Selasa, 25 Juni 2024

Pembahasan Syarah Al-Aqidah as-Safaariniyyah.Syaikh Dr. Abdul Muhsin az-Zakary hafizhahullah

#Ma’had_Al_Ukhuwah_Al-Islamiy
#DaurahTawangmangu_ke5
#Fawaid_Daurah_Syar’iyyah

Daurah Syar’iyyah ke-5 Tawangmangu
Tulisan KEDUA

Pembahasan Syarah Al-Aqidah as-Safaariniyyah.
Syaikh Dr. Abdul Muhsin  az-Zakary hafizhahullah

SYARAH AQIDAH AS-SAFARINIYYAH

Sebagaimana diketahui bahwa para ulama menulis kitab-kitabnya dimulai dengan muqoddimah, pada kitab-kitab Aqidah ada yang menulis muqaddimah kitabnya secara terpisah, sama dengan apa yang dilakukan oleh Imam as-Safaariniy rahimahullah (wafat tahun 1188 H – nama lengkapnya adalah Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Salim bin Sulaiman as-Safaariniy rahimahullah) diminta oleh orang-orang dari Najd untuk menulis kitab tentang Aqidah ahlus sunnah wal jama’ah. Dan akhirnya beliau menulis 210 bait syair yang mengandung 6 bab pembahasan Aqidah ahlus sunnah wal jama’ah.

Bab Pertama

‌‌نص المنظومة

Syair, Syaikh hafizhahullah berkata:

1. الحمد لله القديم الباقي … مقدر الآجال والأرزاق  (مسبب الأسباب والأزراق)

Segala puji bagi Allah Dzat yang al-Qodiim al-Baaqiy
Dzat yang mentaqdirkan Ajal dan dzat yang memberi rezki (dalam lafazh yang lain – Dzat yang menyebabkan semua sebab dan Dzat yang memberikan rezki).

Keterangan dari Syaikh hafizhahullah:

 القديم      Al-Qodim dan al-Baqi – 
Syaikh bin Baz menjelaskan bahwa al-Qodiim itu tidaklah shohih dari nama Allah (Asmaul Husna) namun yang diinginkan oleh para ulama dahulu adalah al-Awwal. Sedangkan al-Baqi juga tidak termasuk dari Asmaul Husna. Jikalau itu masuk pada bab pengabaran maka itu lebih umum maknanya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan 

أن ما يطلق عليه في باب الأسماء والصفات توقيفي وما يطلق عليه من الأخبار لا يجب أن يكون توقيفا ‌كالقديم والشيء والموجود والقائم بنفسه 

Apa yang berlaku secara mutlak dalam bab Asma dan Sifat Allah adalah taufiqiy (harus sesuai dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah) dan apa yang dimutlakkan atasnya dari pengabaran (bukan nama dan sifat) maka tidak wajib taufiqiy seperti al-Qodiim (Dzat Yang Terdahulu) dan as-Sya-I (sesuatu), dan al-Maujuud (yang diadakan), serta al-Qo-im binafsihi  (yang berdiri dengan sendirinya). (Lihat Badaiul Fawaid 1/162 (cet. Daar Kitab Al-Arabiy, syamila)).

Allah adalah yang menyebabkan semua sebab. Maujud bukan sifat yang sempurna bagi Allah dan disebut al-Hayyu lebih baik untuk disebutkan daripada al-Maujud. Dan maujud disini dalam rangka pengabaran bukan dalam rangka penamaan bagi Allah.

2. حي عليم قادر موجود … قامت به الأشياء والوجود

Dzat Yang Maha Hidup, Dzat Yang Maha mengetahui, Dzat Yang Ada
Dzat yang menyebabkan semua menjadi tegak dan ada.

Keterangan dari Syaikh hafizhahullah adalah:

3. دلت على وجوده الحوادث … سبحانه فهو الحكيم الوارث

Berbagai peristiwa menunjukkan keberadaan Allah
Maha Suci Allah maka Dia lah Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Al-Warits

Syaikh hafizhahullah mengatakan: “Al-Waaritsu adalah semuanya akan fana.”

4. ثم الصلاة والسلام سرمدا … على النبي المصطفى كنز الهدى

Kemudian sholawat dan salam senantiasa tercurah 
Kepada Nabi al-Mushthofa yang terpilih harta karun petunjuk.

5. وآله وصحبه الأبرار … معادن التقوى مع الأسرار

Dan kepada keluarga dan shahabatnya
Tambang ketaqwaan yang disertai dengan yang penuh kerahasiaan.

6. وبعد فاعلم أن كل العلم … كالفرع للتوحيد فاسمع نظمي

Dan setelah itu maka ketauhilah bahwa setiap ilmu
Seperti cabang-cabang bagi tauhid maka dengarkanlah bait syairku.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa setiap ilmu ibarat cabang bagi ilmu Tauhid. Ilmu Tauhid adalah ilmu bagi orang berakal untuk mencari pemahaman benar, dan dari Ilmu
Tauhid diketahui yang waajib, mustahil dan jaaiz tentang Allah.

7. لأنه العلم الذي لا ينبغي … لعاقل لفهمه لم يبتغ

Karena itu adalah ilmu yang tidak seharusnya... bagi orang yang waras akal untuk memahaminya tidak akan dicari.
Maksudnya adalah bahwa bagi orang yang berakal tidak selayaknya untuk meninggalkan ilmu tauhid karena ilmu tauhid adalah ilmu dasar utama.

8. فيعلم الواجب والمحالا … كجائز في حقه تعالى

 Maka dia mengetahui yang wajib dan apa yang tidak mungkin
Seperti apa yang diperbolehkan dalam hak-Nya Ta’ala.
 
 

9. وصار من عادة أهل العلم … أن يعتنوا في سبر ذا بالنظم

Sudah menjadi kebiasaan para ulama... untuk memberikan perhatian lebih ketika mengkaji nadzm syair ini ini.

10. لأنه يسهل للحفظ كما … يروق للسمع ويشفي من ظما

Karena mudah untuk dihafalkan sebagaimana
enak didengar dan menghilangkan dahaga.

11. فمن هنا نظمت لي عقيدة … أرجوزة وجيزة مفيدة

Maka dari sini aku membuat syair tentang aqidah
Arjuzah syair pembelajaran yang disusun ringkas lagi berguna

12. نظمتها في سلكها مقدمة … وست أبواب كذاك خاتمة

Aku membuat syair (yang susunannya) menjadi pendahuluan... dan enam bab, serta kesimpulan

13. وسمتها بالدرة المضية … في عقد أهل الفرقة المرضية

Aku menamainya dnegan ad-Duroh al-Mudhiyah mutiara yang bersinar
 dalam Aqidah Para Pengikut  Kelompok yang Diridhoi

14. على اعتقاد ذي السداد الحنبلي … إمام أهل الحق ذي القدر العلي

Berdasar atas Aqidah orang yang lurus (Imam Ahmad) bin Hanbal
Imam Ahli Haq yang mempunyai kedudukan yang tinggi

15. حبر الملا فرد العلا الرباني … رب الحجى ماحي الدجى شيباني

Seorang alim mutqin, orang yang mulia lagi rabbaniy (Yaitu yang mendasari ilmunya sesuai syari’at Allah dan Rasul-Nya ﷺ).
Orang yang mempunyai akal cerdas yang menghilangkan kegelapan dengan Cahaya risalah yang didakwahkannya (berbicara dengan dalil dan logika yang kuat) Syaibani yaitu dari Bani Syaibani nasab dari Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah

16. فإنه إمام أهل الأثر … فمن نحا منحاه فهو الأثري

Beliau adalah seorang imam Ahli Atsar (Imam ulama salaf yang mengambil atsar (dalil dalam hal aqidah) sebagaimana mengambil atsar dalam hal permasalahan mu’amalah.
Maka barangsiapa yang menempuh jalan yang ditempuhnya (rujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah) maka disebut atsary.

17. سقى ضريحا حله صوب الرضا … والعفو والغفران ما نجم أضا

Semoga Allah menyirami kuburnya (Imam Ahmad) dengan limpahan ridho 
Dan kemaafan (dari meninggalkan apa yang menjadi kewajiban), ampunan (dari perbuatan yang diharamkan) menyinari sepanjang penyinaran Bintang.

18. وحله وسائر الأئمة … منازل الرضوان أعلى الجنة

Kedudukan tersebut bagi Imam Ahmad rahimahullah dan para imam lainnya
Kedudukan yang diridhoi yang tertinggi dari surga.

Berkata Syaikh hafizhahullah:
Syaikh as-Safariny rahimahullah menuliskan bait-bait syair ini berdasarkan Aqidah ahlus sunnah wal Jama’ah karena lingkungan disekitar beliau rahimahullah ada banyak orang-orang ahli kalam yang merusak Aqidah yang lurus sesuai Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sebagai contoh adalah doa khotam al-Qur’an Ketika rokaat apa saja Ketika Ramadhan di masjidil haram dan yang pertama kali melakukannya adalah Syaikh Abdullah al-Khalifiy rahimahullah. Dan dikatakan bahwa ini adalah bid’ah yang lebih dahsyat daripada bid’ah maulud nabi, hal ini karena ini terjadi di dalam sholat sedangkan maulud nabi adalah diluar sholat. Dan alhamdulillah sekarang tidak terjadi seperti dulu, hanya terjadi Ketika sholat witir.

Kemudian Syaikh hafizhahullah menjelaskan bait pertama :
Disebutkan Al-Qodim al-Baaqiy maka kita katakan,

الأفضل أن الانسان يقف أدبا مع الله سبحانه وتعالى عند الألفاظ الواردة في الكتاب والسنة

Yang lebih utama adalah bahwa seseorang seharusnya bersikap sopan terhadap penyebutan lafazh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencukupkan dengan lafazh-lafazh yang ada dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
Bahkan para ulama telah menjelaskan yang demikian, termasuk Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan di dalam kitabnya Al-Qowaidul Mutsla fi Shifaatillah wa asmaaihil Husna, “Tidak setiap sifat-sifat Allah mengandung nama Allah, namun nama Allah bisa mengandung beberapa sifat-sifat Allah.”

Syaikh as-Safaariny rahimahullah memulai Kumpulan bait syairnya dengan bismillah.
Ada Sebagian para pemberi keterangan (syaarih) kitab ini mengatakan kenapa memulai dengan bismillah? Toh ini hanya Kumpulan syair saja. Maka tidak mengapa mengawali syair berisi ilmu syar’I untuk memulainya dengan tulisan bismillah.

Allah adalah Dzat Yang Pemberi Rezki kepada semua makhluk-Nya. Dan Allah lah yang memudahkan segala sesuatu. Kebanyakan orang menisbatkan sebab itu senantiasa ada pada setiap kejadian, seperti, kalau tidak ada angsa tentunya barang telah dicuri oleh pencuri, atau kalau mobil tidak diserahkan tentunya tidak terjadi tabrakan. Seharusnya orang tersebut berpendapat seandainya bukan karena Allah kemudian baru atas usahaku, namun kebanyakan orang terjatuh kepada ketergelinciran lisan walaupun tidak dimaksudkan demikian, maka tidak disebut kafir. Kalau yang dimaksudkan adalah atas usahanya sendiri tanpa menisbatkan sebab kepada Allah maka itu bisa menjadi syirik besar. Maka penisbatan sebab dan yang menyebabkan itu adalah Allah Dzat Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Al-Maujud bukan termasuk nama Allah karena wujud secara batasan dzatnya tidak sempurna. Allahlah yang menguasai segala sesuatu, Langit tidak jatuh menimpa bumi karena Allahlah yang berkuasa mengendalikannya.
Apa yang termasuk penambah iman adalah menghafal, memahami serta mengamalkan dari Asmaul Husna sebagaimana hadits:

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وتِسْعِينَ اسْمًا مِئَةً إلَّا واحِدًا، مَن أحْصَاهَا دَخَلَ الجَنَّةَ

Sesungguhnya bagi Allah mempunyai 99 nama serratus kurang satu, barangsiapa yang menghafal, memahaminya dan mengamalkannya maka akan masuk surga. (HR. Al-Bukhari no. 2736 dan Muslim no. 2677)

Bukan sekedar menghafalkan asmaul husna saja, karena kalo Cuma menghafal maka orang kafir pun bisa melakukannya namun hendaknya dihafal, difahami dan diamalkan.

Makna dari lafazh 

والوارث يعني هو الباقي سبحانه

Al- Warits yaitu Dzat Yang Senantiasa tetap ada Maha Suci Allah.

Sebagaimana firman Allah:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ 

Semua yang ada di bumi itu akan binasa, (QS. Ar-Rahman : 26).

 
وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو ٱلْجَلَٰلِ وَٱلْإِكْرَامِ 

tetapi wajah Rabbmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. (QS. Ar-Rahman: 8). 

Orang yang memahami konteks ayat tersebut maka orang tersebut akan bisa ridho dengan apa saja yang Allah taqdirkan baginya.

Bersambung ke tulisan ketiga inSya Allah

Akhukum  Zaki Rakhmawan Abu Usaid.