Berkata syaikhul Islam Ibnu Thaimiyyah rahimahullah, beliau membawakan firman Allah azza wajala:
قالى تَعَالَى: {قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا} {الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا} .
Artinya: Katakanlah, ' Apakah akan Kami beri tahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
قَالَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ وَغَيْرُهُ مِنْ السَّلَفِ نَزَلَتْ فِي أَصْحَابِ الصَّوَامِعِ وَالدِّيَارَاتِ. وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَغَيْرِهِ أَنَّهُمْ كَانُوا يَتَأَوَّلُونَهَا فِي الحرورية وَنَحْوِهِمْ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ وَالضَّلَالَاتِ.
Berkata sahabat Sa'id ibnu Abu Waqqas radhiallahu anhu dan yang lainya dari ulama salaf tentang makna firman-Nya: bahwa ayat ini diturunkan kepada yahudi dan nashara akan tetapi berlaku umum untuk semuanya.
Diriwayatkan oleh sahabat Ali ibnu Abu Talib radhiallahu anhu dan yang lainya , beliau mengatakan bahwa makna ayat ini mencakup golongan Haruriyah ( salah satu golongan khawarij) , sebagaimana tercakup pula ke dalam pengertian orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. dan yang semisal dengan mereka dari kalangan ahli bidah dan orang sesat.
Kemudian beliau rahimahullah membawakan firman Allah yang lainya:
وَقَالَ تَعَالَى: {هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ} {تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ}
فَالْأَفَّاكُ هُوَ الْكَذَّابُ وَالْأَثِيمُ الْفَاجِرُ كَمَا قَالَ: {لَنَسْفَعَنْ بِالنَّاصِيَةِ} {نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ}
Apakah akan Aku beritakan kepada kalian) hai orang-orang kafir Mekah (kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta) yakni orang yang banyak berdusta (lagi yang banyak dosa) durhaka, seperti Musailamah dan lain-lainnya dari kalangan orang-orang ahli peramal.( Qs. Asy- Syuaara: 221-222).
Sebagaimana firman Allah berikut
كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَنْ بِالنَّاصِيَةِ} {نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ}
Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. (Qs. Al-Alaq: 15-16)
Kemudian Beliau membawakan membawakan hadist Nabi bahwa tidak dibenarkan berbicara agama tanpa disertai ilmu.
وَمَنْ تَكَلَّمَ فِي الدِّينِ بِلَا عِلْمٍ كَانَ كَاذِبًا وَإِنْ كَانَ لَا يَتَعَمَّدُ الْكَذِبَ كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ {عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَالَتْ لَهُ سبيعة الأسلمية وَقَدْ تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا سَعْدُ بْنُ خَوْلَةَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَكَانَتْ حَامِلًا فَوَضَعَتْ بَعْدَ مَوْتِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ قَلَائِلَ فَقَالَ لَهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بعكك: مَا أَنْتَ بِنَاكِحَةٍ حَتَّى يَمْضِيَ عَلَيْكِ آخِرُ الْأَجَلَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَذَبَ أَبُو السَّنَابِلِ بَلْ حَلَلْتِ فَانْكِحِي} وَكَذَلِكَ لَمَّا قَالَ سَلَمَةُ بْنُ الْأَكْوَعِ إنَّهُمْ يَقُولُونَ: إنَّ عَامِرًا قَتَلَ نَفْسَهُ وَحَبِطَ عَمَلُهُ فَقَالَ: " كَذَبَ مَنْ قَالَهَا؛ إنَّهُ لَجَاهِدٌ مُجَاهِدٌ " وَكَانَ قَائِلُ ذَلِكَ لَمْ يَتَعَمَّدْ الْكَذِبَ فَإِنَّهُ كَانَ رَجُلًا صَالِحًا وَقَدْ رُوِيَ أَنَّهُ كَانَ أسيد بْنَ الحضير؛ لَكِنَّهُ لَمَّا تَكَلَّمَ بِلَا عِلْمٍ كَذَّبَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَمَنْ تَكَلَّمَ فِي الدِّينِ بِلَا عِلْمٍ كَانَ كَاذِبًا وَإِنْ كَانَ لَا يَتَعَمَّدُ الْكَذِبَ كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ {عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَالَتْ لَهُ سبيعة الأسلمية وَقَدْ تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا سَعْدُ بْنُ خَوْلَةَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَكَانَتْ حَامِلًا فَوَضَعَتْ بَعْدَ مَوْتِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ قَلَائِلَ فَقَالَ لَهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بعكك: مَا أَنْتَ بِنَاكِحَةٍ حَتَّى يَمْضِيَ عَلَيْكِ آخِرُ الْأَجَلَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَذَبَ أَبُو السَّنَابِلِ بَلْ حَلَلْتِ فَانْكِحِي
Artinya: Dan barang siapa yang berbicara dalam urusan agama tanpa ilmu, dia seorang pendusta walaupun tidak menyengaja untuk berdusta. Sebagaimana telah tsabit dalam Ash-Shohihain dari Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- tatkala Subai’ah Al-Aslamiyyah berkata kepada beliau dalam keadaan suaminya, yaitu Sa’ad bin Khaulah telah meninggal dunia di Hajjatul Wada’ (haji perpisahan). Dan dia (Subai’ah) dalam keadaan hamil kemudian dia melahirkan beberapa malam setelah kematian suaminya. Maka Abu Sanabil bin Ba’kak berkata kepadanya : “Engkau belum boleh menikah sampai telah lewat satu dari masa Iddah yang terlama”. Maka Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- berkata : “Telah berdusta Abu Sanabil ! bahkan telah halal bagimu maka hendaknya kamu menikah !”. [Majmu’ Fatawa : jilid 10/449, kitab Suluk].
Berdasarkan hadist ini bahwa masa iddahnya orang hamil yang ditinggal mati oleh suaminya adalah sampai ia melahirkan.
Faidahnya:
1. Haramnya berbicara syariat Allah tanpa Ilmu
2. Bahaya berbicara agama Allah tanpa Ilmu yaitu sesat dan menyesatkan, meskipun ia bersangka bahwa ia telah berbuat sebaik baiknya.
3. Wajibnya berilmu sebelum berfatwa.
4. Masa Iddah hamil sampai ia melahirkan.