Rabu, 04 November 2020

ANTARA MENYEGERAKAN NIKAH DAN MENUNDANYA

🍃 *ANTARA MENYEGERAKAN NIKAH DAN MENUNDANYA*🍃

🔹 Pernikahan adalah akad yang dengannya menjadi dibolehkan untuk bergaul antara suami istri dengan batasan dan kelonggaran yang dibolehkan oleh syariat.

🔼 Dengan pernikahan juga ada konsekuensi hak dan kewajiban antara suami dan istri.

➡️ Sehingga dua hal yang menjadi pertimbangan utama untuk menyegerakan pernikahan atau menundanya adalah:
1. Dorongan keinginan dari dalam diri.
2. Kemampuan untuk menunaikan kewajiban setelah akad pernikahan tersebut ataupun setelah bersatunya suami istri tersebut.

🌴 Imam Nawawi rahimahulloh menyebutkan perincian hal ini dalam kitab Minhajut Tholibin

هو مستحب لمحتاج إليه يجد أهبته فإن فقدها استحب تركه ويكسر شهوته بالصوم فإن لم يحتج كره إن فقد الأهبة وإلا فلا لكن العبادة أفضل.
قلت: فإن لم يتعبد فالنكاح أفضل في الأصح فإن وجد الأهبة وبه علة كهرم أو مرض دائم أو تعنين كره
*Nikah itu SUNAH BAGI YANG MEMBUTUHKANNYA DAN MENDAPATKAN BIAYANYA. Jika tidak mendapatkannya maka disunahkan untuk menundanya dan melemahkan syahwatnya itu dengan puasa.*

*Jika belum membutuhkan maka dimakruhkan apabila tidak mendapatkan biayanya. Jika mendapatkan biayanya maka tidak makruh, akan tetapi ibadah lebih utama*.

*Aku katakan: Jika tidak menyibukkan diri dengan ibadah maka menikah lebih utama menurut pendapat yang lebih shahih*

*Apabila mendapatkan biayanya namun ada penghalang sehingga tidak bisa berhubungan badan seperti karena sangat tua, atau sakit tetap, atau lemah syahwat maka dimakruhkan*.

🔢 *Dari uraian tersebut bisa dirinci sebagaimana berikut*:

1️⃣ Bagi yang sudah ada keinginan dan mampu dari sisi biayanya maka disunahkan untuk segera.

✏️ Yaitu biaya berupa mahar dan lainnya yang wajib seperti makan dan minum sehari semalam setelah bersama, pakaian semusim, dan tempat tinggal yang layak meskipun masih meminjam atau menyewa.

Dan disunahkannya ini demi menjaga agamanya sama saja apakah dia orang yang sibuk ibadah atau bukan.

2️⃣ Bagi yang sudah ada keinginan namun belum mampu maka menunda lebih baik. Dan disunahkan meredam syahwatnya dengan puasa.

✏️ Namun tidak boleh meredam syahwatnya dengan obat-obatan. Apabila dengan obat-obatan itu sampai memutus keturunan maka haram, jika tidak maka makruh.

Seperti yang disebutkan di dalam hadis Sahihain, yaitu:

"يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ"

*"Hai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu memberi nafkah, maka menikahlah. Dan barang siapa yang tidak mampu (memberi nafkah), hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan peredam baginya.”*

3️⃣ Bagi yang belum membutuhkan dan belum juga memiliki biaya maka makruh menikah. Demikian agar dia tidak menanggung hal yang di luar kesanggupannya tanpa ada keperluannya.

4️⃣ Bagi yang mampu namun belum membutuhkannya dan tidak menyibukkan diri dengan ibadah maka menikah lebih utama baginya.

5️⃣ Bagi yang mampu dan belum membutuhkannya maka jika dia menyibukkan diri dengan ibadah maka ibadah lebih utama baginya.

6️⃣ Bagi yang mampu biayanya namun ada penghalang untuk berhubungan badan maka makruh baginya menikah. Dan jika tidak memiliki biayanya maka lebih lagi makruhnya.

🌹 Dan perincian untuk laki-laki di atas berlaku juga bagi wanita dengan ketentuan kemampuan biaya pada laki-laki, sedangkan pada wanita kebutuhannya untuk mendapatkan nafkah.

Sehingga wanita yang menikah dengan disertai keinginan untuk tidak perlu mencari nafkah sendiri maka lebih baik daripada dia menunda menikah dalam keadaan bekerja memenuhi nafkah sendiri.

⁉️ *Mungkinkah hukum untuk menikah itu wajib*

Di antara yang disebutkan dalam hal ini adalah:

➡️ Jika laki-laki sudah membutuhkan untuk menikah, mampu biayanya, dan sangat dikhawatirkan jatuh dalam dosa maka wajib.

➡️ Jika perempuan khawatir tidak bisa terlindungi dirinya dari orang-orang fasik kecuali dengan menikah maka wajib.

✏️ Dan tentunya wajib ini jika mendapati yang pantas menikah dengannya.

Wallohu a'lam:

Rujukan:
📙 Minhajut Tholibin, Kanzur Roghibin, dan Hasyiyah Qulyubi
📙 I'anatut Tholibin
Fiqh usroh