Dalam menafsirkan istiwâ' (bersemayam) ada 4 tafsiran yang masyhúr di sisi para 'ulamâ':
ومعنى الاستواء عبر عنه أهل العلم بمعان أربعة، وهي: الارتفاع والعلو والصعود والاستقرار.
Dan makna istiwâ' itu para ahli ilmu menyatakan tentangnya dengan 4 makna yakni:
1. Al-Irtifâ' (Terangkat)
2. Al-'Uluw (Berada di ketinggian)
3. As-Shu'ûd (Naik)
4. Al-Istiqrâr (Menetap)
Semua terjemahan di atas dan terjemahan dalam kurung adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa pendekatan dan bukan makna sebenarnya (bahasa Arab).
Sebagian ulamâ' ada yang menafsirkan istiwâ' itu dengan duduk karena ada keserupaan penggunaan katanya di sisi orang Arab untuk penggunaan bahasa pada hal yang serupa, namun karena dalam Bahasa Arab penggunaan kata itu lebih rinci, untuk penggunaan suatu ungkapan meski sama tapi sedikit berbeda akan beda memahaminya, oleh karena itu sifat istiwâ' tidak dimaknai dengan duduk, karena dalam nash istiwâ' itu difahami salaf tidak dengan makna duduk.
Sehingga As-Syaikh Ibnu 'Utsaimîn rahimahullâh berkata ketika memaknai istiwâ':
قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله: " فأما تفسير استواء الله تعالى على عرشه باستقراره عليه ، فهو مشهور عن السلف، نقله ابن القيم في النونية وغيره.
وأما الجلوس والقعود : فقد ذكره بعضهم، لكن في نفسي منه شيء. والله أعلم" انتهى من مجموع فتاوى ابن عثيمين (1/ 196).
Dan adapun tafsîr mengenai istiwâ' Allâh di atas 'arsy-Nya dengan makna istiqrârnya (menetapnya), maka ini masyhûr dari salaf, Ibnul Qayyim menukilnya dalam An-Nûniyah dan selainnya.
Dan adapun Al-Julûs dan Al-Qu'ûd (keduanya bermakna duduk), maka sebagian ahli ilmu benar-benar telah menyebutnya (menafsîrkannya dengan makna tersebut), tetapi dalam diriku ada sesuatu (masalah) dari tafsîran itu. Wallâhu A'lam
[Majmû' Fatâwâ Ibnu 'Utsaimîn 1/196]
Sehingga kalau orang membahas bâb ini (istiwâ') yang dibantah sisi bahasa pendekatan uslûb bahasa Indonesia dan dibenturkan dengan uslûb bahasa Arab, maka orang ini tidaklah memahami karena bahasa Arab dan Indonesia itu padanan struktur bahasanya sangat jauh berbeda.
Dalam bahasa Indonesia terkadang penyebutan banyak sifat seringkali diwakili dengan satu kata, adapun bahasa Arab lebih rinci dari Bahasa Indonesia.
Sehingga memperdalam perdebatan semacam ini kurang elok. Kalau mau bahas difahami dulu dengan bahasa Arab ke bahasa Arab. Ada perbedaan tidak dengan salaf, kalau ada dibantah, kalau tidak tidak dibantah.
Ustadz dihyah abu salam