Kamis, 13 Januari 2022

Bukan berbangga,terkadang sebagian orang harus difahamkan dg bahasa lugas

Bukan berbangga,terkadang sebagian orang harus difahamkan dg bahasa lugas

Alhamdulillah 10 tahun lebih kami belajar fiqh belum pernah mendapati para guru kami gegabah dalam fatwa atau pun gegabah menjawab pertanyaan terutama masalah yang berkaitan dg masalah2 berat yg hukumnya ada turunannya atau konsekuensinya seperti talaq ,halal haram dan semisal  ... Justru Sering kami mendengar mereka berkata wallohu a'lam ... Tanya ke syaikh lain...

Namun,

Masyaa alloh di  fb ini bahkan di medsos secara umum,, jika ada yg bertanya masalah fiqh pernikahan atau semisal yang benar2 butuh ilmu fiqh yg matang untuk menjawabnya , namun banyak yg tidak faham fiqh ,tidak pernah belajar tuntas  malah gegabah ikutan menjawab ... 

Berhati2 lah wahai saudaraku ,,, tidakkah kita baca dan renungkan ayat berikut

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra’ : 36)

Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat ini, imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata: “Kesimpulan penjelasan yang mereka sebutkan adalah: bahwa Alloh Ta’ala melarang berbicara tanpa ilmu, yaitu (berbicara) hanya dengan persangkaan yang merupakan perkiraan dan khayalan.” (Tafsir Al-Qur’anul Azhim, surat Al-Isra’:36)

 dahulu masyaikh kita kalau ditanyakan masalah semisal sering kali mereka jawab saya tidak tau atau saya kaji dulu padahal itu sepesialis mereka....

Bahkan banyak sekali riwayat ulama salaf dahulu menunjukkan hal itu ,yaitu sangat berhati2 dalam menjawab persoalan agama 

Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rohimahulloh menyatakan di dalam aqidah Thahawiyahnya yang masyhur: “Dan kami berkata: “Wallahu A’lam (Allah Yang Mengetahui)”, terhadap perkara-perkara yang ilmunya samar bagi kami”. [Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393

Ibnul Qayyim mengatakan, “Allah subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan berbicara tentang-Nya tanpa dasar ilmu baik dalam fatwa dan memberi keputusan. Allah menjadikan perbuatan ini sebagai keharaman paling besar bahkan Dia menjadikannya sebagai tingkatan dosa paling tinggi.”

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui“.” (QS. Al A’rof: 33)”

Ibnul Qayyim -rahimahullah- ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Allah mengurutkan keharaman menjadi empat tingkatan. Allah memulai dengan menyebutkan tingkatan dosa yang lebih ringan yaitu al fawaahisy (perbuatan keji). Kemudian Allah menyebutkan keharaman yang lebih dari itu, yaitu melanggar hak manusia tanpa jalan yang benar. Kemudian Allah beralih lagi menyebutkan dosa yang lebih besar lagi yaitu berbuat syirik kepada Allah. Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari’at-Nya.”

Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena berbicara tentang Allah dan agama-Nya tanpa dasar ilmu akan membawa pada dosa-dosa yang lainnya.

Yaa alloh,, ternyata ada dosa besar yang melebihi besarnya dosa syirik .... Yaa,,ada yaitu berbicara soal agama alloh tanpa ilmu ... 
(perincian masalah ini disebutkan para ulama,namun bukan disini tempatnya)

Ini saya sampaikan semata2 dalam rangka nasehat untuk diri saya dan semua...
Karena bahayanya masalah ini versi para ulama sampai2 dikarang kitab2 khusus seputar bahayanya fatwa/menjawab persoalan agama jika bukan ahlinya...

Berikut saya nukilkan penjelasan al imam an nawawi rohimahulloh

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ) قَالَ الْعُلَمَاءُ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَنَّ هَذَا الْحَدِيثَ فِي حَاكِمٍ عَالِمٍ أَهْلٍ لِلْحُكْمِ فَإِنْ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ أَجْرٌ بِاجْتِهَادِهِ وَأَجْرٌ بِإِصَابَتِهِ وَإِنْ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ بِاجْتِهَادِهِ وَفِي الْحَدِيثِ مَحْذُوفٌ تَقْدِيرُهُ إِذَا أَرَادَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ قَالُوا فَأَمَّا مَنْ لَيْسَ بِأَهْلٍ لِلْحُكْمِ فَلَا يَحِلُّ لَهُ الْحُكْمُ فَإِنْ حَكَمَ فَلَا أَجْرَ لَهُ بَلْ هُوَ آثِمٌ وَلَا يَنْفُذُ حُكْمُهُ سَوَاءٌ وَافَقَ الْحَقَّ أم لا لأن إصابته اتفاقه لَيْسَتْ صَادِرَةً عَنْ أَصْلٍ شَرْعِيٍّ فَهُوَ عَاصٍ فِي جَمِيعِ أَحْكَامِهِ سَوَاءٌ وَافَقَ الصَّوَابَ أَمْ لَا وَهِيَ مَرْدُودَةٌ كُلُّهَا وَلَا يُعْذَرُ فِي شئ مِنْ ذَلِكَ وَقَدْ جَاءَ فِي الْحَدِيثِ فِي السُّنَنِ الْقُضَاةُ ثَلَاثَةٌ قَاضٍ فِي الْجَنَّةِ وَاثْنَانِ فِي النَّارِ قَاضٍ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِي الْجَنَّةِ وَقَاضٍ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِخِلَافِهِ فَهُوَ فِي النَّارِ وَقَاضٍ قَضَى عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ( *apabila Hakim berijtihad kemudian benar maka dia mendapatkan dua pahala dan apabila dia keliru maka dia mendapatkan satu pahala* ) 

*berkata al-imam an-nawawi rahimahullah* 

" *para ulama ijma/sepakat* bahwasanya maksud *hadis ini adalah khusus bagi seorang Hakim yang berilmu yang pakar terhadap hukum yaitu mujtahid* maka apabila dia menjelaskan hukum maka baginya dua pahala yaitu pahala ijtihadnya dan pahala benarnya Namun apabila dia salah maka dia mendapatkan satu pahala yaitu pahala ijtihadnya 

 , *namun apabila dia bukan seorang yang pakar alias bukan seorang mujtahid maka tidak boleh atau tidak halal baginya untuk berbicara masalah hukum*

 *apabila dia melakukannya maka tidak ada pahala baginya Bahkan dia berdosa dan tidak berlaku hukumnya baik dia sesuai dengan kebenaran ataupun tidak* 

*Alasannya karena meskipun benar tetapi kebenarannya tersebut hanya kebetulan bukan berlandaskan rambu2 syar'i*

*maka dia berdosa pada seluruh hukumnya baik dia selaras dengan kebenaran maupun tidak maka seluruh hukumnya tertolak* 

*dan dia tidak diberikan uzur pada hal demikian itu*

 dan telah datang sebuah hadits di kitab Sunan 

 *Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda* "para Qodhi itu ada tiga macam satu qodhi yang masuk surga  dan dua masuk neraka yaitu qodhi yang mengetahui kebenaran dan berhukum dengannya maka dia masuk dalam surga dan *qodhi yang mengetahui kebenaran namun berhukum dengan sebaliknya maka dia di neraka begitupun  qodhi yang berhukum diatas kejahilan maka dia pun di neraka*

Syarah sohih muslim imam an nawawi

Perhatikan ,betapa besarnya perkara diatas, sehingga beliau menjelaskan dengan
Sangat jelas dan tegas ....

Serahkan segala sesuatu kepada ahlinya maka itu lebih meringankan beban kita,, seperti halnya jika ada orang sakit ,kita suruh dia ke dokter , jika sakitnya parah dokterpun akan menyuruhnya ke spesialis....begitulah jalur yang benar ,,, maka jika perkara keselamatan jiwa saja seperti itu ,, tentunya perkara keselamatan agama akan lebih ekstra hati2 dari itu...

Inilah nasehat guru2 kami dahulu diyaman yang selalu mereka wanti2...

Kami hanya bisa mengingatkan ... Jika anda mendengar alhamdulillah,, jika tidak silahkan tanggung resiko masing2....

Akhuukum fillah 

Abdurrohman patri