Rabu, 24 April 2024

Fenomena Menyelisihi Pendapat Jumhur Ulama

[ Fenomena Menyelisihi Pendapat Jumhur Ulama ]

Kata "Jumhur" telah menjadi salah satu istilah yang populer di dalam Fiqih Islam. Maknanya adalah mayoritas ulama. Sehingga ketika_misalnya_dikatakan, "Dalam masalah 'takbir' 'Idul Fitri, jumhur ulama berpendapat ; dimulai di pagi harinya, bukan di malam hari" ; maksudnya bukan semua ulama berpendapat seperti itu. Akan tetapi mayoritas atau kebanyakan dari ulama berpendapat seperti itu. 

[ Pendapat Jumhur Bukan Kesepakatan Ulama ]

Menurut mayoritas ahli Fiqih dan Ushul Fiqih, pendapat jumhur tidak bisa dianggap sebagai kesepakatan ulama. Demikian yang tertulis di dalam kitab 'Mausu'ah Masail Al-Jumhur Fil Fiqih Islami'. Oleh karena itu menyelisihi jumhur tidak dianggap sebagai bentuk penyelisihan terhadap kesepakatan ulama. 

Namun penulis kitab tersebut mengingatkan agar tidak menganggap remeh pendapat jumhur ulama. Salah satu alasannya karena sebagian ahli Ushul Fiqih ada yang menganggapnya sebagai ijma'. 

[ Pendapat Sebagian Sahabat Nabi yang Tidak Diikuti Jumhur Setelahnya ]

Salah satu fenomena yang menarik adanya pendapat sebagian sahabat Nabi yang pada akhirnya tidak diikuti jumhur ulama setelahnya. 

Contohnya masalah cara wanita hamil atau menyusui mengganti puasanya, jika dia tidak sanggup puasa. 

Sebagian sahabat Nabi berpendapat wanita tersebut cukup membayar fidyah. Namun ternyata jumhur ulama setelahnya tidak sependapat. 

Jumhur dalam masalah ini juga berbeda pendapat, sebagian menyatakan wanita tersebut cukup menggantinya dengan puasa. Dan sebagian berpendapat puasa sekaligus fidyah. 

Demikian yang disampaikan Al-Qadhi Ibnu Rusyd di dalam kitabnya yang bernama "Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid", yang kami pelajari kira-kira 11 tahun yang lalu. 

Walaupun ada juga sebaliknya. Dalam arti ada pendapat sebagian sahabat Nabi yang akhirnya diikuti oleh jumhur ulama setelah mereka. Tapi ini bukan pembahasan kita kali ini. 

[ Pendapat yang Menyelisihi Jumhur yang Diingkari ]

Sebatas kesimpulan kami setelah mempelajari Fiqih dan Ushul Fiqih selama ini, pendapat yang menyelisihi jumhur tidak semua diingkari atau dianggap suatu penyimpangan.

Pendapat yang menyelisihi jumhur yang kemudian diingkari banyak ulama, salah satu cirinya adalah pendapat yang di dalamnya mengandung 'mudarat' besar terhadap kehidupan. 

Atau pendapat tersebut sebenarnya tidak mengandung mudarat terhadap kehidupan, akan tetapi disampaikan dengan kalimat penyampaian yang kurang baik. Misalnya ketika menyampaikan dan menganggap baik suatu pendapat, diiringi dengan kalimat-kalimat yang dirasa meremehkan mayoritas ulama. 

Walaupun untuk yang terakhir ini, bisa jadi pendapat tersebut mengandung banyak kebaikan untuk kehidupan. Tapi karena penyampaiannya yang kurang tepat akhirnya ada yang mengingkari atau menganggapnya tidak layak diikuti. 

Wallahu a'lam

| Fajri Nur Setyawan |