan kandungan hukum secara langsung, sehingga lebih kuat, berbeda dengan perbuatan.

Perbuatan, jika tidak dibarengi dengan perintah Beliau sallallahu alaihi wa sallam secara lisan, itu akan mengandung kemungkinan khusus hanya untuk Beliau saja (al-Mahsul 3/158) 

- Alasan lainnya karena ulama bersepakat pada perkara bahwa sabda Nabi adalah hujjah, namun mereka berselisih apakah mengikuti perbuatan Beliau juga termasuk hujjah. (al-I'tibar Fi al-Nasikh wa al-Mansukh min al-Aatsar hal:19) 

Contoh penerapan kaidah ini:

Hadist dari Jarhad radiyallahu ‘anhu, dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

الفخذ عورة

“Paha itu adalah aurat.” (H.R Bukhari secara mu'allaq dengan sighah tamridh, Abu Dawud, al-Tirmidzi dll) 

Sedangkan Anas bin Malik mengatakan:

حسر النبي صلى الله عليه وسلم عن فخذه

“Bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam pernah menyingkap pahanya.” (H.R Bukhari) 

Poin dari dua hadist di atas adalah bahwa hadist riwayat pertama bertentangan dengan hadist di riwayat ke dua, dimana pada riwayat pertama menegaskan bahwa paha itu adalah aurat yang wajib untuk ditutup, Nabi (ﷺ) sampaikan hal tersebut secara lisan, sedangkan pada riwayat kedua menetapkan bahwa Nabi pernah menyingkap paha Beliau.

Pentarjihan: Di sini kita lebih menguatkan riwayat yang pertama atas riwayat yang kedua, karena riwayat yang pertama berasal dari sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam, sedangkan yang kedua menerangkan perbuatan Beliau.

B. Kaidah kedua: Hadist yang disebutkan illatnya secara gamblang lebih dirajihkan daripada yang tidak disebutkan illatnya.

Jika ada dua hadist yang saling memberikan kesan kontradiksi, salah satunya menyebutkan illat (sebab adanya hukum), dan yang lainnya tidak disebutkan illatnya, maka wajib untuk merojihkan hadist yang menyebutkan illat.

Alasannya karena yang menyebutkan illat lebih memahamkan dan lebih menjelaskan (al-Ihkam Fi Ushuli al-Ahkam 4/256) 

Contoh penerapan kaidah dengan melihat hadist berikut:

Dari Ibnu Abbas rodiyallahu ‘anhuma berkata: Nabi sallallahu alaihi wa sallam mendapati seekor kambing mati, kambing itu adalah sedekah yang diberikan kepada budak hamba sahaya Maimunah, kemudian Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

هلا انتفعتم بجلدها؟ قالوا إنها ميتة. قال: إنما حرم أكلها

“Tidakkah kalian memanfaatkan kulitnya? sahabat menjawab: Namun sudah menjadi bangkai wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Yang diharamkan hanyalah mengonsumsinya.” (Muttafaq 'Alaihi) 

Dari Abdullah ibn ‘Ukaim radiyallahu ‘anhu, bahwa Rasul sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لا تنتفعوا من الميتة بإهاب ولا عصب

“Janganlah memanfaatkan kulit bangkai dan urat nadinya” (H.R Abu Dawud). 

Poin dari kedua hadist di atas adalah bahwa hadist yang pertama bertentangan dengan hadist kedua, karena hadist pertama menetapkan sucinya kulit bangkai hewan dengan cara disamak, sedangkan hadist kedua menetapkan hukum tidak sucinya kulit bangkai secara mutlak, walau sudah disamak ataupun tidak.

Pentarjihan: Hadist dengan riwayat pertama dirajihkan dari hadist kedua, karena pada hadist yang pertama Nabi menjelaskan alasan/illat pengharamannya, yakni "ketika pemanfaatan untuk dikonsumsi" إنما حرم أكلها , adapun pada hadist yang kedua Nabi tidak menyebutkan illatnya.

C. Kaidah ketiga: Hadist yang memiliki banyak penguat dari sumber lain lebih dirajihkan daripada hadist yang tidak memiliki penguat.

Jika ada dua hadist yang saling bertentangan , salah satunya memiliki banyak penguat dari dalil lain, sedangkan satunya hanya memiliki satu saja atau bahkan tidak ada, maka dirojihkan hadist yang memiliki banyak penguat.

Alasannya karena semakin banyaknya penguat dan dalil, itu menuntut adanya tambahan prasangka kuat pada objek yang ditunjukkan oleh dalil, maka masuk perkara penyelesaian masalah dengan dalil yang rajih. (al-Mustashfa hal:277) 

Contoh penerapan kaidahnya:

Hadist dari Abi Musa al-Asy’ary radiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لا نكاح إلا بولي

“Tidak ada pernikahan yang sah melainkan harus dengan wali.” (H.R Abu Dawud). 

Dengan hadist dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الأيم أحق بنفسها من وليها

“Janda lebih berhak atas dirinya sendiri daripada walinya.” (H.R Muslim) 

Poin dari dua hadist di atas adalah bahwa hadist riwayat pertama bertentangan dengan yang ada pada riwayat kedua, karena pada riwayat pertama mengharamkan pernikahan perempuan secara mutlak dengan sendirinya tanpa adanya wali. Adapun pada riwayat yang kedua membolehkan perempuan janda untuk menikahkan dirinya sendiri, karena ia lebih berhak daripada walinya. 

Pentarjihan: Riwayat pertama tentunya lebih dirajihkan daripada riwayat yang kedua, karena riwayat pertama memiliki banyak penguat pada hadist lain di antaranya dari Aisyah radiyallahu ‘anha bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل، فنكاحها باطل، فنكاحها باطل

“Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil.” (H.R Abu Dawud). 

Hadist pada riwayat kedua tidak memiliki penguat dari dalil yang lain.

Wallahu a'lam. 

#PembelajarKecil-kecilan.
#MohonKoreksiJikaAdaKesalahan.
Ustadz setiawan tugiono

diam terhadap kemaksiatan adalah kemaksiatan

PENTINGNYA AKHLAK MULIA BAGI DAKWAH

PENTINGNYA AKHLAK MULIA BAGI DAKWAH

 Muhammad bin Sirin rahimahullah ta'ala ( wafat di Kota di Bashrah pada tahun 110 H.  mengatakan : 

"Dahulu mereka (para shahabat Nabi) menilai bahwa akhlak mulia akan membantu tegaknya agama." 

 Kitab Hilyatul Auliya', jilid 2 hlm. 274, karya Abu Nu`aim al-Ashfahani wafat 20 Muharram 430 H.
Ustadz abu namira

Batas Haram al Makki

Batas Haram al Makki

Mujahid berkata

رَأَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ بِعَرَفَةَ، وَمَنْزِلُهُ فِي الْحِلِّ، وَمُصَلَّاهُ فِي الْحَرَمِ، فَقِيلَ لَهُ: لِمَ تَفْعَلُ هَذَا؟ فَقَالَ: «لَأَنَّ الْعَمَلَ فِيهِ أَفْضَلُ، وَالْخَطِيئَةَ أَعْظَمُ فِيهِ»

“Aku melihat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Aash di ‘Arofah, sementara tempat tinggalnya di tanah halal, dan tempat sholatnya di tanah haram. Maka ditanyakan kepada beliau, “ Kenapa engkau melakukan ini?”. Maka beliau berkata, “Karena beramal di tanah haram lebih afdol dan bermaksiat di tanah haram lebih besar” (Mushonnaf Abdurrozaq no 8870)

bekalislam.firanda.com

amalan pembersih dosa

Selasa, 28 Maret 2023

Mereka Bertanya, Ulama Menjawab

Mereka Bertanya, Ulama Menjawab 

Ramadhan kali ini Radio Idza'atul Qur'anil Karim Arab Saudi menyuguhkan program live tanya jawab hukum Islam berkali-kali dalam sehari. 

Para pemateri yang menjawab pertanyaan pendengar adalah ulama besar seperti Syaikh Prof. Dr. Sa'ad Asy Syatsri dan Syaikh Dr. Abdullah Al Muthlaq. 

Tanya jawab pagi pukul 9 biasanya diisi oleh Syaikh Syatsri, sore pukul 16 Syaikh Muthlaq dan malam hari masyayikh lainnya. 

Pertanyaan yang masuk ke meja redaksi kebanyakan terkait dengan puasa dan ibadah yang lazim dikerjakan pada bulan Ramadhan seperti sedekah, tilawah Alquran, dan hukum fikih terkait hal tersebut. 

Menariknya, para ulama ini menjawab pertanyaan dengan lugas, jelas, padat, dan singkat. Jarang sekali menyebut perbedaan pendapat ahli fikih tentang hal yang dibahas.

Kemarin, Selasa, 28 Maret 2023, pukul 9 pagi ada penanya ke Syaikh Asy Syatsri tentang niat puasa, apakah cukup dilakukan di awal saja atau setiap malam?.

Syaikh menjawab bahwa puasa Ramadhan adalah ibadah yang terpisah antara hari pertama dengan hari berikutnya. Maka niat puasa dilakukan setiap malam, tidak cukup sekali di awal saja. 

Hal ini, kata Syaikh, sebagaimana tercantum dalam hadits: "Siapa yang tidak niat puasa pada malamnya (sebelum fajar), maka tidak ada puasa baginya."

Syaikh memberikan permisalan lain, "Jika ada orang kafir masuk Islam di pertengahan Ramadhan, maka dia hanya wajib berpuasa setelah dia masuk Islam. Dia kemudian niatkan puasa setiap harinya."

Masih kata Syaikh: "Puasa yang dia lewati pada saat masih kafir, tidak perlu diqodho."

Demikianlah ulama memberikan fatwa kepada orang awam: ringkas, padat, dan jelas. Jika terlalu panjang dengan menyebut perbedaan pendapat yang ada, bisa jadi akan membingungkan mereka. 

Sebuah materi disampaikan sesuai dengan tempat dan waktunya. Syaikh Syatsri kalau di majelis pengajian rutinnya, yang membahas kitab-kitab induk fikih dan ushul fikih, mengkaji sangat detail, karena yang hadir adalah para pembelajar yang fokus di bidangnya.
Ustadz budi marta 

pembahasan aqidah selalu ada dalam periode mekah maupun madinah

Di antara kebiasaan kaum salaf selepas sholat adalah sibuk dengan ilmu dan menjauhi majelis ghibah

Di antara kebiasaan kaum salaf selepas sholat adalah sibuk dengan ilmu dan menjauhi majelis ghibah

Di tanyakan kepada Ibnul Mubarok - rohimahulloh - : "Jika anda telah selesai melaksanakan sholat, kenapa anda tidak duduk-duduk bersama kami?"

Beliau menjawab: "Aku duduk-duduk bersama para sahabat dan tabi'in, aku melihat kepada kitab-kitab mereka dan riwayat-riwayat mereka. Lalu apa yg aku akan lakukan bersama kalian? Sedangkan kalian mengghibahi manusia."

(Siyar a'lamin nubala, 8/398)

قال شقيق البلخي -رحمه الله-:

"قيل لابن المبارك -رحمه الله-إذا أنتَ صليت لِم لا تجلس معنا؟ 
قال: أجلس مع الصحابة والتابعين، أنظر في كتبهم وآثارهم، فما أصنع معكم؟ أنتم تغتابون الناس".

📖 [سير أعلام النبلاء: ٨/٣٩٨]

#المفتي_الحديثي

Ustadz abu yahya tomy

Memperpanjang solat malam dengan bantuan mushaf di samping atau hp di saku? Tidak masalah. Ayyub as Sikhtiyani rahimahullah berkata:

Memperpanjang solat malam dengan bantuan mushaf di samping atau hp di saku? Tidak masalah. Ayyub as Sikhtiyani rahimahullah berkata:

كان ابن سيرين يُصلي والمصحف إلى جنبه، فإذا تردد نظر فيه

“Ibnu Sirin biasa solat dan mushaf berada di sampingnya, jika ia ragu pada hapalannya segera ia melirik kepada mushaf.”

(Mushannaf Abdur Razzaq 2/420)
Ustadz yuspian 

Imam Syafii tuh tidak sekedar mengajarkan qunut subuh, namun juga benci banget dengan ilmu kalam.

Imam Syafii tuh tidak sekedar mengajarkan qunut subuh, namun juga benci banget dengan ilmu kalam.

قال الشافعي: حكمي في أهل الكلام أن يضربوا بالجريد والنعال، ويطاف بهم في القبائل والعشائر، ويقال: هذا جزاء من ترك الكتاب والسنة وأقبل على الكلام].
Imam As Syafii berkata: pendapatku perihal ahlul kalam (pengikut teori teori ilmu kalam/ filsafat) : mereka itu dipukul dengan pelepah kurma dan sendal, lalu diarak keliling semua suku dan kabilah dan diumumkan: inilah balasan orang orang yang meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah dan lebih memilih ilmu kalam. (Al Khathib Al Baghdadi dalam kitab syarafu ashhabul Hadits)

Yuk, belajar menjadi pengikut Imam Syafii dengan menjauhi ilmu kalam .

Kini ada kelompok ummat islam yang tidak menerima ilmu kalam namun tidak qunut subuh, ada pula yang qunut subuh namun masih asyik dengan ilmu kalam.

Jadi saya belum ketemu yang murni mengikuti Imam Syafii...semoga besok bisa berjumpa dengan kelompok ummat Islam yang 100 % mengikuti Imam Syafii.
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma

dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu…”(QS. al A’raf 156)

Allah berfirman:

وَرَحْمَتِى وَسِعَتْ كُلَّ شَىْءٍ
“…dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu…”(QS. al A’raf 156)

Berkata sebagian ulama ahli Tafsir:
“Segala sesuatu berharap masuk kedalam ayat ini hingga Iblis sekalipun. Iblis berkata: ‘Aku adalah bagian dari sesuatu’. Maka Allah Ta’ala berfirman:

فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ
“…Maka, akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa…”(QS. al A’raf 156)

Maka orang-orang Yahudi & Nasrani pun berkata: ‘Kami adalah orang-orang yang bertakwa!’. Maka Allah Ta’ala berfirman:

ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِىَّ ٱلْأُمِّىَّ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis, Muhammad)..”(QS. al A’raf 157)”

Hammad bin Zaid meriwayatkan dari ‘Atha’ bin as Sa’ib, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata:

“Allah telah tetapkan (Rahmat-Nya) atas umat ini”

📚 Tafsir Qurthubi, Surat al A’raf ayat 156
Ustadz yami cahyanto

Setelah kita mengetahui secara global klasifikasi kaidah-kaidah tarjih hadist ataupun ayat al-Quran, sekarang kita akan mencoba membawakan contoh dan penerapannya pada setiap kaidahnya.

BAGIAN KE 2
_______________
Setelah kita mengetahui secara global klasifikasi kaidah-kaidah tarjih hadist ataupun ayat al-Quran, sekarang kita akan mencoba membawakan contoh dan penerapannya pada setiap kaidahnya.

1. Bagian/kelompok pertama: Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan sanad hadist.

A. Kaidah pertama: Hadist mutawatir lebih dirajihkan daripada hadist aahad.

Jika ada dua hadist di mana salah satunya mutawatir dan selainnya adalah aahad, wajib untuk mentarjih nash hadist yang mutawatir daripada yang aahad .

Yang demikian karena hadist mutawatir mengandung kebenaran informasi yang lebih yakin daripada hadist aahad, dan juga karena hadist yang memiliki jumlah perawi lebih banyak, sisi kebenarannya lebih kuat dan lebih jauh dari kemungkinan kekeliruan.

Yang dimaksud dengan hadist mutawatir adalah:

ما رواه عدد كثير تحيل العادة تواطؤهم على الكذب

“Hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang banyak, dimana mereka mustahil untuk bersepakat dalam kedustaan”.

Adapun hadist aahad definisinya adalah:

ما لم يوجد فيه شروط المتواتر سواء كان الراوي له واحدا أو أكثر

“Hadist yang tidak terpenuhi di dalamnya syarat-syarat mutawatir, sama saja hadist dengan satu rawi saja ataukah lebih dari satu”.

Contoh penerapan kaidah:

Hadist dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma, ia berkata: saya mendengar Rasul sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إذا دبغ الإهاب فقد طهر

“Jika kulit hewan telah disamak maka ia telah suci”. (H.R Muslim) 

Dengan hadist dari Abdullah bin ‘Ukaim radiyallahu ‘anhu bahwa Rasul sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لا تنتفعوا من الميتة بإهاب ولا عصب

“Janganlah kalian memanfaatkan kulit bangkai dan urat sarafnya”. (H.R Abu Dawud) 

Poin dari dua contoh hadist di atas, bahwa riwayat pertama bertentangan dengan riwayat ke dua, karena riwayat pertama menetapkan bahwa kulit (bangkai maupun bukan) bisa menjadi suci dengan cara disamak. Adapun riwayat kedua menetapkan bahwa kulit dari bangkai tidak bisa menjadi suci secara mutlak, entah dengan disamak maupun cara lain.

Pentarjihannya: Riwayat yang pertama lebih dirojihkan daripada riwayat kedua, karena riwayat pertama mutawatir, sedangkan kedua riwayatnya aahad.

Abu Ja’far al-Tahawi berkata: Hadist ini telah datang secara mutawatir berkenaan dengan sucinya kulit bangkai dengan cara disamak, dan itulah makna yang tampak. Hadist tersebut lebih diutamakan dari hadist Abdullah bin ‘Ukaim. (Syarh Ma'ani al-Aatsar, 1/471) 

B. Kaidah kedua: Hadist dengan sanad muttasil (bersambung) lebih dirajihkan daripada yang sanadnya mursal.

Jika terjadi kontradiksi di antara dua dalil hadist, yang satu sanadnya muttasil, dan yang lainnya mursal, maka wajib merojihkan hadist yang muttasil atas yang mursal.
Karena hadist yang muttasil (sanadnya bersambung) itu disepakati, sedangkan yang mursal diperselisihkan.

Alasan lain karena hadist mursal terkadang didapati rawi yang menjadi jembatan kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam adalah seorang rawi yang majhul (tidak dikenal).

Definisi hadist muttasil adalah:

الذي اتصل إسناده، فكان كل واحد من رواته قد سمعه ممن فوقه حتى ينتهي إلى منتهاه

“Hadist yang rantai periwayatannya bersambung, setiap dari perawi hadistnya telah mendengar hadist dari rawi yang ada di atasnya sampai selesai di ujung sanad (rantai periwayatan hadist)”.

Adapun pengertian hadist mursal:

هو ما أسقط منه التابعي الصحابة، وحكاه عن النبي مباشرة

“Hadist yang disampaikan oleh tabiin tanpa menyebut sahabat sebagai perawinya, tabiin tersebut langsung menghikayatkan hadist dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam”.

Contoh penerapan kaidah:

Hadist dari Ibnu Abbas radiyallahu anhuma, bahwa suami Bariroh dahulu adalah seorang budak bernama Mughits, Ibnu Abbas: Sepertinya aku melihat dia (Mughits) mengikuti Bariroh di belakangnya dengan menangis, dan air matanya sampai mengalir di jenggotnya, kemudian Nabi sallallahu alaihi wa sallam berkata kepada al-Abbas:

يا عباس، ألا تعجب من حب مغيث بريرة، ومن بغض بريرة مغيثا

“Wahai al-Abbas, tidakkah engkau takjub dengan rasa cinta Mughits pada Bariroh dan kebencian Bariroh pada Mughits?”. (H.R Bukhori) 

Al-Hakam mengatakan dalam hadist yang lain:

وكان زوجها حرا

“Dahulu suami Bariroh adalah lelaki merdeka”. (H.R Bukhari) 

Poin dari dua hadist di atas adalah: bahwa hadist yang pertama bertentangan dengan hadist yang kedua, karena hadist yang pertama menetapkan bahwa Mughits adalah seorang budak, sedangkan dalam hadist yang kedua dikatakan bahwa Mughits adalah seorang yang merdeka.

Pentarjihannya: Dirojihkan hadist yang pertama atas hadist yang kedua, karena hadist pertama diriwayatkan secara muttasil, sedangkan yang kedua secara mursal.

C. Kaidah ketiga: Hadist yang disepakati kamarfu’annya lebih dirajihkan daripada hadist yang diperselisihkan kemarfu’annya dan kemauqufannya.

Jika ada dua dalil yang saling bertentangan satu dengan lainnya, yang satu sudah disepakati bahwa statusnya marfu’, dan yang lain diperselisihkan kemarfu’annya pada Nabi sallallahu alaihi wa sallam, dan justru jelas kemauqufannya pada sahabat, maka ketika itu wajib untuk merojihkan hadist yang marfu’.

Alasannya karena hadist yang marfu’ memiliki kevalidan informasi yang lebih kuat daripada yang mauquf, sebagaimana hadist yang marfu’ sudah jelas statusnya sebagai hujjah, adapun yang mauquf status hujjahnya diperselisihkan oleh ulama.

Definisi hadist mauquf adalah:

ما يروى عن الصحابة من أقوالهم أو أفعالهم ونحوها، فيوقف عليهم، ولا يتجاوز به إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم.

“Apa yang diriwayatkan dari sahabat berupa perkataan dan perbuatan mereka, berhenti pada sahabat, tidak sampai pada Rasul sallallahu alaihi wa sallam” .

Adapun definisi hadist marfu’ ialah:

ما أضيف إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم خاصة، ولا يقع مطلقه على غير ذلك، نحو الموقوف على الصحابة وغيرهم

“Apa yang disandarkan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam secara khusus, dan penyebutannya tidak berlaku kepada selain Nabi sallallahu alaihi wa sallam, seperti hadist mauquf yang disandarkan pada sahabat dan selain mereka”.

Contoh penerapan kaidah ini pada hadist berikut:

Dari Ubadah bin Shomit radiyallahu ‘anhu, bahwa Rasul sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب

“Solat tidak sah bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah”. (Muttafaq Alaihi) 

Juga hadist dari Jabir bin Abdillah radiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كل صلاة لا يقرأ فيها أم الكتاب فهي خداج، إلا أن يكون وراء الإمام

“Setiap shalat yang tidak dibacakan di dalamnya Ummul kitab (surat al fatihah) maka ia kurang, kecuali dalam kondisi di belakang imam”. (H.R Malik di Muwatto & al-Daruquthni dalam sunannya)

Poin yang dipetik dari dua hadist di atas adalah: bahwa hadist dengan riwayat yang pertama berbenturan dengan hadist riwayat kedua, karena pada riwayat pertama mewajibkan pembacaan al-fatihah secara mutlak, jika tidak dibaca maka shalat tidak sah, sedangkan pada riwayat kedua tidak mewajibkan membaca al-fatihah tatkala di belakang imam.

Pentarjihan: Dalam kondisi ini hadist dengan riwayat yang pertama lebih dirojihkan daripada yang kedua, karena pada riwayat pertama disepakati kemarfu’annya, adapun pada riwayat kedua diperselisihkan kemarfu’annya dan kemauqufannya .

Bersambung.... 

#PembelajarKecil-kecilan
#MohonKoreksiJikaAdaKesalahan
Ustadz setiawan tugiono

Belajar Kaidah-Kaidah Tarjih Antara Dalil Syari

Belajar Kaidah-Kaidah Tarjih Antara Dalil Syari
____________________________

1. BAGIAN PERTAMA:

Definisi Tarjih (الترجيح) & Kontradiksi (التعارض)

Secara terminologi, tarjih (الترجيح) adalah:
 تقوية أحد الدليلين على الآخر لدليل 

" menguatkan salah satu dari
 dua dalil yang ada karena adanya pendukung dalil lain".

Tidak mungkin ada proses tarjih melainkan jika didapati ada kesan kontradiksi dalam dalil, jika kesan itu tidak ada maka tarjih pun tidak ada, jadi tarjih itu sebagai konsekuensi karena adanya kontradiksi .

Adapun makna kontradiksi (التعارض) adalah:

 التعارض بين الأمرين هو تقابلهما على وجه يمنع كل واحد منهما مقتضى صاحبه 

" kontradiksi antara dua perkara maknanya adalah kebalikan dari keduanya, sehingga masing-masing dari keduanya menghalangi kehendak/konsekuensi dari yang lainnya" .

Jika terjadi kontradiksi dalam teks syariat, maka langkah yang harus ditempuh adalah:

1. Wajib untuk mengkompromikannya (الجمع بين الدليلين) jika memungkinkan.
2. Jika tidak bisa dikompromikan maka dengan penghapusan (النسخ) jika diketahui mana dalil yang terakhir dan mana dalil yang lebih dahulu.
3. Jika tidak diketahui mana dalil yang terakhir, maka yang ditempuh adalah tarjih (الترجيح) .

Telah menjadi rahasia umum bahwa sejatinya tidak ada khilaf atau perbedaan dalam teks al-Quran dan Hadist, tidak ada pula kegoncangan, inkonsistensi dan kontradiksi.

Allah ta’ala berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (Al-Nisa:82).

Adapun hadist, maka ia juga berasal dari Allah ta’ala sama-sama sebagai wahyu, dan ummat telah berkonsensus bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam adalah ma’shum dalam menyampaikan pesan kenabian. Beliau sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
ألا إني أوتيت الكتاب ومثله معه

“Ketahuilah, bahwa aku diberikan al-Quran dan yang semisal dengannya (hadist) bersama al-Quran” .

Jadi jika didapati adanya kesan kontradiksi dalam teks syari ataupun perbedaan di dalamnya, sebenarnya itu hanya ada dalam pikiran & pandangan seorang mujtahid saja, menurut sudut pandang pemahamannya, dari apa yang tampak padanya, adapun hakikatnya tidak demikian.

Kaidah-kaidah Penting dalam Tarjih al-Quran & Hadist Ketika Didapati Kesan Kontradiksi pada Keduanya
Kaidah-kaidah terkait pentarjihan al-Quran & hadist mungkin bisa untuk kita klasifikasikan menjadi empat pembagian berikut:

1. Bagian pertama: Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan sanad hadist.
A. Kaidah pertama: Hadist mutawatir lebih dirajihkan daripada hadist aahad.

B. Kaidah kedua: Hadist dengan jumlah perowi lebih banyak, lebih dirojihkan daripada yang perowinya sedikit.

C. Kaidah ketiga: Hadist dengan sanad muttasil (bersambung) lebih dirajihkan daripada yang sanadnya mursal.

D. Kaidah keempat: Hadist yang disepakati kamarfu’annya lebih dirajihkan daripada hadist yang diperselisihkan kemarfu’annya atau kemauqufannya.

2. Bagian kedua: Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan matan hadist.
A. Kaidah pertama: Statemen (القول) lebih dirajihkan daripada perbuatan (الفعل).

B. Kaidah kedua: Hadist yang disebutkan illatnya secara gamblang lebih dirajihkan daripada yang tidak disebutkan illatnya.

C. Kaidah ketiga: Hadist yang memiliki penguat dari sumber lain lebih dirajihkan daripada hadist yang tidak memiliki penguat.

3. Bagian ketiga: Kaidah-kaidah yang terkait dengan makna kandungan hadist
A. Kaidah pertama: Dalil dengan kandungan makna nash (النص) lebih dirajihkan dari yang dhohir (الظاهر).

B. Kaidah kedua: Dalil dengan kandungan makna dhohir (الظاهر) lebih dirajihkan daripada yang muawwal (المؤول).

C. Kaidah ketiga: Dalil yang mubayyan (المبين) lebih dirajihkan daripada yang mujmal/global (المجمل).

D. Kaidah keempat: Dalil yang khusus lebih dirajihkan daripada yang maknanya umum.

E. Kaidah kelima: Dalil yang muqayyad (المقيد) lebih dirajihkan daripada hadist yang mutlak (المطلق).

F. Kaidah keenam: Dalil mantuq/tersurat (المنطوق) lebih dikedepankan daripada yang mafhum/tersirat (المفهوم).

4. Bagian Keempat: Kaidah-kaidah yang terkait dengan perawi hadist
A. Kaidah pertama: Riwayat yang dibawakan oleh orang yang lebih tsiqah/terpercaya, lebih kuat hafalannya dan lebih faqih lebih dikedepankan daripada perawi yang kualitasnya di bawahnya.

B. Kaidah kedua: Riwayat hadist dari rawi yang sudah disepakati keadilannya lebih dirajihkan daripada hadist yang dibawa oleh rawi yang masih diperselisihkan keadilannya.

C. Kaidah ketiga: Riwayat hadist yang dibawakan oleh sahabat yang sebagai pelaku kejadian lebih dirajihkan daripada yang dibawakan oleh sahabat yang tidak mengalami kejadian tersebut.

D. Kaidah keempat: Riwayat hadist yang dibawakan oleh seorang rawi lebih dirajihkan daripada pendapat pribadi rawi itu sendiri.

E. Kaidah kelima: Riwayat hadist yang menetapkan hukum tertentu lebih dirajihkan daripada riwayat hadist yang menafikan hukum tertentu.

Setelah kita mengetahui secara global klasifikasi kaidah-kaidah pentarjihan hadist ataupun ayat al-Quran, sekarang kita akan mencoba membawakan contoh dan penerapannya pada setiap kaidahnya.

Bersambung........ 

#Pembelajarkecil-kecilan
#MohonKoreksiJikaAdaKesalahan
Ustadz setiawan tugiono

Saya mendengar banyak sekali guide yang menyampaikan ke jamaah bahwa Masjid Abu Bakr itu rumahnya Abu Bakr.

Saya mendengar banyak sekali guide yang menyampaikan ke jamaah bahwa Masjid Abu Bakr itu rumahnya Abu Bakr. 

Saya kurang paham apa referensi mereka. Tapi yang masyhur sebagaimana yang disebutkan sejarawan Muhammad Ilyas Abdul Ghani dalam Tarikh Al Madinah, Masjid Abu Bakr itu adalah lapangan tempat shalatnya Nabi shalallahu alaihi wasalallam yang lalu diikuti oleh Abu Bakr radhiyallahu anhu. 

Ini juga yang disampaikan oleh halaman Maalim Al Madinah An Nabawiyyah.
Ustadz wira bahcrun

hendaknya seorang memiliki waktu menyendiri

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

"ولا بُدَّ للعبدِ من أوقاتٍ ينفرد بها بنفسه في دعائه، وذِكره، وصلاته، وتفكُّره، ومحاسبة نفسه، وإصلاح قلبه وما يختص به من الأمور التي لا يشركه فيها غيره فهذه يحتاج فيها إلى انفراده بنفسه؛ إما في بيته أو في غير بيته" 
مجموع الفتاوى (10/426)

“Hendaknya seorang hamba memiliki waktu-waktu khas menyendiri untuk berdoa, solat, merenung, bermuhasabah dan memperbaiki hatinya serta perkara-perkara khusus untuknya yang tidak melibatkan orang lain, maka hal-hal ini memerlukannya untuk menyendiri, sama ada di rumah atau di luar rumahnya.”
Ustadz muhammad luthfi

Si paling ....

Si paling .... 

Ada lagi bahasa baru yang banyak digunakan orang zaman now. Yaitu ucapan "si paling ... ". Sayangnya ucapan ini biasanya diucapkan ketika menolak nasehat yang baik. 

Ketika dinasehati untuk bertakwa, dia jawab: "si paling takwa!".
Ketika dinasehati untuk shalat subuh, dia jawab: "si paling shalat subuh!".
Ketika dinasehati untuk menuntut ilmu, dia jawab: "si paling menuntut ilmu!".

Sadarkah ini semisal dengan perkataan "sok suci loe...", "sok bener loe..."? Dan ini semisal dengan perkataan kaumnya Nabi Luth 'alaihissalam zaman dahulu, ketika ngeyel dan enggan menerima nasehat. 

وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَن قَالُوا أَخْرِجُوهُم مِّن قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

"Dan tidaklah kaumnya Nabi Luth menjawab nasehat Nabi Luth kecuali dengan perkataan: "Usir saja Luth dan pengikutnya! Mereka adalah orang-orang yang SOK SUCI"" (QS. Al A'raf: 82).

As Sa'di menjelaskan:

أي: يتنزهون عن فعل الفاحشة

"Maksudnya mereka (Luth dan kaumnya) diklaim sebagai orang-orang yang merasa bersih dari perbuatan dosa".

Oleh karena itu, tidak layak mengucapkan "si paling ..." dalam rangka menolak nasehat. Nasehat yang benar itu pahit-manis tetap wajib kita terima, jangan ditolak. Menerima nasehat adalah sifat orang beriman. Allah Ta’ala berfirman:

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

“Berilah peringatan! Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz Dzariyat: 55).

Enggan menerima nasehat dan ‘ngeyel’ untuk berjalan di atas kesalahan adalah tabiat kaum musyrikin. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ

‘Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?‘ (QS. Al Baqarah: 170).

Tapi kalau bukan untuk menolak nasehat, boleh-boleh saja. Contohnya, "Si Sufyan adalah si paling pemalu di antara saudara-saudaranya".

Wallahu a'lam. 

@fawaid_kangaswad

Senin, 27 Maret 2023

Jangan serampangan membid'ahkan...

Jangan serampangan membid'ahkan...
Pertanyaan: 
fatwa no (15616)
Saya dengar dari sebagian teman-teman bahwa buka puasa bersama baik itu di bulan ramadhan atau puasa sunnah, merupakan perbuatan bid'ah, apakah ini benar?
Dijawab oleh lajnah daimah :
Tidak apa-apa buka puasa bersama baik di bulan ramadhan maupun di selain ramadhan, selama mereka tidak meyakini bahwa berkumpulnya mereka itu adalah ibadah, berdasarkan firman Allah  تعالى:
﴿لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا﴾ [النور: 61] 
 Tidak apa-apa bagi kalian makan bersama-sama atau masing-masing
Namun jika dengan berbuka bersama untuk puasa sunnah dikhawatirkan muncul riya' dan sum'ah, karena nampak berbeda antara orang-orang yang berpuasa dengan selain mereka, maka ini makruh buat mereka.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
Pemberi fatwa:
Syaikh abdul aziz bin baz (ketua)
Syaikh abdullah bin ghudayyan (anggota)
Syaikh shalih al-fauzan (anggota)
Syaikh abdul aziz alu syaikh (anggota)
Syaikh bakr abu zaid (anggota)
Ustadz abu sulaiman

Pertanyaan Kajian:Rasulullah itu Kaya Atau Miskin?

Pertanyaan Kajian:
Rasulullah itu Kaya Atau Miskin?

Beliau adalah orang terkaya secara dhohir maupun batin pada makna terpuji dg level tertinggi

Allah memberi beliau 1/5 harta rampasan perang, fai (harta yg diperoleh dr musub tanpa perang), hadiah, khoraj dll. 

Kaya yg diiringi sifat  kedermawanan, zuhud serta tawadhu' pada derajat tertinggi.

Setiap datang ghonimah & fai' & harta lainnya, semuanya habis beliau bagikan kpd kaum muslimin kurang dari 3 hari.

Beliau memohon kecukupan namun ketercukupan beliau adalah kefakiran menurut kita.

Beliau berlindung dari kefakiran, namun kefakiran menurut kita adalah ketercukupan bagi beliau.

Makan sedekah  haram bagi beliau krn kesederhanaan beliau adalah kemuliaan hidup, bersih suci dari rasa belas kasihan.

Kemiskinan/kesahajaan beliau adalah pilihan hidup & keteladanan, bukan keterpaksaan 

Hadiah dihalalkan untuk beliau sebagai wujud  rasa cinta dan penghormatan.

Padanya seolah tersirat pesan: 
Hiduplah dalam kesederhanaan/kesehajaan sbg pilihan yg dipenuhi kemuliaan. 

Beliau memohon ghina/kekayaan dan sungguh beliau sangat kaya baik harta maupun kaya hati dan jiwa. 

Beliau meminta afaf/ketercukupan, namun ketercukupan beliau adalah kemiskinan di mata kita.

Beliau memohon 'iffah/kemuliaan, namun kemuliaan yg dimaksud adalah mnjadikan  kesehajaan sbg pilihan hidup selayaknya orang-orang miskin di dunia.
Karena setiap kesulitan mereka adalah penghapus dosa dan peninggi derajat.

Beliau berlindung dari kemiskinan disaat yg sama memohon kecintaan kepada fakir miskin, dihidupkan dg kehidupan orang miskin serta dimatikan dlm kondisi miskin, karena penduduk surga yg terbanyak dari golongan fakir miskin

Tangisilah diri kita yg masih melihat kemuliaan pada "kemampuan mengalahkan manusia" bukan mengalah gengsi dan nafsu pada diri kita sendiri 😥😢😭🤲

dari mana kamu mengambil ilmu

Minggu, 26 Maret 2023

SHALAT TARAWIH DI MAKKAH

SHALAT TARAWIH DI MAKKAH

Di awal Ramadhan ini, di Masjidil Haram shalat tarawih ditegakkan dengan 10 rokaat. Tiap dua rokaat salam. Shalat witirnya tiga rokaat dipisah dengan salam juga. Totalnya 13 rokaat.

Shalat dipimpin oleh dua imam secara bergantian. Seperti tadi malam, yang mengimami 6 rokaat pertama adalah Syaikh Al Juhani. Adapun sisanya diimami oleh Syaikh Bandar Balila yang menggantikan Syaikh As Sudais yang mendadak mendapat tugas mendampingi MBS di Madinah.

Solat tarawih dimulai bada shalat Isya', shalat jenazah dan shalat ba'diyah isya', sekitar pukul 21.00. Shalat berakhir sekitar pukul 22.15.

Di rakaat terakhir, imam membaca qunut witir dengan durasi sekitar sepuluh menit, mendoakan kebaikan dunia akhirat bagi kaum muslimin.
WMB

Demi Allah, sekiranya dikatakan kepada penghuni kubur "Berharaplah kalian! Niscaya mereka sangat mendambakan hidup dan berjumpa dengan Ramadhan walaupun hanya satu hari."

```Demi Allah, sekiranya dikatakan kepada penghuni kubur "Berharaplah kalian! Niscaya mereka sangat mendambakan hidup dan berjumpa  dengan Ramadhan walaupun hanya satu hari."

Ibnul Jauzi Rahimahullah: Attabshirah: 2/78```
Ustadz ali sutan 

Berapa banyak orang yang mencela pendapat yang benar dan sebabnya karena muncul dari pemahaman yang sakit ( rusak )”

ﻭﻛﻢْ ﻣﻦ ﻋﺎﺋِﺐٍ ﻗﻮْﻻً ﺻَﺤﻴﺤﺎً ......... ﻭﺁﻓَﺘُﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻔَﻬْﻢِ ﺍﻟﺴّـــــﻘﻴﻢِ

“Berapa banyak orang yang mencela pendapat yang benar dan sebabnya karena muncul dari pemahaman yang sakit ( rusak )”
Seputar lipia

Sabtu, 25 Maret 2023

ALLAH BERADA DI TEMPAT-NYADI ATAS ARASY

ALLAH BERADA DI TEMPAT-NYA
DI ATAS ARASY

Imam Jalāluddīn As-Suyuthī Asy-Syāfi‘ī (849–911 H) menerangkan bahwa Imam Ibnu Abī Hātim Ar-Rāzī, Imam Abusy-Syaykh Al-Ashbahānī (274–369 H) dalam Al-‘Azhmah, dan Imam Al-Bayhaqī Asy-Syāfi‘ī (384–458 H) dalam Al-Asmā’ wash-Shifāt meriwayatkan dari seorang tabiin masyhur, Imam Mujāhid, tentang Firman-Nya {وقربنه نجيا}. Ulama kibar salaf ahlusunah tsb menerangkan:

بين السماء السابعة وبين العرش سبعون ألف حجاب؛ حجاب نور وحجاب ظلمة؛ وحجاب نور وحجاب ظلمة فما زال موسى عليه السلام يقرب حتى كان بينه وبينه حجاب فلما رأى مكانه وسمع صريف القلم قال {رب أرني أنظر إليك}.
“Antar 7 langit dan antara Arasy (dengan langit ketujuh) ada 70.000 hijab, yakni (terdiri dari) hijab cahaya dan hijab kegelapan, hijab cahaya dan hijab kegelapan. Lalu Nabi Musa terus didekatkan hingga antara dia dengan Allah tersisa satu hijab saja, dan tatkala Nabi Musa melihat Tempat-Nya serta mendengar bunyi Al-Qalam menulis, Nabi Musa berkata: {Yaa Tuhanku, izinkan daku melihat Engkau}.” [Ad-Durr Al-Mansūr, 10/79]

Dari keterangan diatas dapat kita pahami bahwa:
1️⃣ Allah berada diatas Arasy, tentu tanpa bersentuhan dengan Arasy sebagaimana keterangan dari atsar salaf ahlusunah lainnya, dikarenakan Allah tidak bergantung kepada makhluk-Nya. 
2️⃣ Paham Ahlusunah ini yang diingkari oleh sekte Jahmiyyah, karena hal itu akan membuat Allah berbatas, padahal Allah bisa ada dimana² (alias tidak berbatas) termasuk dalam usus makhluk-Nya. Sempalan Jahmiyyah lain mengatakan bahwa Allah tidak ada dimana², termasuk diatas Arasy.
3️⃣ Inilah alasan ulama ahlusunah ada yang menetap sifat Had (batas) bagi Allah, dengan maksud mustahil bagi Allah bergantung pada makhkuk-Nya, atau diliputi oleh makhluk-Nya.
4️⃣ Ini pulalah alasan ulama ahlusunah ada yang menetapkan sifat Makaan (tempat) bagi Allah, dengan maksud Tempat yang terpisah dari tempat makhluk-Nya.

Meski demikian, kuasa Allah tidak terbatas, buktinya mampu mendekatkan Nabi Musa hingga sisa satu hijab, yang mana Allah berada diatas Arasy sedangkan Nabi Musa tetap diatas bumi.

Semoga berfaedah, amin.

Salam Persahabatan,
Alfan Edogawa

Memang benar, ada para bunda hebat yang mengemban tanggung jawab pendidikan anaknya seorang diri dengan pendidikan yang luhur, namun sang ayah tetap akan dihisab di hadapan Allah apabila ia sengaja menyerahkan semua tanggung jawab pendidikan kepada isterinya saja

Syaikh DR Muhammad al-'Ulyan berkata :
طبعا يوجد أمهات عظماء يحملن تربية أولادهن لوحدهن وتكون تربية راقية لكن الأب سيحاسبون أمام الله إذا جعل كل التربية على زوجته
"Memang benar, ada para bunda hebat yang mengemban tanggung jawab pendidikan anaknya seorang diri dengan pendidikan yang luhur, namun sang ayah tetap akan dihisab di hadapan Allah apabila ia sengaja menyerahkan semua tanggung jawab pendidikan kepada isterinya saja."

#parentingquote #parenting #pengasuhan #pengasuhananak #pendidikananak #quotestoliveby #ummahat #ummi #ibu #bunda #bundahebat #greatmother #bestmom

Pedang Allah yang terhunus, Khalid bin al-Walid Radhiyallahu Anhu berkata:

Pedang Allah yang terhunus, Khalid bin al-Walid Radhiyallahu Anhu berkata:

Malam saat diserahkan seorang pengantin Wanita kepadaku atau malam ketika aku mendengar kabar gembira kelahiran putraku, semua itu tidak lebih aku cintai dibanding tatkala aku berada di tengah pasukan Muhajirin pada malam yang dingin sedingin es, demi menunggu saat-saat untuk menyerang musuh esok pagi," 

(Al-Bidayah wa An-Nihayah).
Ustadz Dr fadlan fahamsyah 

Jumat, 24 Maret 2023

Orang yang paling banyak mengeluh atas musibah diantara kalian adalah orang yang paling cinta terhadap dunia."

Diriwayatkan dari Wahb bin Munabbih -rahimahullah- bahwa Isa -'alais salam- berkata:

أشدكم جزعاً على المصيبة، أشدّكم حباً للدنيا

"Orang yang paling banyak mengeluh atas musibah diantara kalian adalah orang yang paling cinta terhadap dunia."

[Siyar A'lam An Nubala, 4/551]
Ustadz musa jundana

belajar kitab Aqidah hanabilah mu'tamadah berbahasa Indonesia

Info Link belajar  kitab Aqidah hanabilah mu'tamadah berbahasa Indonesia

Sebelumnya pernah dibahas dua matan aqidah hanabilah mu'tamadah bersama beliau Al ustadz Nur Fajri Ramadhan.B.SH.MA  silahkan bisa di sruput disimak faidah nya 
1. Qolaidul iqyan 
https://youtube.com/playlist?list=PLlHlne8QUAxK1Mb45KGHxwSO4hgPyxgOd
2.Najatul Khalaf fi i'tiqodis Salaf 
https://youtube.com/playlist?list=PLlHlne8QUAxKAP2L9cR7E5LvXOigEyZgA

Untuk berikut nya yang akan dibahas oleh beliau adalah matan aqidah As safarinah 
Silahkan dihadiri semoga bermanfaat

Mazhab hanbali mensunnahkan qunut witir dari awal ramadhan. Sedangkan mazhab syafi’i hanya baru disunnahkan di setengah akhir ramadhan.

Mazhab hanbali mensunnahkan qunut witir dari awal ramadhan. Sedangkan mazhab syafi’i hanya baru disunnahkan di setengah akhir ramadhan. 

Menurut mazhab hanbali hukumnya sunnah mengusap wajah setelah berdoa qunut witir. Akan tetapi menurut mazhab syafi’i hal tsb dimakruhkan.

Menurut mazhab hanbali, minum sedikit saat sholat tarawih tidak membatalkan sholatnya. Adapun menurut mazhab syafi’i hal tersebut membatalkan sholat. Adapun makan ketika sholat tarawih, maka kedua mazhab sepakat bahwa batal sholatnya.

Faedah Status Ust. Nur Fajri Romadhon, Lc., MA

t.me/abdurrahmaanzahier

bedanya memelihara dan mendidik

Syaikh DR Masa'id az-Zahroni berkata :
الاهتمام بملابس الأولاد وأكلهم وصحتهم ونموهم يسمى "رعاية"، والاهتمام يدينهم وعقولهم وأخلاقهم يسمى "تربية"، الكثير لا يفرقون بين الرعاية والتربية وهنا يكمن الخلل ويحدث التقصير في التربية
"Menaruh perhatian pada pakaian, makanan, kesehatan dan pertumbuhan anak itu disebut dengan ri'ayah (pemeliharaan), sementara menaruh perhatian terhadap agama, akal (kognisi) dan akhlaq (karakter) anak itu disebut dengan tarbiyah (pendidikan). Banyak orang tidak membedakan antara memelihara dengan mendidik anak. Di sinilah letak ketimpangan dan kegagalan di dalam pendidikan."

 #parentingquote #parenting #pengasuhan #pengasuhananak #pendidikananak #quotestoliveby #quoteoftheday #quoteparenting #belajarparenting #anak #kids #children #parentsquotes #goodparents #understandingkids

Kamis, 23 Maret 2023

Kekasih Allah, Ibrahim alaihissalam telah menghancurkan berhala (untuk menjaga tauhid). Walaupun demikian, beliau tetap berdoa

Kekasih Allah, Ibrahim alaihissalam telah menghancurkan berhala (untuk menjaga tauhid). Walaupun demikian, beliau tetap berdoa:

{ وَٱجۡنُبۡنِی وَبَنِیَّ أَن نَّعۡبُدَ ٱلۡأَصۡنَامَ }
"jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala." (QS Ibrahim: 35)

Maka, kita lebih layak lagi untuk berdoa pada Allah agar Allah menjaga kita, iman kita, tauhid kita dan menjaga kita dari beragam syubhat.

Pada salah satu ceramahnya, Syaikh Sulaiman Ar-Ruhailiy ditanya tentang bagaimana program ramadhan untuk seorang wanita, beliau menjawab:

Pada salah satu ceramahnya, Syaikh Sulaiman Ar-Ruhailiy ditanya tentang bagaimana program ramadhan untuk seorang wanita, beliau menjawab:

برنامج المرأة المسلمة هو برنامج الرجل لكن المرأة المسلمة تزيد بعبادة وهي أن المرأة إذا اجتهدت في خدمة زوجها وأهل بيتها وأعدت لهم الطعام الذي يكفيهم فإنها في عبادة الله عز وجل إذا احتسبت ذلك 
عند الله

Program seorang wanita sama dengan laki-laki, hanya saja wanita muslimah dapat bertambah dalam ibadah. Yakni ketika ia bersungguh-sungguh melayani suami dan keluarganya, ia menyiapkan untuk mereka makanan yang mencukupi mereka maka dia berada dalam ibadah kepada Allah jika dia mengharapkan pahala di sisi Allah dengan perbuatannya itu.

فهذا فيه أجرها وفيه تكثير لحسناتها وينبغي للمرأة المسلمة إذا كانت تعد الطعام أن تشغل لسانها بذكر الله

Maka pada hal ini terdapat pahala sekaligus akan memperbanyak kebaikan-kebaikannya. Dan sebaiknya bagi wanita muslimah dikala ia menyiapkan makan, ia juga menyibukkan lisannya dengan dzikirullah.

فتطبخ وهي تسبح وتطبخ وهي تهلل وتطبخ وهي تذكر 
ولها في ذلك أجر عظيم ولن يصرفها إعداد الطعام عن عبادة ربها سبحانه في نهار رمضان 

Ia memasak sembari bertasbih (subhanallah), bertahlil (laa ilaaha illaallaah), jadi ia memasak sambil berdzikir dan baginya pahala yang amat besar, sehingga kegiatan menyiapkan makan tidak memalingkannya dari beribadah kepada Allah di siang hari ramadhan.

فهنيئا للمرأة المسلمة التي تخدم زوجها وأهل بيتها وهي تحتسب الأجر عند الله عز وجل ومع ذلك لا تغفل عن ذكر الله وتقوم بما تستطيع من العبادات في نهار رمضان فإنها قد فازت فوزا عظيمًا

Berbahagialah seorang wanita muslimah yang melayani suami dan keluarganya sembari mengharap pahala di sisi Allah, bersamaan dengan itu ia juga tidak lalai dari dzikrullah, ia menegakkan ibadah sesuai kesanggupannya di siang hari ramadhan maka sungguh ia telah mendapatkan kemenangan yang besar.

t.me/halaqohrumahmengaji

tak perlu mengurusi orang lain

Ternyata industri dan perdagangan itu bisa wajib lo atas ummat Islam!

Ternyata industri dan perdagangan itu bisa wajib lo atas ummat Islam!

Ibnu Taimiyah rahimahullah itu unik sekali, walau banyak menyelisihi Imam Al Ghazali dalam banyak masalah, namun dalam masalah ini beliau sependapat.

Berbagai industri, perdagangan, atau profesi yang dibutuhkan oleh ummat Islam, ternyata bisa berubah hukumnya, yang semula mubah menjadi wajib, dalam rangka memenuhi kebutuhan ummat Islam. 

Wajib bukan berarti gratisan, namun tetap profesional harus dengan nilai atau upah yang layak. 

Anda tidak percaya? 

SIlahkan berselancar di kitab beliau majmu' fatawa Ibnu taimiyyah 28/79-82 & 29/193-196.

Kemandirian ummat islam dalam memenuhi kebutuhannya adalah salah satu pilar kekuatan ummat, agar tidak bergantung kepadaq ummat lain, sehingga dikendalikan oleh mereka. 

Makanya ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berhijrah, bukan sekedar membangun masjid dan mendakwahkan tauhid, namun beliau juga mewujudkan kemandirian ummat islam dalam hal sumber air minum, yaitu dengan cara memotivasi para sahabat membeli kemudian mewakafkan sumur Rumah beserta ladang kurmanya.

Sahabat Utsman bin AFfan radhiallahu 'anhu mendapat kemulian mewujudkan himbauan di atas, dan mendapat janji mendapat sumur beserta ladang yang serupa di surga kelak. (Al Bukhari dll)

Sebagaimana beliau juga mengatur skema kerjasama antara kaum Anshar dan Muhajirin dalam pengelolaan ladang, sehingga problem ekonomi yang mengancam kaum Muhajirin yang kebanyakan mereka berhijrah tanpa bekal harta dapat segera terselesaikan.

Semula kaum Anshar hendak membagi ladang mereka untuk separohnya diberikan kepada kaum Muhajirin.  Namun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menolak keinginan mereka itu. Beliau lebih memilih untuk menjalin kerjasama antara kaum Anshar dan Muhajirin.

Kaum muhajirin bekerja di ladang kaum Anshar, dan kemudian ketika panen tiba, mereka berbagi hasil panennya. (Al Bukhari dll)

Kenapa beliau menolak gagasan pembagian ladang milik kaum Anshar?

Ada alasan besar yang melatar belakangi keputusan beliau ini.

Anda penasaran?

Pembahasan ini menjadi satu sub pembahasan mata kuliah EKONOMI ISLAM di kampus ini: https://pmb.stdiis.ac.id/
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma