JANGAN PAKSAKAN DIRI
Sebagian orang terlalu memaksakan diri untuk melakukan ibadah di luar batas kemampuan. Termasuk yang memaksakan diri tetap shaum ketika safar, padahal fisiknya tidak kuat.
Dalam perspektif Hanabilah, berbuka ketika safar justru disunnahkan, dan shaum ketika safar justru dimakruhkan.
Ibnu an-Najjâr al-Futûhiy rahimahullâh mengatakan,
و سن فطر وكره صوم بسفر قصر ولو بلا مشقة
"Dan disunnahkah berbuka serta dimakruhkan shaum untuk safar yang pendek sekalipun walaupun tanpa kesulitan di dalamnya." [Muntahal Irâdât]
Kemudian di-syarah oleh al-Buhûtiy rahimahullah dalam Syarhu Muntaha al-Irâdât,
"Dan disunnahkan berbuka serta dimakruhkan shaum untuk musafir dengan safar pendek walaupun tanpa kesulitan, berdasarkan hadits:
ليس من البر الصيام في السفر. (متفق عليه)
Bukanlah merupakan kebajikan shiyam dalam safar. [Muttafaq 'Alayh]
Dan Imam an-Nasaiy pun meriwayatkannya. Beliau menambahkan:
عليكم برخصة الله التي رخص لكم فاقبلوها.
Hendaknya kalian mengambil rukhshah dari Allah yang telah ia rukhshah-kan untuk kalian, maka terimalah oleh kalian!
Namun jika ia mau berpuasa, maka puasanya sah. Berdasarkan Nash hadits:
هي رخصة من الله فمن أخذ بها فحسن. ومن أحب أن يصوم فلا جناح عليه. (رواه مسلم والنسائي)
Dia (berbuka ketika safar) merupakah rukhshah (keringanan) dari Allah. Maka sesiapa yang mengambilnya, maka itu bagus. Dan sesiapa yang suka untuk tetap puasa, maka tak ada dosa baginya. [Muslim dan an-Nasâiy]." (Syarhu al-Muntaha al-Irâdât, hal. 348]
Nah, bagi yang safar karena mudik ke kampung halaman, jangan paksakan diri jika memang fisik tidak memungkinkan. Bisa mengambil rukhshah berbuka. Nanti qadha di hari lain.
Semoga bermanfaat
—Abu Hazim Mochamad Teguh Azhar, M.A.—