Sabtu, 28 Desember 2024

Ringkasan Iman Kepada Takdir Dalam Pandangan Ahlussunnah dan Ahlul Bid’ah

Ringkasan Iman Kepada Takdir Dalam Pandangan Ahlussunnah dan Ahlul Bid’ah 
​​
​​Dalam masalah perbuatan hamba
​​
​​* Ahlussunnah : hamba dapat melakukan perbuatan secara hakiki, mereka punya pilihan (ikhtiyar) dan kemampuan (qudrah) namun perbuatan mereka adalah ciptaan Allah

​​​​* Qadariyah: hamba dapat melakukan perbuatan secara hakiki atas keinginan mereka sendiri yang terlepas dari kehendak Allah dan mereka menciptakan perbuatan mereka sendiri, bukan ciptaan Allah

​​​​* Jabriyah: hamba tidak memiliki pilihan (ikhtiyar) dan kemampuan (qudrah) untuk beramal, mereka dipaksa untuk beramal dan amalan dinisbatkan kepada hamba sebagai majaz
​​
​​Dalam masalah hidayah dan idhlal (penyesatan)

​​​​* Ahlussunnah : hidayah dan idhlal dari Allah, Allah berikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki, sedangkan ihtida' dan dhalal itu dari hamba. Allah lakukan idhlal kepada siapa saja yang tarkul ihtida' (enggan mencari hidayah) dan melakukan dhalal (kesesatan). Sehingga ini bukan kezaliman.

​​​​* Qadariyah: mereka mengingkari hidayah taufik dan idhlal, mereka hanya menetapkan hidayah irsyad. Hamba mendapat hidayah karena diri sendiri, ia menjadi sesat juga karena diri sendiri. 

​​​​* Jabriyah: hamba dipaksa oleh Allah untuk mendapatkan hidayah atau kesesatan, hamba tidak punya pilihan dan kemampuan untuk ihtida'
​​
​​Dalam masalah iradah (kehendak)

​​* Ahlussunnah: iradah ada dua: iradah syar'iyyah dan iradah kauniyyah

* ​​Qadariyah: mereka menetapkan iradah syar'iyyah namun mengingkari iradah kauniyyah, dan apa yang terjadi itu karena Allah sukai.

​​* Jabriyah : mereka menetapkan iradah kauniyyah namun mengingkari iradah syar'iyyah, dan apa-apa yang Allah perintahkan tidak berarti Allah inginkan 
​​
​​Dalam masalah hikmah 

​​* Ahlussunnah : Allah menciptakan (secara kauniy) dengan hikmah dan memerintahkan (secara syar’i) juga dengan hikmah. Allah tidak melakukan sesuatu secara sia-sia atau main-main tanpa ada tujuan.

* ​​Jahmiyyah, Asy'ariyyah, sebagian fuqoha, Ibnu Hazm dan banyak zhahiriyah: hikmah adalah ketika Allah menjadikan sesuatu sesuai dengan ilmunya dan kehendaknya, sehingga Allah menciptakan sesuatu tanpa illah namun sekedar menerapkan apa yang sudah menjadi kehendaknya.

​​* Mu'tazilah dan Syiah: hikmah adalah makhluk, dan Allah menciptakan dengan hikmah yang kembali kepada hamba
​​
​​Dalam masalah ash-sholah wal ashlah (kebaikan dan apa yang paling baik bagi seseorang)

​​* Ahlussunnah : makhluk tidak dapat mewajibkan Allah untuk melakukan sholah dan ashlah, namun semua yang Allah lakukan itu di atas hikmah yang mendalam dan untuk kemaslahatan hamba.

* ​​Mu'tazilah dan Syiah: wajib bagi Allah untuk melakukan sholah untuk setiap hamba secara spesifik dalam urusan agamanya dan itu baru dinamakan adil. Dan Allah juga wajib melakukan yang ashlah bagi agama seseorang, dan itu dinamakan lutfhun. Mereka khilaf apakah Allah wajib melakukan yang sholah dalam urusan dunia.

* ​​Jahmiyyah: makhluk tidak dapat mewajibkan Allah untuk melakukan sholah dan ashlah, namun Allah melakukan sesuatu sekedar karena masyi'ah mahdhah saja.
​​
​​Dalam masalah taklif bima laa yuthoq (membebani makhluk di luar kemampuan)

​​* Ahlussunnah : Allah tidak mungkin taklif bima laa yuthoq karena tidak ada dalil. Dan tidak boleh memutlakan demikian. Namun ada taklif bima laa yuthoq dengan makna taklif kepada orang kafir karena ia masih dalam kondisi kufur.

​​* Jahmiyyah : Allah mungkin taklif bima laa yuthoq secara muthlaq

* ​​Mu'tazilah: Allah tidak mungkin taklif bima laa yuthoq karena itu buruk, karena qudroh itu harus ada sebelum perbuatan

* ​​Asy'ariyah: Allah mungkin taklif bima laa yuthoq, karena hamba memiliki qudroh ketika akan melakukan perbuatan, maka ketika Allah memberi taklif, belum ada qudroh
​​
​​Dalam masalah syarr (keburukan)

​​* Ahlussunnah : syarr mahdhun (keburukan murni) tidak ada dan tidak Allah ciptakan, ini dinafikan dari Allah nisbatan, washfan dan fi'lan. Adapun syarr nisbi maka ini diciptakan oleh Allah karena adanya kebaikan yang rajih di dalamnya. Namun tidak dinisbatkan kepada Allah washfan dan nisbatan.

* ​​Qadariyah: keburukan bukanlah perbuatan Allah tapi murni perbuatan hamba

* ​​Jabriyah: keburukan itu Allah inginkan dan Allah lakukan, karena Allah berbuat apa yang ia kehendaki.
​​
​​Dalam masalah kezaliman

​​* Ahlussunnah : zalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Maka Allah tersucikan dari zalim. Dan semua yang Allah lakukan pasti sesuai dengan tempatnya.

​​* Jahmiyah, Asy'ariyyah dan Zhahiriyah: zalim adalah memakai sesuatu yang bukan miliknya dan menyelisihi sesuatu yang diperintahkan. Maka ini disucikan dari Allah. Adapun mengadzab orang yang taat dan memberi nikmat pada orang fajir, ini bukan zalim. Kezaliman adalah melakukan sesuatu yang tidak dimampui oleh Allah.

​​* Mu'tazilah : zalim adalah memberikan bahaya tanpa hak. Inilah yang dinafikan dari Allah. Seperti konsep zalim terhadap sesama manusia. Apa yang adil dalam pandangan manusia maka itulah adil dan hikmah.

Diringkas dari kitab Al Mu’tabar fi Aqidah Ahlissunnah wa Mukhalifiha fil Qadar karya Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili hadizhahullah

@fawaid_kangaswad