Rabu, 18 November 2020

KESALAHAN DAN KEBAIKAN

KESALAHAN DAN KEBAIKAN

Tidak ada satu orang pun manusia, hatta ulama, pasti pernah tergelincir dalam kesalahan.

Ketika ulama bersalah, mungkin dalam ucapan atau tulisannya, apakah lantas dihancurkan kehormatannya dan direndahkan? Apatah lagi kesalahannya masih diperdebatkan oleh para ulama. Ada yang menyalahkan dan ada yang tidak.

Maka dalam hal ini, kita lihat kesalahan dan kebaikannya. Jika kebaikannya lebih banyak daripada kesalahannya, maka kesalahannya tidak boleh disebut. Jika kesalahannya lebih banyak daripada kebaikannya, maka kebaikan-kebaikannya tidak disebut.

Berkata Sa’id bin al-Musayyib  rahimahullah :

إنه ليس من عالم ولا شريف ولا ذي فضل إلا وفيه عيب، ولكن من كان فضله أكثر من نقصه ذهب نقصه لفضله، كما أنه من غلب عليه نقصانه ذهب فضله.

“Tidaklah seorang ulama pun atau seorang berpangkat pun atau orang-orang yang besar kecuali mempunyai kesalahan. Barangsiapa yang keutamaannya lebih banyak daripada kekurangannya, maka hilanglah kekurangannya karena keutamaannya. Sebagaimana orang yang banyak kekurangannya akan hilanglah keutamaannya.” (Atsar riwayat Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih: 809 (2/105)).

Berkata Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah :

إذا غلبت محاسن الرجل على مساوئه لم تذكر المساوئ، وإذا غلبت المساوئ على المحاسن لم تذكر المحاسن

“Jika kebaikan seseorang lebih banyak daripada kesalahannya, maka kesalahannya tidak boleh disebut. Jika kesalahannya lebih banyak daripada kebaikannya, maka kebaikan-kebaikannya tidak disebut.” (Siyar A’lamin Nubala’: 8/398).

Nah, kasus Syekh Ali Hasan rahimahullah, apakah kesalahan beliau lebih banyak daripada kebaikannya, sehingga harus dihancurkan kehormatannya, dicela dan direndahkan, sampai beliau wafat sekalipun?

Kesalahan beliau yang dikritisi oleh al Lajnah adalah dua kitabnya yang terindikasi ada pemahaman murjiah. Dan Syekh telah membantahnya dengan ilmiah dengan sebuah kitabnya.

Kemudian kebaikan beliau begitu banyak dengan tersebarnya dakwah salaf ahlussunnah diseluruh pelosok belahan bumi dan ini diakui oleh para ulama. Termasuk Syekh Utsaimin, Syekh Abdul Muhsin dan yang lainnya.

Yang menjadi masalah, ada orang yang bukan ulama, hanya ustadz kondang dikalangannya, merasa dirinya atau yang sepemahamannya selalu di atas kebenaran. Kalau ada yang mengkritisinya, dia dan followernya tidak terima dengan berbagai alasan.

Orang-orang yang seperti ini, yang merasa kagum terhadap dirinya sendiri (ujub) dan menyangka bahwa dia tidak pernah melakukan kesalahan, maka dia adalah orang yang DUNGU, begitu kata ulama.

Berkata Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah berkata:

الذي يعجب بنفسه ويظن أنه لا يخطئ فهو مغفل، الخطأ يحدث من الكل. 

“Orang yang merasa kagum terhadap dirinya sendiri (ujub) dan menyangka bahwa dia tidak pernah melakukan kesalahan, maka dia adalah orang yang dungu, kesalahan bisa muncul dari semua orang.” (As-Sima' al-Mubasyir, hlm. 50).

AFM