*Akhlaqul Kibar (akhlak ulama' kibar)* ⁉‼
1). Sepekan sebelum kehadiran Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi ke Indonesia beliau menderita sakit, dan sempat dijenguk oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman semoga Allah senantiasa menjaga beliau berdua.
Rupanya sakit itu belum sepenuhnya hilang. Suara beliau yang serak, raut muka beliau yang tanpak pucat, tersandungnya kaki beliau di tangga kamar, perawatan khusus hingga menyuntikan obat, tak menyurutkan langkah beliau untuk tetap menyampaikan kajian meski dengan berjalan tertatih menggunakan tongkat penyangga.
Tak sedikitpun beliau menceritakan atau mengeluhkan sakitnya. Tetap semangat, tak menampakkan kelemahan, bahkan seringkali suara beliau lantang terdengar.
Hingga akhirnya beliau berhasil mengkhatamkan dua kitab ; Manhajul Haq & Nasihati Ila Ahlissunnah.
2). Dengan berbagai keutamaan yang Syaikh Ali miliki baik itu berupa lamanya berguru pada Imam Al Albani, ilmu, nama besar, banyaknya karya ilmiyah yang beliau tulis (salah satu murid beliau pernah mendata karya ilmiyah beliau, jumlahnya lebih dari 260 judul) serta keutamaan yang lainnya.
Itu semua tak lantas membuat beliau menjadi pribadi yang tinggi hati.
Tiap kali ceramah beliau selalu didampingi oleh Ust Abdurrahman At Tamimi yang secara usia lebih sepuh dari Syaikh Ali.
Uniknya saat selesai ceramah Syaikh Ali bangkit duluan dan berdiri di belakang kursi Ust Abdurrahman. Sesaat setelah Ust berdiri, Syaikh Ali menggeser kursi itu ke belakang agar memudahkan Ust beranjak dari lokasi tersebut.
Kemudian Syaikh Ali mempersilahkan Ust agar berjalan duluan. Setelah dekat dengan pintu keluar aula lokasi daurah, Syaikh Ali bergegas membukakan pintu Untuk Ustadz Abdurrahman, terpana saya melihatnya,
Saya melihat, memperhatikan, mencermati kejadian ini berulang-ulang dan selalu saja seperti itu. Beliau tidak pernah mau berjalan mendahului Ustadz Abdurrahman.
Bahkan beberapa kali Ustadz Abdurrahman mempersilahkan Syaikh agar berjalan duluan, namun beliau bersikeras tidak mau dan mengusap punggung Ustadz sembari mempersilahkan Ustadz berjalan lebih dulu.
3. Syaikh senantiasa menampakkan senyuman khasnya saat berceramah.
Dan senantiasa menutup ceramahnya dengan doa doa kebaikan bagi para peserta daurah ; *At Taufiq, wal Huda War Rasyad, Was Sadad, Wal Barakah .. wa .. wa wa ,,, ‼⁉*
Dan anehnya lagi beliau selalu mengucapkan *Jazakumullahu khairan* berulang ulang kepada peserta daurah.
Seharusnya kami yang berterima kasih kepada beliau atas ilmu yang beliau ajarkan, tetapi justru sebalik nya.
4). Saya sering menuliskan pertanyaan kepada Syaikh Ali bin Hasan di tengah tengah acara Liqa' Maftuh. Semuanya terjawab kecuali satu karena habisnya waktu.
Senantiasa saya tuliskan di kertas pertanyaan lafadz sapaan *"Ya Fadhilatas Syaikh"*. Tetapi dari sekian banyak pertanyaan yang saya ajukan, tidak ada satupun lafadz tersebut beliau baca.
Saya baru tersadar bahwa kitab kitab yang beliau tulis juga tidak mencantumkan lafadz *Fadhilatusy Syaikh*. Beliau hanya menuliskan nama thok thil ; Ali bin Hasan Abdul Hamid Al Atsari, tanpa gelar, dan tanpa embel embel apapun.
5). Saat sesi ceramah selesai dan Syaikh hendak beranjak dari tempat duduknya, tetiba datang Ust Abu Kayyisah menghidangkan kopi.
Beliau tersenyum sembari berkata masyaAllah dan mengurungkan diri dari berdiri kemudian meluangkan waktu untuk meminum kopi tersebut untuk menyenangkan orang yang menghidangkannya.
Tak cukup itu, sembari meminum beliau juga mencandai Ust Abu Kayyisah yang mengundang tawa para peserta daurah, kemudian mengucapkan jazakumullahu khairan dan baru beliau beranjak pergi setelah itu.
✍🏻abul aswad