Di kajian sekolah muamalah sby kemarin ustadz Erwandi cerita tentang luar biasanya negeri ini.
Beliau pernah mendapat wakaf alQur'an beberapa dus dari luar negeri, namun tertahan di bea cukai. Saat pergi ke sana untuk mengurus, beliau disambut pertanyaan si petugas, "Pak, gaada amplop nih buat ucapan terima kasih?"
"Amplop apa?? Ini lho alQur'an! Masa' masih dimintain..??"
"Oh Qur'an ya pak... Kalo gitu minta Qur'annya aja pak..."
"Kalau mau, silahkan ajukan permintaan ke yayasan. Karna ini punya yayasan."
"Waduh, iya deh. Bilang terima kasih aja deh pak.."
"Ya sudah. Terima kasih."
Dan alhamdulillah paket alQuran itu pun berhasil dibawa tanpa sepeserpun pungli.
Beliau kisahkan juga, ada seorang importer yg satu kontainernya ditahan dg alasan legalitas kurang lengkap. Kemudian untuk order berikutnya, ia lengkapi dokumennya dan order 1 kontainer lagi. Ternyata masih ditahan dan dimintain duit kalau pengen barangnya keluar. Jengkel dengan yg demikian, alih2 bayar pungli, dia order lagi 10 kontainer sekaligus. Tak lama dia dipanggil pihak yg bersangkutan dan diminta mengambil barangnya yg 12 kontainer tersebut karna sudah memenuhi gudang mereka.
Kata ustadz Erwandi, sebenarnya kita boleh saja membayar pungli demi mendapatkan hak kita, namun jika bisa kita akali tanpa membayar seperti bapak tadi, maka itu lebih baik.
Sama halnya jika kita urus SIM, terkadang bisa lancar tanpa suap. Tapi terkadang kita dipersulit kalau tak mau bayar, maka dalam kondisi demikian kita tidak berdosa saat terpaksa bayar demi mendapat hak kita.
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Memberikan uang suap, jika orang itu menyuap hakim agar hakim memenangkan perkaranya, padahal dia bersalah atau agar hakim tidak memberikan keputusan yang sejalan dengan realita, maka memberi suap hukumnya haram. Sedangkan suap dengan tujuan agar mendapatkan hak, hukumnya tidaklah haram (halal) sebagaimana uang tebusan untuk menebus tawanan.” (Raudhatu Ath-Thalibin wa Umdatu Al-Muftin, IV:131).
Beda jika dari awal kita langsung bayar suap padahal belum menemui kesulitan. Ini yang dilarang.
Dari sahabat Abdullah bin Amr bin al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah melaknat orang yang memberi suap dan menerima suap.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dengan sanad yang shahih
_____
Ditulis sdr. Satrio Rachmad dan kami sadur tanpa perubahan (2016)
Ustadz Yani Fahriansyah